
Konstruksi Media – Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri tengah menyelidiki dugaan korupsi di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menyebabkan mangkraknya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 di Kalimantan Barat. Akibat proyek yang terbengkalai ini, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp1,2 triliun.
“Saat ini masih dalam tahap penyelidikan awal, sehingga belum dapat dikonfirmasi lebih lanjut,” ujar Wakil Kepala Kortastipidkor Polri, Brigadir Jenderal Arief Adiharsa, dikutip dari situs resmi Tipidkor Polri.
Polisi telah memanggil dan memeriksa sejumlah pejabat PLN Pusat pada 3 Maret 2025 terkait kasus ini. Penyalahgunaan wewenang dalam proyek PLTU 1 Kalbar ditengarai menjadi penyebab utama kegagalan proyek yang sudah mangkrak sejak 2016.
Menurut Brigjen Arief, kasus ini bermula dari proses lelang proyek PLTU 1 Kalbar berkapasitas 2×50 MW yang menggunakan anggaran PT PLN (Persero). Lelang yang berlangsung pada 2008 dimenangkan oleh konsorsium KSO BRN, meskipun belakangan diketahui bahwa perusahaan tersebut tidak memenuhi persyaratan prakualifikasi dan evaluasi teknis.
“Pada 11 Juni 2009, kontrak senilai USD80 juta dan Rp 507 miliar—atau setara dengan Rp1,2 triliun berdasarkan kurs saat ini—ditandatangani antara RR sebagai Direktur Utama PT BRN dan FM selaku Direktur Utama PT PLN,” jelasnya.
Setelah memenangkan lelang, KSO BRN mengalihkan seluruh pekerjaan kepada dua perusahaan asal Tiongkok, PT PI dan QJPSE. Namun, pembangunan yang dikerjakan pihak ketiga tersebut tidak mencapai target yang ditetapkan. Akibatnya, sejak 2016 proyek PLTU ini dinyatakan mangkrak dan tidak dapat dimanfaatkan.
Kasus ini menjadi perhatian publik mengingat besarnya nilai proyek dan dampaknya terhadap sektor energi di Kalimantan Barat. Penyelidikan terus dilakukan guna mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab serta memastikan langkah hukum lebih lanjut. (***)