Konstruksi Media – Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), Rahmad Pribadi mengakui akan melakukan hilirisasi industri sawit, salah satunya industri oleochemical dan turunannya yang merupakan produk lanjutan dari CPO.
Menurutnya, langkah ini menjadi salah satu strategi korporasi guna mengembangkan bisnis PKT ke depannya.
“Guna turut memaksimalkan potensi sektor kelapa sawit dan memastikan proses peningkatan nilai tambah dari hilirisasi industri sawit bisa dilakukan sepenuhnya secara in-house di Indonesia,” ujar Rahmad Pribadi kepada wartawan, Senin (19/7/2021).
- Bertemu Menteri Perhubungan, Erick Thohir Bahas Efisiensi Biaya Logistik
- Menteri PKP Bakal Gunakan Lahan Sitaan Kejagung untuk Bangun Perumahan Rakyat
- Tim ASURA ITS, Inovasikan Konsep Gedung Tahan Gempa
Menurutnya, catatan Gabungan pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) menyebutkan bahwa ekspor minyak sawit mentah atau CPO mencapai 28,27 juta ton di 2020, sedangkan produk turunan oleokimia yang diekspor hasil produksi dalam negeri tercatat hanya 3,87 juta ton.
Untuk itu, pihaknya menilai program hilirisasi produk CPO dalam negeri masih menyimpan potensi cukup banyak. Hal ini sejalan dengan program Pemerintah yang terus bergerak untuk memperkuat hilirisasi industri sawit.
Dikatakan Rahmad Pribadi, upaya hilirisasi industri kelapa sawit di Indonesia saat ini dapat dikelompokkan menjadi tiga jalur hilirisasi yakni oleopangan, oleokimia dan biofuel.
“Angka produksi CPO di Kaltim saat ini mencapai 4,3 juta ton per tahun. Akan tetapi, saat ini belum terdapat industri pengolahan lanjutan oleokimia di wilayah ini,” katanya.
Saat ini, pihaknya tengah menyusun kajian untuk membangun pabrik oleokimia yang akan menghasilkan produk turunan berupa fatty acid dengan potensi kapasitas produksi sebesar 100 ribu ton per tahun.
“Untuk sumber bahan baku, PKT telah memiliki kebun kelapa sawit sendiri dengan luas sekitar 7.400 Hektar melalui anak usaha, yaitu PT Kalimantan Agro Nusantara yang merupakan perusahaan kolaborasi dengan PTPN XIII,” ungkap Rahmad.
Rencana pengembangan fatty acid tersebut menjadi tahap awal bagi PKT untuk melakukan pengembangan produk turunan oleokimia lainnya berbasis fatty acid seperti fatty alcohol dan fatty amine pada tahap selanjutnya.
Fatty acid dan fatty alcohol sendiri merupakan bahan baku berbagai produk, seperti sabun dan detergen, plastik, karet, kertas, lubricant, coating, makanan, lilin dan lain-lain.
Menurut Asosiasi Oleokimia Indonesia (APOLIN), total kapasitas produksi fatty acid Indonesia mencapai sebesar 5,26 juta Metric Tonne Per Year (MTPY), dengan pertumbuhan kapasitas yang tidak mengalami peningkatan yang signifikan antara 2017 hingga 2020.
Potensi industri oleokimia yang tengah dikaji oleh PKT ini juga turut diperkuat dengan kepemilikan berbagai fasilitas pendukung yang saat ini telah dimiliki oleh Perusahaan, seperti lokasi pabrik yang berdekatan dengan sumber bahan baku CPO, tersedianya utilitas termasuk hydrogen, serta dermaga dengan draught rata-rata 13 m, sehingga dapat memasok bahan baku dan ekspor produk dengan kapasitas kapal yang cukup besar.
Selain itu, dalam aspek diversifikasi produk, PKT juga memiliki PreciPalm, yang merupakan sistem aplikasi rekomendasi pemupukan berbasis Pertanian Presisi (Precision Agriculture) yang cepat, tepat dan efisien pada perkebunan kelapa sawit.
Teknologi ini dikembangkan bersama dengan tim ilmuwan Indonesia dari Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk meningkatkan efisiensi pemupukan lahan kelapa sawit hingga 30% dan mengoptimalkan produktivitas hasil pertanian kelapa sawit secara sustainable dalam jangka panjang.
“Dalam mendukung upaya hilirisasi industri ini, dibutuhkan kesiapan mata rantai industri secara menyeluruh. PKT senantiasa mengkaji hal tersebut untuk mempersiapkan mata rantai produksi oleokimia kami secara menyeluruh, agar dapat memaksimalkan nilai tambah sawit di industri, mulai dari ketersediaan dan pengayaan bahan baku, proses pengolahan, hingga kesiapan fasilitas pendukung industri yang telah dimiliki oleh perusahaan,” tutup Rahmad. ***