Kawasan

Proyek Sarinah Tak Jadi Tuntas Tahun Ini, Erick Minta Maaf

Konstruksi Media – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta maaf atas kemungkinan terlambatnya proyek revitalisasi gedung Sarinah, di Jakarta Pusat.

Menurutnya,  peresmian dan pembukaan kembali Gedung Sarinah pasca-renovasi diundur ke awal 2022.

“Mohon maaf yang tadinya mau 10 November 2021 sepertinya akan tertunda atau delay lagi, baru awal tahun depan karena kondisi Covid-19,” ujar Erick dalam sebuah diskusi virtual, kemarin.

Erick mengungkapkan, proyek revitalisasi gedung Sarinah dilakukan untuk mewujudkan rumah budaya Indonesia sebagaimana dicita-citakan Presiden RI pertama, Soekarno.

“Sarinah kami ubah, ada offline-nya tapi nanti pelan-pelan online-nya sinergi saja. Untuk offline-nya, kami mau Sarinah menjadi rumahnya budaya Indonesia, tahun 1960 hal ini yang dicita-citakan oleh Presiden Soekarno,” katanya.

Ke depan, ungkap Erick, Sarinah akan menjual dan memasarkan produk atau merek lokal. Namun Sarinah juga harus memiliki kanal pemasaran di luar negeri dengan menjalin kerja sama dengan ritel bebas cukai atau duty-free ternama dunia Dufry.

Dufry merupakan perusahaan terkemuka di bidang travel ritel dengan lebih dari 2.400 gerai di 400 lokasi di dunia.

“Dalam penandatanganan perjanjian kerja sama dengan Dufry kita minta 10 produk Indonesia mereka harus jual, apakah itu kopi, teh, cokelat dan sebagainya. Dan ini tentunya dikurasi,” ungkapnya.

Dalam proyek revitalisasi gedung Sarinah ini, PT Wijaya Karya melalui Wika Realty menjadi kontraktor pelaksana. Di gedung Sarinah ini, terdapat salah satu cagar budaya, yakni patung relief sehingga bentuk bangunan asli termasuk karya seni rupa patung relief akan dijaga keasliannya.

Proses renovasi keseluruhan Gedung Sarinah yang telah dimulai sejak akhir Juli 2020 ditargetkan selesai pada November 2021. Proses pemugaran tersebut diperkirakan membutuhkan biaya sekitar Rp 700 miliar.

Pada masanya,  Sarinah merupakan salah satu proyek mercusuar Bung Karno, selain Monumen Nasional (Monas), Stadion Gelora Bung Karno (GBK), dan Hotel Indonesia.

Sarinah sendiri diresmikan tanggal 15 Agustus 1966. Gedung yang terdiri dari 15 lantai tersebut memiliki tinggi 74 meter, menjadikannya sebagai bangunan pencakar langit pertama di Indonesia.

Biaya pembangunannya berasal dari dana pampasan perang atau kompensasi dari pemerintah Jepang sebagai konsekuensi atas penjajahannya di Indonesia.

Nama Sarinah diambil dari nama salah seorang pengasuh Presiden Soekarno di masa Kecil.

Bung Karno mengaku sangat mengagumi wanita tersebut, yang mengajarkannya cinta kasih pada sesama termasuk rakyat jelata.

Sesuai dengan tokoh Sarinah yang mengajarkan Soekarno untuk menyayangi rakyat kecil, Mal Sarinah memberi ruang bagi pengusaha mikro, kecil, dan menengah.

Di awal pembukaannya, hanya tiga lantai saja yang diperkenalkan pada masyarakat. Lantai I menyediakan perlengkapan wanita dan pria, perlengkapan listrik dan penerangan.

Di lantai II tersedia barang-barang tekstil, konvensi, dan mainan anak. Sementara lantai III berisi perlengkapan rumah tangga dan alat tulis. Sarinah juga menyediakan barang makanan serta bumbu dapur.

Dengan segala kelengkapannya, Soekarno pada waktu itu menyebut Mal Sarinah sebagai “Toko Serba Ada”.

Dalam perjalannya, Sarinah mengalami pasang surut. Bahkan tahun 1984, gedung tersebut pernah mengalami kebakaran.

Direktur Utama PT Sarinah (Persero), Fetty Kwartati mengatakan, revitalisasi gedung Sarinah akan mengikuti aturan cagar budaya. Status gedung Sarinah diusulkan sebagai cagar budaya pada 2016 oleh Tim Ahli Cagar Budaya Jakarta.

Menurut Fetty, perubahan yang akan dilakukan saat pemugaran, antara lain, akan dibangun kolam pantul yang menampilkan sejarah gedung Sarinah.

Tangga akan menjadi ampiteater. Museum Sarinah juga akan dibangun untuk menampilkan momentum-momentum dari tahun 1960-an.

Ia berharap, aspek historis Gedung Sarinah akan menjadi daya tarik bagi masyarakat. ***

Artikel Terkait

Leave a Reply

Back to top button