News

Industri Hilirisasi Sawit Aceh Terkendala Bahan Baku CPO

Aceh memiliki 65 Pabrik Kelapa Sawit, namun sampai saat ini semua hasil produksi CPO dibawa keluar Aceh.

Konstruksi Media – Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Azanuddin Kurnia SP MP dalam Forum Group Discussion (FGD) tentang “Menyukat Tantangan dan Peluang Hilirisasi Kelapa Sawit di Aceh oleh Forum Jurnalis Ekonomi Aceh (JEA), menyampaikan bahwa hilirisasi sawit Aceh terkendala bahan baku crude palm oil (CPO).

“Dari 423 ribu ha perkebunan sawit di Aceh, hanya 48% yang dimiliki oleh perusahaan besar. Sisanya merupakan perkebunan masyarakat, yang menghidupi lebih dari 146 ribu kepala keluarga,” kata Azanuddin Kurnia, sebagaimana diberitakan (12/10/2024).

Dia menambahkan, terkait hilirisasi, Aceh memiliki 65 Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Namun sangat disayangkan, sampai saat ini semua hasil produksi CPO dibawa keluar Aceh. 

Hal tersebut dibenarkan Fadhil Ali, Wakil Sekjen DPP APKASINDO Aceh. Dia menyampaikan bahwa faktanya, sejak tahun 1901, industri kelapa sawit telah ada di Aceh, tepatnya di Sungai Liput, Aceh Tamiang. PKS tersebut dibangun dibawah Socfindo. Namun dari sekitar 150-an turunan hasil olahan CPO, satupun belum ada di Aceh.

“Ini juga berpengaruh pada harga TBS yang dipanen oleh petani kita. Dari harga penetapan Rp 2.900,-, petani hanya dapat menjual sekitar Rp. 2.200, – sampai Rp. 2.300,” urai dia.

Menurut dia, ada sejumlah kendala yang muncul terkait harga TBS. Dari rantai penjualan di tingkat petani hingga sampai ke PKS. “CPO yang dikirimkan ke Medan, bahkan membutuhkan jarak lebih 1.000 km. Hal-hal tersebut menekan harga jual di tingkat petani sawit,” papar dia.

PT PEMA Ekspor Cangkang ke Jepang

Ilustrasi Kelapa Sawit. Dok. Ist

Menjawab permasalahan hilirisasi tersebut, Manajer Industri dan Perdagangan PT PEMA Sadikin Nugraha, SE. MBA mengungkapkan ada beberapa kendala saat melakukan pedalaman terkait ketersediaan bahan baku. 

“Perusahaan yang menghasilkan CPO, telah memiliki kontrak jangka panjang dengan industry dari luar Aceh. Jadi ini perlu perhatian dan pendekatan khusus agar kita dapat memiliki industry hilir terutama pengolahan minyak goreng,” kata Sadikun.

Dirinya menambahkan bahwa untuk saat ini, kita sedang berupaya mempersiapkan ekspor cangkang ke Jepang. “Dengan target mencapai 100 ribu ton dalam setahun melalui pelabuhan Krueng Geukuh, Lhokseumawe pada tahun 2025,” imbuhnya.

Diketahui total potensi produksi cangkang sawit di Aceh mencapai 800 ribu ton per tahun. “Nantinya pihak yang melakukan ekspor adalah anak perusahaan PEMA, yakni Global Servis (PGS yang fokus di bidang jasa dan perdagangan. Dari ekspor tersebut, keuntungannya akan kembali ke daerah dengan perkiraan kontribusi mencapai 7-8 persen,” beber dia. 

“Setelah tahap awal tersebut selesai, PT PEMA akan focus pada tahap berikutnya, yaitu membangun Industri Hilir Kelapa Sawit, dengan membangun pabrik minyak goreng,” imbuhnya lagi.

Baca Juga :

Artikel Terkait

Back to top button