Konstruksi Media – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, menyambut baik usulan pembangunan rumah berbasis komunitas yang diajukan oleh Lembaga Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Indonesia (LP P3I) atau The Housing and Urban Development (HUD) Institute Indonesia dalam rapat bersama anggota HUD Institute di Jakarta, Jumat (3/1/2025).
“Bagaimana jika entitas struktur negara di tingkat bawah, seperti Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW), difungsikan menjadi kelompok ekonomi masyarakat? Ini bisa mencakup pembangunan rumah berbasis komunitas, sejalan dengan konsep gotong royong,” ujar Fahri.
Fahri menjelaskan bahwa RT dan RW juga dapat berperan sebagai pendamping dalam pembangunan atau perbaikan rumah layak huni, termasuk penyediaan sanitasi dan pengelolaan sampah.
“Khususnya di desa-desa, masih banyak rumah yang belum layak huni karena tidak memiliki fasilitas sanitasi yang memadai. Oleh karena itu, peningkatan kualitas rumah menjadi layak huni yang sehat harus menjadi bagian dari Program Tiga Juta Rumah,” tambahnya.
Lebih lanjut, Fahri menyatakan bahwa Kementerian PKP selalu terbuka untuk menerima berbagai usulan dalam menyusun formula penyediaan hunian layak bagi masyarakat. “Pada akhirnya, kita akan menyusun aturan yang komprehensif agar ini menjadi inovasi dari Presiden Prabowo untuk rakyat, sehingga jalan menuju hunian layak semakin terbuka,” katanya.
Sementara itu, Dewan Pakar HUD Institute, Encep R. Marsadi, mengungkapkan bahwa konsep perumahan berbasis komunitas dirancang dengan memperhatikan peran besar masyarakat dalam penyediaan hunian.
“Rumah yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat merupakan penyumbang terbesar dalam penyediaan perumahan nasional, yakni sekitar 82,68% menurut data BPS 2022. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kontribusi perumahan yang dibangun oleh swasta sebesar 10-17% dan pemerintah sebesar 5-10%,” jelas Encep.
Namun, Encep juga menyoroti bahwa banyak rumah swadaya belum memenuhi kriteria teknis, seperti berada di kawasan ilegal atau kumuh serta tidak memiliki sanitasi. “Oleh karena itu, diperlukan pendampingan dari pemerintah untuk membantu masyarakat,” tegasnya.
Encep juga memberikan contoh keberhasilan pembangunan perumahan berbasis komunitas, salah satunya di Perumahan Komunitas Penggembala Kerbau Rawa di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. “Konsepnya adalah lahan disediakan oleh masyarakat yang tergabung dalam komunitas dan desa, sementara pembangunannya dibantu pemerintah melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS),” ujarnya. (***)