Konstruksi Media – Investasi Lembaga Pengelola Investasi atau Indonesia Investment Authority (INA) memiliki total dana kelolaan alias Asset Under Management (AUM) INA mencapai US$ 31 miliar. Menurut juru bicara INA Masyita Cyrstallin, dana kelolaan tersebut di antaranya berasal dari anak usaha Abu Dhabi Investment Authority (ADIA).
Kemudian, Caisse de dépôt et placement du Québec (CDPQ), dan APG Asset Management (APG) dengan total US$ 3 miliar, Abu Dhabi Growth Fund (ADG) sebesar US$ 10 miliar dan Dubai Ports World (DP World Dubai) US$ 7,5 miliar.
Dana tersebut ada yang dipergunakan untuk proyek Badan Usaha Milik Negara (BUMN), di antaranya jalan tol seperti empat ruas tol milik PT Waskita Karya (Persero) Tbk, pelabuhan, bandara, infrastruktur digital, kesehatan, energi tradisional, energi terbarukan, kawasan industri, dan terakhir pertanian perkebunan.
Pemerintah memberikan modal awal kepada INA US$ 5 miliar setara dengan Rp75 triliun. Modal yang disetorkan ini berasal dari dua sumber, senilai Rp15 triliun berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2021, sedangkan Rp45 triliun berasal dari pengalihan penyertaan saham seri B milik pemerintah di dua bank pelat merah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).
Investor selanjutnya yakni, Investment Fund for Developing Countries (IFU) dari Kerajaan Denmark untuk menjajaki peluang investasi transisi energi hijau dan pembangunan sosial yang inklusif di Indonesia. Nilai investasi yang diberikan sebesar US$ 500 juta.
Baca juga: PUPR Buka Tender Pembangunan Kantin dan Parkir Gedung DPR Senilai Rp70 Miliar
“Kesepakatan ini mencakup prospek investasi bersama dalam energi terbarukan, air, pengelolaan limbah, dan ekonomi sirkular lainnya,” ucapnya.
Ia mengatakan, dana sebesar US$ 2 miliar dari Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL) dan CMB International untuk pengembangan kendaraan berbasis listrik atau electric vehicle (EV). Ada juga Silk Road Fund (SRF) dari China yang menyuntikkan dana sebesar US$ 3 miliar untuk investasi di sektor healthcare dan digital.
Ke depan, kata dia, masih terdapat partner lain seperti ADG yang siap menyalurkan investasi miliaran dolar AS untuk investasi-investasi ke depan. Namun, belum bisa merinci proyek mana saja yang dibidik oleh INA.
“INA memiliki 3 kriteria dalam memilah-memilah proyek untuk berinvestasi,” jelasnya.
Pertama, proyek harus bersifat komersial, memberikan optimum return ke investor maupun investee. Kedua, proyek berdampak pada pembangunan ekonomi Indonesia secara jangka panjang.
Ketiga, proyek membawa nilai tambah atau added value pada proyek yang dipilih, misalnya nilai tambah berupa global network, global expertise, perbaikan GCG atau ESG.
“Sesuai prinsip investasi, INA tidak bisa memberitahukan apapun (termasuk nama proyek ke depan yang menjadi sasaran investasi sampai deals benar-benar closed,” ucap Masyita.
Baca artikel selanjutnya: