News

Ketum IAI Sebut 5 Tantangan Arsitek Hadapi Era Kecerdasan Buatan

Terdapat 5 aspek yang dihadapi para arsitek dalam kemajuan teknologi buatan, salah satunya regulasi.

 

Konstruksi Media — Perkembangan teknologi digitalisasi buatan manusia alias Artificial Intelligence (AI) seperti dua sisi mata uang. Disatu sisi memudahkan segala pekerjaan yang dilakukan dan satu sisi lainnya harus memerlukan perhatian khusus dan antisipasi dalam penggunaannya.

Seperti yang dihadapi oleh arsitek saat melakukan otomatisasi dalam proses desain. Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Ar. Georgius Budi Yulianto mengatakan sedikitnya ada lima aspek perkembangan digital AI yang harus diantisipasi.

Pertama yakni rancangan arsitektur sebagai produk praktik profesi merupakan produk hukum karena profesi arsitek adalah profesi teregulasi. Sehingga para arsitek harus berhati-hati dalam menggunakan kecerdasan buatan tersebut.

Menghadapi hal itu harus diperlukan payung hukum yang mengatur mengenai profesi arsitek dalam menggunakan AI. 

“Diperlukan regulasi yang mengatur proses perancangan yang dapat dibenarkan menggunakan AI hingga tahap tertentu,” tuturnya, sebagaimana diberitakan, (20/10).

Lelaki yang akrab disapa Boegar tersebut menyebutkan aspek kedua yaini kreativitas dan inovasi. 

Dia menjelaskan, AI dapat menghasilkan puluhan hingga ratusan ilustrasi desain arsitektur dengan lingkup tertentu dalam satu jam.

Di satu sisi, akselerasi ini akan sangat membantu arsitek dalam mencari ide. Namun, di sisi lain, posisi tawar jasa desain terhadap pengguna jasa bisa menurun karena pengguna jasa mungkin menganggapnya sebagai pekerjaan komputasi, bukan hasil totalitas arsitek.

“Sangat penting bagi IAI untuk memastikan bahwa setiap anggota, arsitek praktik, selalu siap berhadapan dengan semua ketidakpastian ini, termasuk bekerja sendiri dengan kreativitas dan inovasi yang terus dikembangkan,” papar dia.

Sementara, aspek ketiga terkait dengan analisis data dan prediksi dalam AI. Akurasi analisis data yang diperlukan AI sangat bergantung pada input parameter, potensi, dan kendala dari proyek yang akan dikerjakan.

Georgius Budi Yulianto (tengah) saat ditemui dalam diskusi di IndoBuildTech 2024. Dok. Konstruksi Media

Menurut dia, kompleksitas regulasi (building law, building codes) menjadi tantangan tersendiri dalam menyelaraskan desain dengan kendala regulasi. 

“Di sinilah peran asosiasi penting untuk memetakan regulasi ini sebagai parameter yang didigitalisasi untuk menghasilkan model sebagai respons terhadap konteks tapak dan regulasi, yang tentu akan memudahkan analisis desain,” imbuhnya.

Selanjutnya, aspek keempat yaitu berkaitan dengan keberlanjutan dan efisiensi energi.

Dijelaskan oleh Boegar, arsitektur berkelanjutan telah dikenal sejak tahun 1970-an, namun menjadi viral setelah Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) memperkenalkan standarnya pada tahun 1994.

“Keberlanjutan dan efisiensi energi ini dapat diukur dan diterapkan dalam desain menggunakan perangkat lunak tertentu seperti EnergyPlus, OpenStudio, IES Virtual Environment, dan lainnya,” ucap dia.

Ia menambahkan, arsitektur berkelanjutan harus menjadi salah satu kurikulum utama dalam pengembangan profesi, dengan menyusun modul-modul berkesinambungan dalam capacity building arsitek praktik.

Kemudian, aspek kelima yakni tantangan etika dan ketimpangan. Dari sisi etika, lanjut Boegar, karya AI bisa saja diklaim sebagai totalitas rancangan arsitektur yang dirancang oleh arsitek menggunakan mesin render. “Kebenarannya tentu kembali pada nurani sang arsitek,” bebernya.

Sebagaimana informasi, Ikatan Arsitek Indonesia merupakan organisasi profesional arsitek di Indonesia yang didirikan pada 17 September 1959. IAI berperan sebagai wadah bagi para arsitek di seluruh Indonesia untuk mengembangkan kompetensi, menjunjung tinggi etika profesi, serta memajukan arsitektur nasional. 

IAI juga aktif dalam mengadvokasi kebijakan dan regulasi terkait pembangunan dan tata ruang, serta turut berkontribusi dalam pembentukan standar arsitektur yang berkelanjutan dan sesuai dengan budaya lokal. Sejak didirikan, IAI telah menjadi salah satu pilar penting dalam perkembangan dunia arsitektur di Indonesia.

Baca Juga :

Artikel Terkait

Back to top button