Memetakan Risiko Gempa dengan Memanfaatkan AI
Mengidentifikasi tipologi bangunan menggunakan AI berdasarkan foto, dan memberikan rekomendasi pemetaan risikonya berdasarkan analisa terhap potensi gempa yang terjadi di wilayah tersebut.
Majalah Konstruksi Media – Risiko gempa yang terjadi di sebuah wilayah berhasil dipetakan oleh Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), Prasanti Widyasih Sarli, S.T., M.T., Ph.D., setelah melakukan riset dengan memanfaatkan teknologi Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk mengetahui kekuatan struktur bangunan.
Dengan teknologi AI yang memiliki beragam fitur canggih seperti kemampuan melihat, memahami, dan menerjemahkan bahasa lisan dan tulisan, menganalisis data, membuat rekomendasi, dan banyak lagi, Prasanti berupaya memetakan potensi risiko gempa di suatu wilayah terhadap populasi di wilayah tersebut melalui struktur bangunan.
Prasanti berupaya melakukan riset untuk mengidentifikasi tipologi bangunan menggunakan AI berdasarkan foto, dan memberikan rekomendasi pemetaan risikonya berdasarkan analisa terhadap risiko gempa yang terjadi di wilayah tersebut. Tentu saja, hasil pelitian berbasis AI diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk memitigasi risiko gempa di suatu wilayah berdasarkan kondisi atau struktur bangunan yang ada.
Seperti apa metodologi risetnya? Apakah AI mampu melakukan analisa dan prediksi potensi risiko struktur bangunan terhadap gempa? Lalu, sejauh mana akurasinya? Semua terangkum dalam wawancara Majalah Konstruksi Media edisi XIII dengan Prasanti Widyasih Sarli, S.T., M.T., Ph.D., Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB). Berikut wawancaranya:
Bisa dijelaskan latar belakang yang mendorong Anda memulai penelitian ketahanan bangunan terhadap risiko gempa dengan memanfaatkan AI?
Penelitian ini bermula dari kesadaran mengenai bagaimana pemetaan risiko gempa suatu area yang informasi tentang bangunannya, sering kali kurang diperhitungkan secara mendalam. Padahal, seperti yang kita ketahui, earthquakes don’t kill people, damaged buildings do. Jadi, informasi bangunan adalah aspek krusial dalam mengestimasi kerentanan populasi terhadap gempa.
Namun sayangnya, data bangunan sering kali sulit didapatkan—as-built drawing, mungkin yang tersedia hanya untuk aset besar. Itu pun sering tidak terdigitasi atau tidak dapat diakses publik. Sementara itu, untuk bangunan residensial, datanya bahkan lebih terbatas lagi. Kalau melakukan survei besar-besaran, tentunya akan memakan waktu dan biaya yang sangat tinggi.
Dari sinilah, lalu muncul ide kami. Apakah mungkin memprediksi tipologi bangunan hanya dari foto? Ide inilah yang menjadi awal pengembangan riset kami. Ide kami adalah membantu pembuat keputusan menentukan prioritas retrofitting secara cepat, terutama dalam pemetaan risiko untuk area luas dengan ratusan atau ribuan bangunan. Meskipun ini hanya informasi awal, analisis mendalam tetap diperlukan untuk hasil yang lebih akurat.
Bagaimana peran AI untuk memprediksi ketahanan struktur bangunan terhadap gempa?
Saat ini, saya memiliki beberapa riset yang menggunakan artificial intelligence dalam konteks rekayasa struktur. Salah satunya adalah pengembangan AI untuk mengidentifikasi tipologi bangunan hanya berdasarkan foto. Dengan informasi tipologi bangunan dan data ancaman gempa di suatu lokasi, kami dapat mengestimasi risiko kerusakan bangunan.
Kami juga mengembangkan AI untuk mengestimasi kurva kerentanan, yaitu tingkat kerentanan bangunan terhadap gempa dengan berbagai intensitas. Ke depannya, kami akan mengintegrasikan kedua model AI ini untuk menghasilkan estimasi kerentanan yang lebih akurat.
Apa metode AI yang digunakan dalam penelitian ini dan efektivitasnya dalam mendeteksi?
