Tingkat Goncangan Tinggi, Peneliti BRIN Minta Jalur Sesar Aktif Bebas Proyek Infrastruktur
Konstruksi Media – Peneliti di Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Danny Hilman Natawidjaja merekomendasikan agar proyek infrastruktur menghindari jalur sesar aktif.
Hal ini penting untuk meminimalkan risiko bencana gempa baik dari segi korban jiwa maupun kerusakan material.
“Kalau jalur sesar aktif sedapat mungkin dihindari karena selain goncangan, efek pergerakannya juga sangat merusak seperti yang terjadi di gempa Palu pada 2018 ini,” ujar Danny Hilman Natawidjaja seperti dilansir Antara, Selasa (28/12/2021).
- Kementerian PU Dukung dan Wujudkan Visi Asta Cita Swasembada Pangan
- Ditargetkan Selesai Awal 2025, Kemen PU Kebut Pembangunan Bendungan Jlantah
- Bertemu Menteri Perhubungan, Erick Thohir Bahas Efisiensi Biaya Logistik
Profesor Riset bidang Geologi Gempa dan Kebencanaan di BRIN itu menuturkan yang harus dimitigasi dari gempa adalah bahaya goncangan gempa, bahaya pergerakan sesar, serta bahaya ikutan gempa seperti likuifaksi, gerakan tanah dan tsunami.
Untuk mitigasi goncangan gempa, konstruksi bangunan harus mematuhi SNI 1726-2019 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Nongedung, dan peta bahaya gempa Indonesia.
Danny menuturkan rumah dan infrastruktur harus dibangun sesuai dengan kode bangunan tahan gempanya.
Menurut Danny, untuk menerapkan mitigasi bahaya pergerakan sesar perlu peta sesar yang cukup detail yakni 1:10.000 atau lebih besar dengan data parameter seismiknya.
“Kita harus kenal jalur sesar aktifnya di wilayah masing-masing, harus dipetakan sebaik-baiknya, kemudian sedapat mungkin hindari,” tuturnya.
Setelah itu, perlu dibangun zona sempadan sesar di mana seharusnya tidak ada pembangunan infrastruktur di sana termasuk rumah sakit dan sekolah.
“Biasanya kalau kita sudah petakan dengan akurat kemudian kita bikin buffer dari sesar aktif seperti yang dilakukan di California,” ujarnya.
Lebar zona sempadan sesar di California di Amerika Serikat sebesar 60-200 meter dari zona sesar, sedangkan di New Zealand minimal 20 meter dari zona sesar terluar.
Selain itu, Danny mengatakan penelitian gempa dan gunung api di Indonesia masih sedikit maka perlu ada satu riset yang masif, sistematis, terintegrasi, dan komprehensif dalam program skala nasional. ***