AsosiasiNews

PII Sebut Peran Penting SDM Insinyur Dalam Kemajuan Bangsa

Reindustrialisasi bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan agenda strategis untuk membangun masa depan Indonesia yang berdaya saing.

Konstruksi Media – Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Ilham Akbar Habibie menyebut peran Sumber Daya Manusia (SDM) sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa.

“Percuma kalau punya uang [segudang] tidak akan bisa [berkembang industrinya] kalau tidak ada SDM,” ungkap Ilham dalam diskusi dengan Forum Pemred, (22/04) malam di Graha Rekayasa Industri, Sekretariat PII Pusat Jakarta.

“Contohnya negara-negara di Timur Tengah mereka banyak sekali uangnya, lalu apakah mereka punya industry? Kita langsung bisa jawab nggak. Nggak ada, yang susah karena dia nggak punya orang [SDM]. Yang penting adalah manusia. Yang penting adalah orang yang punya keahlian, diantaranya insinyur,” tambahnya.

Dia menegaskan, jika dilihat insinyur sangat erat kaitannya dengan kemajuan sektor industri di suatu negara. Tanpa adanya insinyur, sangat sulit membayangkan adanya industri di negara tersebut.

“Inilah mengapa kita di PII menekankan perlu mendorong adanya reindustrialisasi. Itu penting sekali untuk membawa negara kita menjadi maju,” jelasnya.

Pekerja Konstruksi SDM
Ilustrasi Pekerja Konstruksi. Dok. Ist/Konstruksi Media

Sebagaimana yang dicitakan bersama bahwa Indonesia memiliki tujuan tahun 2045 akan menjadi Indonesia Emas. Tapi sekali lagi mana ada negara maju di dunia ini tanpa ada industri.

“Satu hal yang saya ingin tekankan, kaya tidak sama dengan maju. Kita lihat negara teluk atau negara arab, mereka kaya, maju? Mungkin tidak. Bayangkan kalau mereka tidak punya cadangan minyak, mungkin mereka menjadi negara terbelakang,” ucapnya.

Menurut Ilham Habibie, kemajuan suatu bangsa itu bukan [dipundak] beberapa orang saja, tapi [dipundak] satu negara, satu bangsa harus mendukung itu.

Kemajuan itu Merupakan Demografi 

Kemajuan suatu bangsa tak lepas dari kekuatan demografinya, dan Indonesia saat ini berada dalam momen emas yang langka yaitu bonus demografi. Dengan mayoritas penduduk berada pada usia produktif, Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk melesat menjadi kekuatan ekonomi global, asal mampu mengelola dan memberdayakan sumber daya manusianya secara tepat dan berkelanjutan.

“Negara maju itu biasanya memiliki masyarakat kelas menengah yang ‘tebal’. Kita di Indonesia dalam 5 tahun lalu mengalami penurunan [masyarakat] kelas menengah, dari 23% menjadi 18%. Kurang lebih hampir 10 juta masyarakat Indonesia ‘pamit’ dari kelas menengah,” ungkapnya miris.

Banyaknya masyarakat kelas menengah yang turun menjadi masyarakat kecil [miskin], apakah itu pertanda yang baik? “Menurut saya tidak,” kata Ilham Habibie.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga mendorong reindustrialisasi dengan gaya mereka sendiri. Itu karena di AS juga mengalami kehilangan masyarakat kelas menengahnya.

Itulah mengapa saat ini AS tengah berupaya membawa kembali industri-industri yang sebelumnya telah di outsourcing ke luar negeri. “Ini sekaligus menjadi salah satu contoh nyata dari pentingnya reindustrialisasi,” paparnya.

Ilham menuturkan, pendekatan yang saat ini digunakan AS banyak menimbulkan perdebatan terutama soal keadilan dan dampaknya terhadap mitra dagang. Akan tetapi, jelas Ilham Habibie, filosofi di baliknya tetap relevan yaitu negara tidak bisa menjadi kuat tanpa industri yang kuat.

“Kalau kita Analisa mengapa itu terjadi? Karena Amerika Serikat pun mau reindustrialisasi, karena dia mau mengembalikan industri yang tadinya sudah keluar, yang mau seolah-olah, caranya mungkin kita tidak sepakat gitu ya, tapi filosofi di bagian itu adalah reindustrialisasi,” imbuh Ilham.

Amerika Serikat, kata Ilham Habibie menyadari bahwa tanpa fondasi industri yang kokoh, keberlangsungan kekuatan nasional menjadi rapuh. Melalui penerapan kebijakan tariflah Trump berupaya memperluas industrinya.

“Sekarang, dia [AS] mau mengembalikan [industri yang sudah outsource] dengan cara yang mungkin kita tidak sepakat. Ini mungkin ada yang mengatakan [kebijakan] itu salah, itu juga bukan win-win tapi win-lose gitu ya, seolah dia [AS] menang sendiri, dia [AS] mendominasi yang lemah,” ujarnya.

Reindustrialisasi Membangun Kembali Bangsa

Ilham Habibe menuturkan, PII merasa perlu untuk mempersembahkan visi strategis untuk membangkitkan kembali semangat keinsinyuran dan inovasi teknologi di tanah air.