Untuk prediksi tipologi menggunakan foto atau image processing, kami menggunakan Convolutional Neural Network (CNN) yang kami kembangkan dengan membuat database dari ribuan foto berlabel selama beberapa bulan. Sedangkan untuk memprediksi kurva kerentanan bangunan, kami menggunakan Gaussian Process Regression. Pemilihan algoritmanya didasarkan pada hasil yang memberikan estimasi terbaik. Sejauh ini kedua metode ini bekerja dengan sangat baik dalam penelitian kami.
Apakah dilakukan simulasi gempa atau uji fisik pada bangunannya?
Pada dua aplikasi AI yang kami kembangkan, simulasi risiko gempa dilakukan dengan cara yang berbeda. Untuk AI yang memprediksi tipologi bangunan, kami menggunakan nilai PGA estimasi yang dihitung dari rumus atenuasi berdasarkan jarak dan magnitudo gempa. Dari sana, dengan menggunakan kurva kerentanan tipologi bangunan, kami dapat mengestimasi probabilitas kerusakan struktur. Proses ini relatif sederhana.
Sementara itu, untuk AI yang memprediksi kurva kerentanan, kami membuat dataset kurva kerentanan secara numerik. Dataset ini dihasilkan melalui puluhan analisis nonlinear time history (NLTHA) menggunakan ground motion yang beragam. Kinerja struktur terhadap setiap ground motion kemudian dicatat untuk membentuk kurva kerentanan yang menjadi basis pengajaran AI.
Jadi, pada dasarnya AI merupakan cara cepat untuk mengestimasi sesuatu berdasarkan dataset yang tersedia. Dibandingkan metode konvensional, kelebihan utama AI adalah kecepatan estimasi. Namun, karena AI sangat bergantung pada kualitas dataset yang digunakan, tantangan utamanya adalah memastikan dataset yang tepat dan akurat untuk melatih AI.
Akurasi metode berbasis AI ini seperti apa?
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, performa AI sangat bergantung pada kualitas dataset yang digunakan. Saya belum mengembangkan AI yang dapat memprediksi titik-titik kerentanan struktur akibat gempa, karena fokus saya adalah teknologi untuk rapid assessment populasi bangunan besar dalam pemetaan risiko gempa. Namun, ada beberapa penelitian yang berhasil melakukan identifikasi kerusakan menggunakan data dari Structural Health Monitoring Systems atau foto.
Akurasi AI dalam hal ini cukup baik dan comparable, meskipun expert opinion tetap memberikan perspektif yang lebih tajam. AI dapat menjadi alat yang cepat untuk identifikasi awal sebelum analisis mendalam dilakukan oleh para ahli.
Apakah hasil penelitian ini sudah diterapkan pada bangunan nyata?
Penelitian ini fokus pada pemetaan risiko kota secara cepat menggunakan artificial intelligence dan telah langsung diaplikasikan pada kasus nyata dengan hasil yang menjanjikan.
Apa yang menjadi tantangan utama pengimplementasiannya?
Tidak ada kendala berarti untuk estimasi tipologi bangunan menggunakan teknologi AI. Namun untuk estimasi kurva kerentanan, tantangan utamanya adalah minimnya data kurva kerentanan empiris dari kerusakan bangunan akibat gempa. Jika lebih banyak kurva kerentanan tersedia untuk setiap jenis tipologi bangunan dari kejadian bencana lokal di Indonesia, proses validasi AI akan menjadi lebih mudah.
Bagaimana respons industri konstruksi terhadap teknologi ini?
Untuk kedua AI yang saya sebutkan, saya banyak berkolaborasi dengan institusi riset dalam dan luar negeri, namun kami belum berkolaborasi dengan industri atau pemerintah. Sementara itu, untuk AI lain yang kami kembangkan—untuk optimasi jumlah pemasangan damper pada bangunan—saat ini kami sedang menjajaki kolaborasi dengan perusahaan konstruksi di luar negeri. Industri dalam negeri tampaknya belum terlalu tertarik dengan pemanfaatan AI ini.
Apakah teknologi AI ini bisa memberikan rekomendasi untuk mengurangi biaya atau risiko kerugian material dan korban jiwa?
Potensi AI untuk meningkatkan resiliensi masyarakat sangat besar. Data UNISDR (2017) menunjukkan bahwa 90% kematian akibat bencana dalam dua dekade terakhir terjadi di negara miskin dan berkembang, dengan risiko kematian lima kali lebih besar dibandingkan negara kaya.
Untuk mengurangi risiko ini, negara seperti Indonesia membutuhkan pemanfaatan sumber daya yang efektif dan prioritas yang tepat untuk retrofitting bangunan. Teknologi AI yang kami kembangkan dapat membantu menyediakan data yang lebih baik untuk mendukung pengambilan keputusan tersebut.
Bagaimana rencana jangka panjang untuk memperluas skala dan cakupan penelitian ini secara lebih masif, terutama ke wilayah rawan gempa di Indonesia?
Rencana pengembangan penelitian ini cukup luas. Saat ini, kami baru dapat mengidentifikasi 4 jenis tipologi bangunan residensial (kayu, confined masonry, masonry, dan RC frame), namun masih banyak jenis bangunan lain yang perlu dimasukkan ke model kami. Estimasi hazard juga masih menggunakan katalog gempa yang sederhana dan baru diaplikasikan di Bandung serta Padang.
Ke depannya, kami ingin mengembangkan katalog bencana yang lebih lengkap dengan mempertimbangkan potensi dan periode ulang gempa untuk skenario masa depan. Selain itu, kurva kerentanan kami masih memerlukan banyak penyempurnaan agar estimasi risiko lebih sesuai dengan kondisi lapangan.
Seperti apa upaya agar penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan standar bangunan tahan gempa di Indonesia?
Kode bangunan di Indonesia saat ini sudah berkembang dengan baik dan terbukti mampu melindungi nyawa selama bangunan mengikuti standar tersebut. Namun, tidak semua bangunan, terutama bangunan residensial, mengikuti standar ini dan lebih sering dibangun berdasarkan kebiasaan atau know-how lokal.
Jadi, riset saya fokus pada pemetaan kerentanan bangunan residensial yang tidak selalu memenuhi standar. Dengan pemetaan risiko yang lebih baik, kami berharap dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang risiko bangunan seperti ini, sehingga di masa depan, semua perumahan tetap dapat dibuat lebih aman terhadap gempa.
Langkah selanjutnya Anda rencanakan?
Selanjutnya adalah menyempurnakan teknologi kami agar dapat diaplikasikan secara lebih luas, mencakup lebih banyak jenis bangunan, estimasi kerentanan yang lebih sesuai dengan kondisi masyarakat, serta skenario gempa yang lebih lengkap untuk berbagai daerah.
Bagaimana Anda melihat peran akademisi dalam mengintegrasikan teknologi baru seperti AI ke dalam sektor konstruksi?
Akademisi memiliki peran penting sebagai ujung tombak pengembangan teknologi. Dengan mengeksplorasi gagasan-gagasan inovatif yang mungkin belum terpikirkan di industri, akademisi dapat membantu memecahkan masalah industri dan mendorong kemajuan masyarakat ke depan.
Apakah Anda memiliki harapan atau visi tertentu untuk penggunaan AI di bidang konstruksi dalam 5–10 tahun ke depan?
AI memiliki potensi besar untuk mentransformasi dunia konstruksi di masa depan. Banyak isu dalam teknik sipil, seperti identifikasi kerusakan pada aset besar, dapat dipercepat penyelesaiannya dengan AI. Saat ini, kualitas assessment sering bergantung pada keahlian manusia yang beragam, tetapi di masa depan AI dapat diajarkan untuk mengidentifikasi kerusakan dengan presisi setara expert, asalkan data yaSelain itu, AI juga dapat membantu optimasi berbagai kasus engineering dengan lebih cepat dan rigorous, mendukung tuntutan sustainability di masa depan. Dengan aplikasi yang hampir tak terbatas, AI bisa menjadi alat penting untuk mempercepat solusi atas berbagai tantangan di sektor konstruksi, meskipun performanya tetap bergantung pada kualitas dataset yang digunakan.