Tingkatkan K3LL, Beban Asuransi Hulu Migas Turun
Konstruksi Media – SKK Migas berupaya terus meningkatkan standar keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL). Selain berdampak positif pada operasional hulu migas agar penyelesaian proyek sesuai perencanaan, juga terciptanya pengembangan risk management yang semakin baik dan berkesinambungan.
Hal itu merupakan salah satu kesimpulan dari Focus Group Discussion (FGD) Arah Baru Industri Migas bertajuk ‘Peran Asuransi Dalam Mendukung Industri Hulu Migas yang diselenggarakan SKK Migas bekerjasama dengan Energy Watch’ digelar secara virtual pada Rabu (14/7) kemarin.
Kepala Divisi Strategi Bisnis, Manajemen dan Perpajakan SKK Migas Eka Bhayu Setta mengatakan, kegiatan industri hulu migas Indonesia bukan sunset industri tetapi akan terus berkembang seiring adanya target produksi 1 juta BOPD minyak dan 12 MMSCFD gas pada tahun 2030 yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan energi nasional.
- ATI Sebut 3.020 Km Jalan Tol Indonesia Siap Menyambut Nataru 2024/2025
- Hutama Karya Garap Pembangunan Gedung Pelayanan Kanker Terpadu di Manado
- Bertemu Delegasi JICA, Kementerian PU Pinta Percepat Proyek Jakarta Sewerage System
Untuk mendukung capaian target itu, kata Eka, aktivitas eksplotasi dan produksi akan meningkat, sehingga pihaknya harus memastikan adanya kolaborasi dan sinergi antara SKK Migas dengan KKKS serta industri asuransi terus meningkat dan memiliki persepsi yang makin baik.
“Peningkatan kegiatan hulu migas tentunya akan turut meningkatkan kebutuhan terhadap jaminan asuransi, sehingga akan membutuhkan tambahan biaya asuransi. Pengelolaan operasional dan keselamatan hulu migas yang baik serta risk management yang berkesinambungan serta penerapan good engineering practice diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kualitas risiko dan berdampak pada premi asuransi yang lebih efisien,” ujar Eka dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis (15/7/2021).
“Kami bersyukur dapat menyakinkan kepada kawan-kawan asuransi bahwa industri hulu migas standar pengelolaan dan keselamatan terus meningkat. Dampaknya premi yang dikenakan menjadi semakin kompetitif dan mendukung daya saing industri hulu migas,” lanjutnya.
Sementara itu, Deddy Andrian yang mewakili PHE menyampaikan bahwa asurans berfungsi dalam mitigasi resiko, kuncinya tetap bagaimana menjaga operasional hulu migas memenuhi standar yang tinggi dan terjaga dengan baik.
“K3LL harus dijaga karena menjadi faktor utama untuk menekan suatu kejadian negative yang berpotensi terjadi. Jika kita bisa menjaga dengan baik, maka risiko menjadi lebih rendah, dan dampaknya biaya asuransi menjadi lebih kecil. Target kami bukan meningkatkan klaim asuransi, tetapi justru bagaimana agar tidak ada klaim,” kata Deddy.
Narasumber dari Jasindo, selaku leader konsorsium asset dan proyek konstruksi, dan AAUI memiliki pendapat yang sama bahwa pelaksanaan keselamatan kerja dan pengelolaan aset hulu migas terus membaik sehingga pihak asuransi memberikan penilaian resiko yang rendah.
Direktur Bisnis Strategi JASINDO Syah Amondaris mengatakan, biaya asuransi di industri hulu migas terus menurun, yang menunjukkan makin rendahnya exposure resiko di sektor ini.
”Sebagai contoh biaya asuransi dalam pekerjaan pengeboran dan pemeliharaan sumur kecenderungannya terus menurun. Di tahun 2012, biaya asuransi untuk pekerjaan pemboran sumur mencapai rata-rata sekitar Rp 70 juta, di tahun 2020 menjadi rata-rata kurang dari Rp 20 juta per sumur. Untuk pekerjaan pemeliharaan jika di 2012 masih berada rata-rata diatas Rp 30 juta, di tahun 2020 sudah kisaran Rp 20 juta,” ungkapnya.
Wakil Ketua Bidang Pemasaran Asuransi AAUI Diwe Novara menyampaikan bahwa bisnis asuransi di sektor hulu migas masih besar, karena saat ini kemampuan perusahaan asuransi nasional dalam konsorsium di hulu migas hanya mampu meng-cover nilai aset sampai US$ 4 miliar, sedangkan potensinya sekitar US$ 38 miliar.
“Ada persyaratan ketat dari otoritas jasa keuangan (OJK), salah satunya porsi maksimal pembiayaan asuransi di hulu migas adalah 10% dari kemampuan perusahaan asuransi. Program meningkatkan produksi 1 juta barrel minyak dan 12 BSCFD gas di tahun 2030 adalah peluang bagi industri asuransi nasional agar jangan sampai justru perusahaan re-asuransi di luar negeri yang lebih banyak menikmati,” kata Diwe.
Diberitahukan bahwa SKK Migas akan mendorong asuransi nasional untuk dapat memanfaatkan peluang peningkatan produksi dimasa yang akan datang.
Acara virtual yang diikuti oleh perusahaan hulu migas, perusahaan asuransi dan media ini menghadirkan narasumber dari SKK Migas, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), Pertamina Hulu Energi (PHE) dan perwakilan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Kegiatan FGD dibuka oleh Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief S. Handoko.***