Pemerintah Diminta Tegas ke Perusahaan Tambang Batu Bara Tak Patuhi DMO
Konstruksi Media – Pemerintah Indonesia diminta tegas menindak perusahaan tambang batu bara yang tidak patuh pada aturan domestik market obligation (DMO) atau kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri.
“Saat harga batu bara di pasaran dunia tinggi maka Pemerintah harus tegas menegakkan aturan DMO supaya batu bara yang dihasilkan tidak semua diekspor ke luar negeri. Sebab jika sampai terjadi kelangkaan batu bara di dalam negeri akan berdampak pada terganggunya operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU),” ujar Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (12/8/2021).
- Gandeng Partner Lokal, Hutama Karya Rampungkan Pembangunan Menara Turyapada Bali
- Inovasi Mahasiswa ITS, Hasilkan Jam Kekinian Dari Limbah Plastik
- Mahasiswa ITS Tingkatkan Produktivitas Energi Geotermal yang Lebih Efisien
Sebelumnya diberitakan, harga batu bara di perdagangan internasional mencapai rekor baru. Mulyanto mengatakan bahwa akhir pekan lalu, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat USD 156,95/ton. Sementara harga batu bara DMO dipatok hanya USD 70/ton.
“Ketimpangan harga jual batu bara di dalam dan luar negeri sangat besar. Bukan tidak mungkin pengusaha-pengusaha itu tergiur mencari untung sebesar-bedarnya dengan mencari celah agar dapat mengekspor batu bara sebanyak-banyaknya,” katanya.
Karena itu Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini meminta Pemerintah memperketat pengawasan dan konsisten melaksanakan aturan DMO. Setiap perusahaan, kata Mulyanto, wajib menjual 25 persen batu bara yang dihasilkan untuk keperluan pasar dalam negeri. Sementara 75 persen sisanya dibolehkan diekspor ke luar negeri.
Mulyanto menambahkan bahwa pemerintah harus serius dan teliti mengawasi perusahaan batu bara. Bila diketahui ada perusahaan yang nakal harus segera diberi tindakan.
“Sejauh ini dilaporkan ada 34 perusahaan yang diketahui melanggar ketentuan DMO. Perusahaan itu sudah dikenakan sanksi pelarangan ekspor. Tapi Pemerintah jangan berpuas diri hanya sampai batas itu. Bila perlu diberi sanksi lebih berat lagi seperti pengurangan kuota produksi atau pencabutan izin usaha,” tegasnya.
Lebih lanjut Mulyanto meminta Pemerintah terus melanjutkan pemantauan ke seluruh perusahaan. Jangan-jangan masih ada perusahaan tambang batubara lain yang bertindak curang.
“Sanksi tegas ini perlu diambil agar perusahaan-perusahaan nakal itu jera dan tidak mengulang tindakannya. Sebab dampak yang ditimbulkan dari kelalaiannya itu sangat fatal. Bisa membuat kehebohan baru,” ungkapnya.
“Bayangkan kalau PLTU tidak beroperasi maka listrik tidak dapat diproduksi. Bila listrik tidak bisa diproduksi maka akan terjadi pemadaman massal. Padahal saat ini kita perlu suplai listrik yang cukup untuk menjalani PPKM. Rumah sakit butuh listrik untuk melayani pasien. Pabrik gas oksigen juga perlu listrik untuk menghasilkan oksigen yang dibutuhkan,” pungkasnya.***