InfrastrukturNews

Guru Besar ITB Beberkan Tantangan Pembangunan Infrastruktur Transportasi di Indonesia

Tantangan dalam pembangunan infrastruktur transportasi nasional sangat beragam, untuk itu diperlukan upaya dari seluruh stakeholder yang terlibat didalamnya untuk mensukseskannya visi Indonesia Emas 2024.

Konstruksi Media – Pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia memegang peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun, tantangan besar, seperti kesenjangan antarwilayah, keterbatasan pendanaan, dan bias optimisme dalam proyek-proyek besar, perlu ditangani dengan strategi yang tepat. Reformasi dalam manajemen aset dan kelembagaan juga sangat penting untuk memastikan keberlanjutan infrastruktur dalam jangka panjang.

Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL), Prof. Ir. Harun Al Rasyid S. Lubis, M.Sc., Pd.D., mengatakan dalam dokumen makalahnya membahas pengembangan infrastruktur transportasi Indonesia, dengan fokus pada tantangan utama yang dihadapi dalam beberapa tahun terakhir, termasuk kesenjangan geografis dan regional, kendala keuangan, dan hambatan birokrasi.

“Dokumen ini menyoroti solusi strategis seperti pembangunan yang adil, mekanisme pembiayaan yang inovatif, dan reformasi kelembagaan yang bertujuan untuk meningkatkan manajemen infrastruktur,” ujar dia dalam pernyataannya kepada Konstruksi Media, (29/10/2024).

Dia mengatakan, makalah ini juga membahas bias optimisme dalam proyek infrastruktur skala besar dan reformasi dalam manajemen aset. Terakhir, dokumen ini menawarkan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan infrastruktur transportasi Indonesia demi pertumbuhan berkelanjutan menuju visi 2045.

Prof. Harun mengungkapkan terdapat beberapa hambatan, peluang dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia, seperti  Kesenjangan Pembangunan Antarwilayah.

“Ini permasalahan terbesar yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia adalah adanya kesenjangan pembangunan antara wilayah barat dan timur. Pulau Jawa, sebagai pusat ekonomi, telah menikmati infrastruktur yang lebih maju dibandingkan wilayah lain, seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara,” jelasnya.

Prof. Harun Al Rasyid Lubis, Guru Besar ITB Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Dok. Ist

Dia menambahkan, kesenjangan ini tidak hanya mempengaruhi akses transportasi, tetapi juga menghambat perkembangan ekonomi dan akses terhadap layanan dasar di wilayah- wilayah terpencil.

Menurut dia yang juga Ketua IPKC (Infrastructure Partnership & Knowledge Center), proyek pembangunan jalan tol, seperti Trans-Jawa dan Trans- Sumatra, telah meningkatkan konektivitas di wilayah barat. Namun, pembangunan di wilayah timur masih sangat terbatas, meskipun program-program seperti Trans Papua telah dicanangkan.

“Proyek-proyek ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan, tetapi tantangan geografis, biaya tinggi, dan ketidakpastian politik menjadi hambatan yang signifikan,” imbuhnya.

Selain itu, terdapat tantangan lainnya yakni, Keterbatasan Pendanaan dan Pembiayaan, Kompleksitas Birokrasi dan Regulasi, hingga Permasalahan Lingkungan dan Sosial.

Dia menjelaskan, sumber pendanaan untuk proyek infrastruktur transportasi di Indonesia sebagian besar masih berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, pendanaan ini sering kali tidak mencukupi untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang luas, sehingga pemerintah perlu mencari sumber pendanaan alternatif.

Skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) telah menjadi salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan dana pemerintah. Namun, banyak proyek yang berisiko tinggi sehingga mengurangi minat investor swasta.

Investasi infrastruktur di wilayah terpencil dan tertinggal, seperti di Indonesia Timur, menghadapi tantangan tambahan terkait dengan tingkat pengembalian yang rendah dan risiko komersial yang tinggi.

“Oleh karena itu, perlu ada pendekatan inovatif dalam pembiayaan infrastruktur yang melibatkan skema investasi jangka panjang dan pembiayaan publik-swasta,” bebernya.

Diakhir makalahnya, dirinya memimta Pemerintah harus terus memperkuat kerangka regulasi yang mendukung pembangunan infrastruktur berkelanjutan, mempromosikan kolaborasi antara sektor publik dan swasta melalui skema KPBU, dan menerapkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi manajemen aset.  

“Dengan pendekatan ini, Indonesia dapat mencapai visinya sebagai negara maju dengan infrastruktur yang komprehensif dan berkelanjutan pada tahun 2045,” tuturnya menandaskan.

Baca Juga :

Artikel Terkait

Back to top button