“Kita secara kritis perjalanan industrialisasi Indonesia, tantangan yang kita hadapi saat ini, serta langkah konkret untuk membangun kembali fondasi teknis masa depan Indonesia sebagai negara dengan kemandirian teknologi dan daya saing global,” urainya.

Ilham Habibie Lantik Pengurus Kesekretariatan PII 2024-2027, Berikut Susunannya 

 

Dua Wajah Indonesia

Ilham Habibie menyebutkan dua perbedaan wajah Indonesia kini dan lalu dalam pengelolaan industrialisasi.

Di masa lalu sekitar tahun 2000, sektor industri menyumbang hampir 30 persen PDB nasional. Tentunya hal ini menunjukkan betapa kuatnya fondasi industri nasional pada saat itu.

“Pesawat N-250 karya anak bangsa pernah terbang membelah langit Asia, membuktikan kemampuan rekayasa tingkat tinggi Indonesia,” bebernya menambahkan.

PII gelar diskusi dengan Forum Pemred
PII gelar diskusi dengan Forum Pemred. Dok. Konstruksi Media

Dia mengatakan, banyak generasi muda Indonesia bercita-cita menjadi insinyur dan ilmuan, meneruskan estafet pembangunan bangsa.

Sementara, fenomena yang terjadi saat ini ialah kontribusi sektir industri terhadap PDB nasional turun drastis di bawah 19 persen. Hal ini menandakan terjadinya deindustrialisasi dini.

“Banyak fasilitas riset dan pengembangan berubah fungsi menjadi pusat komersial, mengikis infrastruktur inovasi. Sementara negara tetangga melaju dengan inovasi teknis, Indonesia seperti kehilangan arah dan visi keinsinyuran,” jelas anak mendiang Presiden RI ke-3 BJ Habibie.

Lantas mengapa Indonesia harus melakukan reindustrialisasi?, Ilham Habibie menyebutkan salahnya yakni untuk meningkatkan daya saing global.

Tak hanya itu, reindustrialisasi juga akan menciptakan lapangan kerja berkualitas, dan menciptakan pekerjaan dengan nilai tambang tinggi. Juga adanya kemandirian teknologi, memenuhi kebutuhan strategis tanpa ketergantungan ektrem.

“Reindustrialisasi bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan agenda strategis untuk membangun masa depan Indonesia yang berdaya saing. Deindustrialisasi dini telah melemahkan kapasitas bangsa dalam membangun kemandirian ekonomi dan inovasi teknis,” paparnya.

“Tanpa adanya upaya reindustrialisasi yang terencana dan sistematis, Indonesia berisiko terjebak sebagai pasar konsumtif tanpa kapasitas produksi dan inovasi yang memadai,” sambung Ilham menjelaskan.

Ilham Habibie Kukuhkan Wiza Hidayat Sebagai Ketua BK Teknik Industri PII

 

Motor Penggerak Reindustrialisasi

Salah satu motor penggerak reindustrialisasi adalah ketersediaan insinyur. Saat ini jumlah lulusan Sarjana Teknik di Indonesia mencapai 400 ribu lebih per tahunnya.

Akan tetapi, sampai saat ini terdapat sekitar 270 ribu Insinyur aktif yang diperkirakan bekerja di berbagai sektor.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 30% insinyur bekerja sebagai no teknis, alias beralih ke sektor non-rekayasa.

“Para insinyur adalah ujung tombak reindustrialisasi. Mereka yang membangun infrastruktur vital seperti bendungan, jalan raya, pelabuhan, dan mengembangkan teknologi strategis untuk kemajuan bangsa,” tegas Ilham.

Sayangnya, jumlah insinyur yang teregistrasi dan diakui secara professional masih sangat terbatas. Banyak lulusan teknik yang justru terserap ke pekerjaan non-rekayasa, menyebabkan Indonesia kehilangan bakat-bakat terbaiknya di bidang keinsinyuran.

Mandat Strategi PII 2024-2027

PII memiliki mandat hingga tahun 2027 yakni menegaskan peran penting insinyur dalam memimpin arah pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berdaya saing. Fokus strategis PII mencakup lima pilar utama hilirisasi untuk menambah nilai sumber daya alam dalam negeri, percepatan pengembangan energi terbarukan demi kemandirian energi, percepatan industri berkelanjutan berbasis teknologi ramah lingkungan, transformasi digital lintas sektor untuk efisiensi dan inovasi, serta revitalisasi industri strategis melalui modernisasi dan penguatan rantai pasok domestik. Ini adalah fondasi penting dalam membangun Indonesia yang tangguh menghadapi tantangan global.

“Visi PII sudah jelas menjadi pusat strategis bagi insinyur nusantara dalam menata masa depan Indonesia yang mandiri, maju, dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi ini, PII secara fokus mendorong area-area strategis yang menjadi fondasi utama reindustrialisasi nasional,” tuturnya.

Baca Juga :

PII Gelar Diskusi dengan Forum Pemred, Re-Industrialisasi Kunci Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 8%

Gelar Halal Bihalal, PII Sulsel Perkuat Peran Insinyur dalam Pembangunan Daerah

Gelar Raker, PII Kota Makassar Siap Sinergi dalam Pembangunan Kota  

 

 

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp