News

Sentuhan Inovasi Modern Dalam Bangunan Heritage

Memugar bangunan cagar budaya tak mesti sesuai material asli. Butuh sentuhan inovasi modern guna melanggengkan usia bangunan heritage.

Konstruksi Media – Dalam majalah Konstruksi Media edisi ke Juni-Juli 2024, mengulas secara tuntas dan mendalam mengenai Bangunan Gedung Cagar Budaya (Cagar Budaya/Heritage). Pasalnya bangunan cagar budaya berbeda dengan bangunan biasa lainnya, butuh perlakuan khusus, mengingat usaia yang sudah lebih dari setengah abad bahkan lebih dari 100 tahun.

Hingga kini banyak bangunan heritage yang tetap berdiri dan masih digunakan. Seperti halnya Museum Bahari yang berlokasi di kawasan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, kini berdiri kokoh. Bangunannya kembali bersinar. Padahal, bangunan yang didirikan VOC sejak 1652 hingga 1771 itu sempat mengalami kebakaran hebat pada Selasa, 16 Januari 2018, hal itu dikatakan oleh Kepala Museum Bahari Mis Ari.

Kepala Museum Bahari DKI Jakarta Mis’Ari. Dok. Ist

Dia bercerita, kala itu, Si Jago Merah melumat sebagian kompleks bangunan yang sejak tahun 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari tersebut. Sebagian koleksi museum pun turut hangus terbakar. Saat itu, kebakaran melanda bangunan Blok A3, C2, dan C3. Usai kebakaran, Pemprov DKI  Jakarta kembali melakukan renovasi agar kompleks bangunan yang di masa VOC difungsikan sebagai gudang tempat penyimpanan aneka rempah-rempah, kopi, tekstil, dan teh tersebut, kembali seperti sedia kala. Bukan pekerjaan mudah dan ringan, mengingat usia bangunan yang sudah amat tua.

Namun, usai renovasi, persoalan baru muncul. Bagian cat dan plesteran dindingnya cepat mengalami kerontokan.

“Secara kasat mata bagian dinding bangunan bekas kebakaran tampak berbeda dengan dinding bangunan lainnya yang tidak mengalami kebakaran. Dinding bangunan bekas kebakaran cat dan plesterannya cepat rontok dan semakin cepat tumbuh garamnya,” kata Mis Ari, yang menjabat sebagai Kepala Museum Bahari pada 2020 atau pasca kebakaran.

Musem Bahari Alami Insiden Kebakaran. Dok. Liputan6

Unutk itu pihaknya membuka pintu bagi siapapun untuk melakukan kajian guna mencari dan membuat formula yang tepat untuk kasus di Museum Bahari.

“Kami membuka pintu bagi siapapun, baik kalangan akademisi maupun perusahaan yang memiliki interest untuk membuat uji sampel dan menemukan formula yang tepat untuk kasus tembok di Museum Bahari,” katanya.

Kasus serupa pun terjadi di Gedung AA Maramis yang berlokasi di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Sebagaimana diungkap Nur Syamsul Rijal, mantan Project Manager (PM) Pemugaran Gedung Cagar Budaya AA Maramis dari PT Adhi Karya (Persero) Tbk, tidak sampai satu tahun gedung yang dibangun pada 1828 tersebut, bagian plester dan cat di lantai satu sudah mengeluarkan jamur, garam, dan warnanya sudah kekuningan.

Padahal, bagian eksterior lantai satu, interior dan eksterior di lantai dua dan tiga yang menggunakan plesteran dari merek berbeda, tetap utuh sampai sekarang ini atau dua tahun setelah diserahterimakan kepada Kementerian Keuangan selaku pemilik dari Gedung AA Maramis.

“Tak sampai satu tahun, plesteran dan cat di bagian interior lantai satu sudah berwarna kekuningan, berjamur, dan terdapat garam,” kata Rijal kepada Konstruksi Media.

Memugar atau merenovasi bangunan cagar budaya (heritage) memang berbeda dengan bangunan biasa. Apalagi jika usianya sudah ratusan tahun. Selain ada regulasi khusus yang mengaturnya yaitu UU No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, material yang digunakan untuk mendirikan bangunan tersebut bisa jadi kini sudah tidak diproduksi lagi.

Butuh Sentuhan Modern

Arsitek sekaligus Konsultan Perencana Tim Ahli Pemugaran Bangunan Heritage, Danang Triratmoko tegas menyatakan bahwa pemugaran atau renovasi bangunan cagar budaya mutlak membutuhkan sentuhan modern. Terutama pada bangunan yang masih difungsikan atau living monument.

Tujuan utamanya adalah agar bangunan heritage tersebut bisa lestari dan berkelanjutan (sustainable), tanpa menanggalkan unsur keasliannya. Sebab, katanya, living monument merupakan bangunan cagar budaya yang masih difungsikan hingga sekarang ini.

Ilustrasi seorang pekerja bangunan sedang mengerjakan bangunan cagar budaya. Dok. Ist

Ia mencontohkan gedung-gedung tua yang hingga sekarang ini masih difungsikan sebagai perkantoran, pemukiman, tempat ibadah, museum, benteng, dan sebagainya.

“Sebagai living monument, bangunan itu tentu akan terus menyesuaikan dengan kebutuhan. Ada perubahan fungsi semisal toilet, tadinya tidak ada tangga kebakaran sekarang harus ada tangga kebakaran atau tangga darurat untuk jalur evakuasi, pakai penyejuk ruangan (AC), penambahan ruangan, dan sebagainya,” kata Danang, jebolan Arsitek ITB.

“Sentuhan modern dengan membenamkan berbagai inovasi, mutlak dibutuhkan dalam renovasi dan pemugaran bangunan cagar budaya. Tujuan utamanya adalah memperpanjang usia dari bangunan heritage itu sendiri,” sambungnya.

E-magz Konstruksi Media. dok. Ist

Menurut Danang, dalam hal melakukan pemugaran bangunan cagar budaya, seorang arsitek tetap akan berpedoman pada UU No 11 tahun 2010 tentang CagarBudaya dan Permen PUPR No 19 tahun 2021 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya (BGCB) yang Dilestarikan.

“Dengan berpedoman pada dua regulasi tersebut, maka BGCB yang tengah dipugar akan tetap terjaga keasliannya dan juga andal,” kata Danang.

Untuk membaca lebih detail silahkan membacanya di E-Magz Konstruksi Media : https://bit.ly/KM_MAGZ_EDISI_11_2024

Artikel Terkait

Back to top button