
Konstruksi Media – Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi kunci mengembalikan kejayaan industri manufaktur Indonesia di tengah dinamika tarif balasan global atau disebut resiprokal global yang dicanangkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trumph.
Hal tersebut disampaikan oleh salah satu peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ir Arman Hakim Nasution MEng.
Arman yang juga Ketua Pusat Studi Pengembangan Industri dan Kebijakan Publik (PIKP) ITS ini dalam Board of Expertise Note Pengurus Pusat Ikatan Alumni (PP IKA) ITS, mengatakan TKDN bukan sekadar aturan, melainkan jembatan menuju substitusi impor dan kemandirian ekonomi.
“TKDN adalah konsep penguatan industri, tetapi implementasinya harus fleksibel dan seimbang dengan hilirisasi,” terangnya, beberapa waktu lalu, (21/04/2025).
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sebelum reformasi 1998, industri manufaktur tumbuh pesat hingga 13 – 14 persen dan mendorong ekonomi nasional naik ke 7 persen. Setelah reformasi, pertumbuhan manufaktur melambat ke angka 3 persen, menurunkan pertumbuhan ekonomi ke kisaran 5 – 6 persen.
“TKDN hadir untuk melindungi industri dalam negeri, serupa dengan kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan oleh negara maju seperti AS,” paparnya.

Arman yang juga Dosen Departemen Manajemen Bisnis ITS ini menjelaskan bahwa biaya modal yang tinggi dan hambatan mafia bisnis serta politik, termasuk pengaruh negara donor, menjadi kendala utama dalam menyukseskan TKDN. Ia mencontohkan hilirisasi Freeport, di mana tingkat 3 dan 4 yaitu industri perakitan belum siap, meskipun tingkat 1 dan 2 yaitu bahan mentah telah berjalan lancar.
Di tengah tekanan geopolitik, terutama kebijakan tarif balasan atau resiprokal 32 persen dari AS di era Presiden Trump, Arman menekankan pentingnya negosiasi berbasis kesetaraan.
“Jangan ikuti gendang AS. Mengurangi ketergantungan pada barang impor menjadi krusial agar martabat bangsa tidak tergadaikan,” tegas Arman merujuk ketergantungan 90 persen bahan baku farmasi dari impor.
Dewan Pakar ICSB Asia Chapter itu mengusulkan sejumlah solusi mitigasi, antara lain meningkatkan impor pangan seperti gandum dan kedelai melalui skema pemerintah untuk pemerintah, menegakkan regulasi anti-dumping yakni mengenakan bea masuk untuk barang dumping atau barang yang dijual ke luar negeri dengan harga yang lebih murah.
Selain itu, Arman yang juga Dewan Pakar PP IKA ITS mendorong relaksasi kebijakan seperti Dana Hasil Ekspor (DHE) untuk Freeport dan impor etanol, sambil memperkuat TKDN yang transparan.
“Sehingga nantinya dapat menjadi strategi Indonesia dalam menghadapi tarif resiprokal 32 persen dari AS,” ungkap Arman.
Dirinya optimistis, dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat menghadapi tantangan global sembari memperkuat kemandirian ekonomi.
“Dengan kreativitas dan kerja sama dalam konteks Indonesia Incorporated, tidak ada masalah yang sulit, asal martabat bangsa ditegakkan,” tutupnya.
Baca Juga :
ITS Gagas Konsorsium AI untuk Pertanian Cerdas dan Berkelanjutan
Gandeng BPBD Jatim, Dosen ITS Ajak Masyarakat Tingkatkan Kesadaran Mitigasi Tanah Longsor
Dosen ITS Berhasil Inovasikan Tingkat Keselamatan Pejalan Kaki