5 Rekomendasi MTI terkait Impor KRL Commuter Line
Peremajaan armada KRL Commuter Line diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperbaiki kebijakan pengembangan sarana dan teknologi perkeretaapian Indonesia.
Konstruksi Media – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menaruh perhatian yang mendalam atas polemik peremajaan armada KRL yang akan dilakukan oleh PT Kereta Cepat Indonesia (KCI).
Untuk itu, MTI memberikan masukan rerkait rencana impor KRL Commuter Line tersebut, di antaranya :
Pertama, pelayanan publik untuk masyarakat luas terutama berkenaan
dengan layanan transportasi publik tetap harus diutamakan dengan tetap mengutamakan keselamatan. MTI dapat memahami rencana penghentian operasional sebagian armada KRL yang usia operasionalnya sudah puluhan tahun dan berkurang kehandalannya untuk menjaga keselamatan perjalanan KA.
“Namun demikian sangat perlu dihindarkan
terjadinya kekurangan armada operasional KRL dalam jumlah besar yang akan berakibat pada menurunnya kepasitas layanan KRL Commuter Line Jabodetabek serta menyebabkan tidak terangkutnya
pengguna KRL dalam jumlah besar,” kata Ketua MTI Tory Darmantoro kepada Konstruksi Media, Sabtu, (11/3/2023).
Kedua, MTI mendorong kepada para pemangku kepentingan untuk mempertimbangkan kebijakan-kebijakan jangka pendek sebagai berikut :
- Mendorong Pemerintah tetap memberikan dispensasi kepada KCI
untuk melakukan pembelian impor Barang Modal dalam keadaan
Tidak Baru (BMTB), dalam hal pengadaan tersebut untuk
kepentingan pelayanan publik yang bersifat mendesak dan
industri dalam negeri masih memerlukan waktu dan kesiapan
luntuk dapat memproduksinya. Armada KRL merupakan layanan
publik yang bersifat mendesak, sedangkan produksi armada baru
dari PT INKA masih memerlukan waktu yang cukup panjang. - Dispensasi pembelian impor tersebut dapat dibatasi dalam hal
jumlah dan periodenya, dalam hal ini hanya diberikan pada jumlah
tertentu sebatas untuk mengganti armada yang akan dihentikan
operasinya dan pada jangka waktu tertentu ketika produsen dalam
negeri (INKA) belum dapat menyediakan produk KRL baru yang siap beroperasi. - Pembelian KRL bekas tersebut nantinya sebelum dioperasikan
ataupun ketika telah beroperasi perlu direhabilitasi, diganti, atau
dilengkapi lagi komponen-komponen tertentunya dengan kandungan
lokal agar dapat meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri
(TKDN) hingga 40% dan memperbanyak penyerapan produksi
dalam negeri.
Yang ketiga, MTI mendorong kepada para pemangku kepentingan untuk segera menyusun Peta Jalan (Roadmap) Pengembangan Sarana dan Teknologi Perkeretaapian yang komprehensif.
“Penyusunan Peta Jalan ini harus melibatkan lintas sektoral seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Perindustrian, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional, bila diperlukan. Peta Jalan ini diperlukan untuk memperjelas arah dan tahapan pengadaan sarana dan pengembangan teknologi perkeretaapian yang diselaraskan dengan kemandirian dan kesiapan industri perkeretaapian dalam negeri, kapasitas sektor riset, inovasi, dan alih teknologi perkeretaapian, serta kesiapan dan kompetensi sumber daya manusia profesional perkeretaapian,” imbuhnya.
Menurutnya, keberadaan peta jalan lintas sektoral ini memungkinkan kesepahaman
dan sinergi yang lebih baik antarpemangku kepentingan dalam program pengembangan sarana dan teknologi perkeretaapian, termasuk juga harmonisasi rencana investasi perkeretaapian berteknologi tinggi
seperti KA Cepat dan MRT dengan kebijakan alih teknologi dan kemandirian industri dan riset perkeretaapian dalam negeri dalam jangka panjang.
Keempat, dalam jangka menengah, MTI mendorong kepada para pemangku kepentingan seperti Kemenhub, Kemen BUMN, dan Kemenperin untuk bersinergi mengawal rencana investasi sarana perkeretaapian oleh badan usaha sarana perkeretaapian agar sesuai dengan Peta Jalan yang telah ditetapkan.
“Hal ini mencakup pula solusi untuk mengatasi potensi dampak yang terjadi akibat kebijakan yang mengharuskan penggunaan sarana baru produksi dalam negeri, yaitu kenaikan biaya operasi badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian yang bisa berdampak pada kenaikan tarif ataupun besaran Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation/PSO), namun di sisi lain pengadaan aset baru memberikan kemanfaatan efisiensi biaya perawatan dan masa manfaat aset yang lebih panjang
bagi badan usaha penyelenggara sarana,” beber dia.
Sementara yang terakhir atau yang kelima, dalam jangka panjang MTI mendorong agar pemangku kepentingan membuat iklim industri yang lebih kompetitif dengan membuka peluang terciptanya industri baru perkeretaapian, khususnya industri perkeretaapian perkotaan agar semakin tercipta persaingan yang sehat dengan produk yang makin kompetitif.
“Kebutuhan sarana perkeretaapian perkotaan akan semakin meningkat tidak hanya karena pertumbuhan penduduk dan pertambahan mobilitas di aglomerasi
perkotaan, namun juga selaras dengan pembukaan kawasan perkotaan baru seperti pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN). Pengembangan infrastruktur KA perkotaan secara signifikan akan mampu memangkas subsidi BBM sebesar Rp 500 T yang selama ini digelontorkan oleh
Pemerintah, yang 60% porsinya diperuntukkan bagi sektor transportasi,” ucap Tory.
Lebih jauh, dia mengatakan bahwa pandangan dan masukan MTI atas polemik peremajaan armada KRL Commuter Line diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperbaiki kebijakan pengembangan sarana dan teknologi perkeretaapian Indonesia.
“Tentunya MTI berpengharapan agar para pihak yang berkepentingan dapat memperhatikan butir-butir masukan ini,” tandasnya.
Baca Artikel Selanjutnya :