Konstruksi Media – Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menyebut pelaku UMKM yang masuk dan terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) hingga akhir 2022 lalu baru berjumlah 34,5%.
Hal tersebut dikatakan oleh Kepala LKPP Hendrar Prihadi (Hendi) dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
Dia menuturkan, padahal Presiden Joko Widodo menginginkan agar para UMKM ikut terlibat dalam pembangunan, akan tetapi keterlibatan UMKM dalam PBJP belum maksimal.
“Pak Presiden mengharapkan UMKM dapat terlibat penuh dalam PBJP, minimal 40 persen yang ditargetkan dapat terlibat. Namun saat ini realisasinya sampai akhir 2022 masih 34,5 persen yang terlibat,” ungkap Hendi, Rabu, (11/01/2023).
Dia menjelaskan potensi transaksi belanja yang tercatat di Rencana Umum Pengadaan (RUP) 2022 mencapai Rp 400 triliun adalah belanja Produk Dalam Negeri (PDN). Dari hasil evaluasi LKPP di akhir 2022 mencatat dari Rp 410 triliun ada 78 persen yang merupakan PDN.
Baca Juga : LKPP Audiensi ke KPK, Mitigasi Pencegahan Korupsi Proses Pengadaan
“Peningkatan yang terhitung spektakuler adalah pada produk tayang di katalog elektronik yang tercatat mencapai 2,4 juta produk di akhir 2022, setelah sebelumnya hanya terdapat sekitar 52 ribu produk di awal 2022,” jelas dia menambahkan.
Hendi mengemukakan bahwa pemerintah menargetkan jumlah produk yang tayang di katalog elektronik bisa naik menjadi lima juta produk sampai akhir 2023, dengan rencana menambahkan beberapa pekerjaan konstruksi.
Sementara, Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP Setya Budi Arijanta mengatakan terkait sistem PBJP yang kerap jadi titik kritis potensi korupsi, perlunya integrasi data sejak perencanaan sampai dengan serah terima pekerjaan pengadaan.
Menurutnya, selama ini LKPP sudah berusaha membangun sistem yang berfungsi selayaknya pipa, tapi sayangnya belum banyak data yang bisa mengalir.
Setya menjelaskan, masih banyak transaksi yang terjadi di luar sistem, sehingga memicu masih banyak terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK di lapangan. Karena terjadi di luar sistem, transaksi-transaksi tersebut tidak dapat dipantau.
Untuk itu LKPP memerlukan dukungan dari KPK dan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait untuk mendorong komunikasi dengan K/L dan pemerintah daerah agar lebih kooperatif dalam mencatatkan transaksi belanja sesuai sistem yang sudah disediakan.
Baca Atikel Selanjutnya :