Tak Lagi Terima PNM, IJP KUR PT Askrindo dan PT Jamkrindo Bakal Dikaji Ulang
Konstruksi Media – Tingkat imbal jasa penjaminan (IJP) kredit usaha rakyat (KUR) pada PT Askrindo dan PT Jamkrindo sebesar 1,175% dinilai belum sesuai dengan risiko yang menyertai. Hal itu disampaikan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Kartika Wirjoatmodjo dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, baru-baru ini.
Pemerintah disebut berencana mengkaji ulang besaran IJP seiring dengan potensi memburuknya portofolio restrukturisasi KUR, apalagi kedua entitas penjaminan itu tidak lagi menerima penyertaan modal negara (PMN).
“IJP KUR sendiri ditujukan untuk mendukung pelaksanaan program KUR dalam bentuk subsidi pemerintah. Subsidi yang dimaksud adalah berupa imbal jasa penjaminan yang dibayarkan kepada perusahaan penjaminan dalam rangka kegiatan usaha penjaminan,” ujar Kartuka dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (20/9/2021).
- Pemerintah Susun RKP Tahun 2026, Jalani Program Prioritas
- Hadiri Rakorbangpus Kementerian PPN/Bappenas, Sekjen PU: Siap Dukung Pembangunan Nasional
- Menteri Dody dan Gubernur Sulbar Bahas Dukungan Irigasi untuk Swasembada Pangan
Kartika menuturkan, pemerintah melihat adanya perkembangan peristiwa tidak terduga dan sangat langka (black swan), namun mesti diantisipasi. Dalam hal ini, IJP KUR sebesar 1,175% dirasa belum cocok jika dihadapkan dengan adanya restrukturisasi KUR besar-besaran akibat Covid-19.
“Sekarang ada POJK 48/2020 yang menahan NPL lancar, tapi kalau POJK 48/2020 diambil maka NPL bisa naik. Kalau NPL KUR naik maka IJK 1,175% itu tidak cukup. Nah itu terus kita simulasi statistiknya. Kita sedang bicara dengan Kemkeu jika NPL KUR ini meningkat, maka IJP KUR harus naik. Ini terus berjalan dikelola agar kesehatan membayar klaim tepat sasaran,” katanya.
Terpisah, Direktur Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN) Kemenkeu Rionald Silaban menyampaikan, Askrindo dan Jamkrindo tidak masuk dalam rencana pemerintah di tahun depan. Pemerintah menyerahkan penguatan struktur keuangan dua entitas penjaminan itu kepada holding asuransi dan penjaminan yakni PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) atau Indonesia Financial Group (IFG).
“Jamkrindo dan Askrindo tidak ada di dalam cadangan pembiayaan investasi (2022) karena apa yang sedang dilakukan itu merupakan bagian dari BPUI. Kami meminta BPUI melakukan restrukturisasinya secara internal,” kata Rionald saat Rapat Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan Dalam Rangka Pembahasan RUU APBN TA 2022 bersama Badan Anggaran DPR RI, belum lama ini.
Sementara itu, Anggota Badan Anggaran DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Ecky Awal Mucharam pun menilai pemerintah mulai mengabaikan gearing ratio dari Askrindo dan Jamkrindo. Padahal, kata Ecky, pemerintah dan DPR sudah sejak lama berkomitmen untuk terus menjaga struktur permodalan dari kedua entitas tersebut. Termasuk jika melihat kondisi KUR yang direstrukturisasi dan berpotensi bermasalah di kemudian hari.
“Itulah kekhawatiran kita bersama di Banggar ini ketika dia menjadi anak perusahaan BPUI, maka dalam tanda petik mereka terdilusi dengan kepentingan-kepentingan lainnya, di situ ada anak usaha yaitu Jiwasraya dan lainnya. Padahal Jamkrindo dan Askrindo ini warisan yang terus kita jaga, setiap tahun kita kasih minimal Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun,” ucap Ecky.
Le ih lanjut Ecky menambahkan, pihaknya berharap setidaknya Askrindo dan Jamkrindo mendapat jatah melalui cadangan pembiayaan investasi di tahun 2022. “Itu perjuangan kita semua, (sekarang) kita menjadi abai. Kalau kita serahkan kesana (BPUI) semua, aduh, kan bisa juga kita berikan (cadangan pembiayaan investasi) kepada Jamkrindo dan Askrindo untuk kebutuhan KUR. Risiko peningkatan kol dari kredit KUR itu meningkat seiring dengan Covid-19 ini,” tandasnya.
Sebagai informasi, Rapat Banggar DPR RI antara lain menyepakati besaran pembiayaan utang dalam APBN tahun 2022 sebesar Rp 973,5 triliun. Terdiri dari utang SBN sebesar Rp 991 triliun, pinjaman dari dalam dan luar negeri sebesar Rp 65,2 triliun, dan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri Rp 83 triliun.
Dikutip dari Investor Daily, pihaknya telah mencoba menghubungi pihak IFG dan anak usaha untuk melakukan konfirmasi lebih lanjut namun hasilnya nihil. Sebaliknya, mengutip data IFG, Askrindo dan Jamkrindo sebenarnya telah ditargetkan untuk melakukan penjaminan terhadap 73,7 juta penerima/debitur KUR, yang diantaranya menyerap 141,5 juta tenaga kerja hingga tahun 2024. Hal itu menjadi bagian rencana atas penyertaan modal negara (PMN) yang telah disetorkan pada tahun buku 2020.
Sampai dengan Juli 2021, Askrindo mencatat 24,6 juta penerima KUR telah dijamin, berikut 45,7 juta tenaga kerja terserap dari UMKM yang dijamin. Sedangkan terdapat 18,5 juta penerima KUR yang dijamin oleh Jamkrindo dan ada 25,5 juta tenaga kerja terserap dari jumlah UMKM yang dijamin tersebut. Catatan IFG, total ada 36,9 juta penerima KUR dan 61,3 tenaga kerja terserap dari penjaminan yang dilakukan oleh Askrindo dan Jamkrindo.
Sementara itu, data Kemko Perekonomian mencatat realisasi KUR sejak awal tahun sampai 25 Juli 2021 terus meningkat menjadi sebesar Rp 143,14 triliun, yang disalurkan kepada 3,87 debitur. Nilai itu mencapai 56,58% dari target penyaluran di 2021 yaitu sebesar Rp 253 triliun.
Total outstanding KUR sejak Agustus 2015 adalah sebesar Rp 283 triliun dengan rasio NPL relatif rendah sebesar 0,88%. Penyaluran KUR selama 2021 berdasarkan jenis yaitu KUR Super Mikro sebesar 4,51%, KUR Mikro sebesar 60,92%, KUR Kecil sebesar 34,55%, dan KUR penempatan TKI sebesar 0,02%. Penyaluran KUR pada 2021 telah mendekati pola normal sebelum pra-Covid dengan rata-rata penyaluran sebesar Rp 21,84 triliun per bulan.
“Peningkatan demand KUR yang signifikan disebabkan antara lain karena mulai pulihnya perekonomian dan juga karena suku bunga KUR yang rendah, yaitu hanya 3%. Pemerintah juga memberikan tambahan subsidi bunga KUR sebesar 3%,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melalui siaran pers, akhir Juli 2021 lalu.
Di sisi lain, Himpunan Bank Negara (Himbara) sendiri mencatat realisasi penyaluran KUR sampai dengan Juli 2021 mencapai Rp 137,55 triliun dari kuota mencapai Rp 257,40 triliun. Dengan rincian realisasi BRI sebesar Rp 97,76 triliun, Bank Mandiri sebesar Rp 22,50 triliun, BNI sebesar Rp 17,16 triliun, dan BTN sebesar Rp 118 miliar.
Sedangkan portofolio KUR yang direstrukturisasi Himbara sampai Juli 2021 mencatatkan outstanding sebesar Rp 34,12 triliun terhadap 1,32 juta debitur. KUR berkontribusi 8,45% dari outstanding dan mencakup 40,85% dari jumlah debitur yang direstrukturisasi.
BRI mencatatkan outstanding KUR direstrukturisasi Rp 18,51 triliun terhadap 1,15 juta debitur. Bank Mandiri memiliki outstanding KUR direstrukturisasi sebesar Rp 8,96 triliun bagi sekitar 155 ribu debitur. Untuk BNI, mencatatkan outstanding restrukturisasi KUR senilai Rp 6,63 triliun terhadap sekitar 42 ribu debitur. Serta outstanding KUR direstrukturisasi BTN sebesar Rp 25 miliar kepada sebanyak 186 debitur.***