Menanti Paradigma Baru LPJK Kementerian PUPR
Asosiasi badan usaha jasa konstruksi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja, butuh kepastian regulasi dari pemerintah.
Konstruksi Media – Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) menggelar diskusi “Perubahan Paradigma LPJK Dalam Peningkatan Profesionalisme Asosiasi Badan Usaha Jaya Konstruksi”.
Bertempat di ICE BSD berbarengan dengan kegiatan IndoBuildTech 2024, diskusi yang dilakukan secara Hybird tersebut diikuti oleh seluruh INKINDO di daerah provinsi, Rabu, (07/08).
Dalam diskusi tersebut juga menghadirkan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Abdul Muis, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Kementerian PUPR (LPJK) Taufik Widjoyono, Ketua Umum DPN INKINDO Erie Heryadi, Direktur Utama LSP Hamki Firman Widodo, dan di moderatori oleh Ketua Ikatan Tenaga Ahli Konsultan Indonesia (Intakindo) Sigit Adjar Susilo.
Dalam diskusi tersebut, Dirjen Bikon PUPR Abdul Muis memaparkan mengenai Peran dan Kontribusi Pemerintah Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan dan Pengembangan Jasa Konstruksi.
Berbicara terkait pengembangan jasa konstruksi maka pemerintah memiliki peranan salah satunya yakni melakukan pengawasan dan pengembangan terhadap asosiasi jasa konstruksi di Indonesia. Namun begitu, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi seperti regulasi yang ada sangat dinamis.
Selanjutnya, mutu sertifikat kerja konstruksi (SKK), Sertifikat Badan Usaha (SBU) pun juga demikian, tuntutan agar proses sertifikasi lebih sederhana transparan dan akuntabel (ini terlalu banyak klasifikasi dan sub klasifikasi, melibatkan stakeholder, penerbitan sertifikat terlalu lama, serta system belum terintegrasi). Juga peran asosiasi belum optimal.
Sementara, Taufik Widjoyono menyampaikan dalam UU nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengamanahkan bagaimana jasa konstruksi menjadi lebih baik salah satunya yakni memberikan jaminan mutu produk konstruksi.
“Ini tidak bisa tidak kalau orangnya kompeten dan badan usahanya mampu. Kompeten itu dinilai dengan sertifikasi (SKK dan SBU), namun yang menjadi problem nya yakni SKK dan SBU masih dianggap sebagai komoditas,” katanya.
Untuk itu, LPJK katanya, berupaya merubah ini semua dengan berbagai hal. Akan tetapi yang terjadi adalah umur kepengurusan LPJK sebagian besar habis untuk mengurus SKK dan SBU saja.
Ada tiga hal yang dilakukan terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Pertama yakni pengembangan jasa konstruksi. Kedua, jasa konsultasi, dan ketiga yaitu jasa pekerjaan konstruksi dan pekerjaan terintegrasi.
“Ini tiga entitas badan usaha yang sebenarnya harapannya saling mendukung, karena itu adalah bagian dari proses untuk menghasilkan konstruksi yang berkualitas,” imbuhnya.
Melihat fenomena yang terjadi sekarang ini di sektor badan usaha jasa konstruksi, Ketua DPN INKINDO Erie Heryadi mengatakan sangat prihatin melihat keadaan asosiasi sekarang ini.
Kesulitan yang dirasakan oleh INKINDO salah satunya yakni penurunan anggota yang tadinya lebih dari 6.000 an anggota, saat ini hanya sekitar 3 sampai 4.000 an anggota. “Ini sangat kami rasakan sekali dampaknya. Padahal disatu sisi segala kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah sudah kami laksanakan dengan baik sebagaimana mestinya,” imbuh Erie.
Penurunan anggota INKINDO saat ini tidak terlepas adanya asosiasi jasa konstruksi yang dapat menerbitkan SKK dan SBU dalam kurun waktu 1 hari, sementara kepengurusan SBU dan SKK di INKINDO bisa mencapai 7-14 hari kerja.
Untuk itu, INKINDO sangat mendambakan ada regulasi yang mengatur mengenai keadilan terhadap asosiasi badan usaha jasa konstruksi. Sebab sebagai asosiasi telah melaksanakan dan menjalankan fungsinya dengan baik terkait regulasi dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR dan LPJK.
“Kami menginginkan, seharusnya pemerintah juga dapat memberikan apresiasi kepada kami para asosiasi jasa konstruksi yang telah lama berdiri dan menjalankan semua regulasi ini,” urainya.
“Kami berharap, diskusi Perubahan Paradigma LPJK ini dapat benar-benar segera terealisasikan dan berlaku adil terhadap para asosiasi-asosiasi badan usaha jasa konstruksi. Bahkan kalau perlu LPJK dapat memberikan APBN untuk pengurusan sertifikasi jasa konstruksi termasuk SKK (Sertifikat Kerja Konstruksi). Kompetensi itu kembali kepada ukurannya bukan kepada bisnisnya,” sambung Erie.
Badan Usaha Jasa Konstruksi Sedang Tidak Baik-Baik Saja
Senada dengan Erie, Direktur Utama LSP Hamki Firman Widodo menyampaikan keluh kesahnya yang terjadi di lapangan.
Dalam paparannya tentang Kontribusi Profesi Dalam Implementasi Kompetensi yang Mendukung Berkembangnya Usaha Jasa Konstruksi. “Sebagai profesional di jasa konstruksi mencoba untuk mengimplementasikan kompetensi yang selama ini kita miliki. Akan tetapi fakta dilapangan ternyata banyak hal yang tidak cocok dengan kompetensi yang kita miliki,” terangnya.
Untuk itu, dirinya meminta adanya kolaborasi yang harus dilakukan antara asosiasi jasa konstruksi dengan pemerintah, sehingga ekosistem di dalam pengembangan jasa konstruksi dapat berjalan dengan baik.
Di akhir diskusi, Sigit Adjar selaku moderator menyampaikan ada beberapa catatan, di mana hasil akhir diskusi ini nantinya akan kita sampaikan kepada pemerintah salah satunya terkait agar dilakukannya revisi PP 14 tahun 2021 tentang Jasa Konstruksi.
“Kami mengucapkan terima kasih atas masukan yang diberikan kepada LPJK terhadap masalah-masalah yang terjadi di asosiasi jasa konstruksi. LPJK tentunya memerlukan informasi yang akurat dari para asosiasi jasa konstruksi jika terjadi pelanggaran-pelanggaran di dalam menjalankan aktifitasnya. Kami tidak akan mampu melakukan hal ini sendiri tanpa adanya masukan dari para asosiasi badan usaha jasa konstruksi di Indonesia,” kata Taufik.
Dirjen Bikon Abdul Muis menyampaikan salam menyelesaikan permasalah yang terjadi di asosiasi badan usaha jasa konstruksi pemerintah tidak bisa sendirian, harus dilakukan bersama-sama dan berkolaborasi.
Kunci dari kolaborasi adalah komunikasi, sehingga komunikasi harus rutin dilakukan oleh para asosiasi jasa konstruksi dengan pemerintah (PUPR).
“Kita tidak dapat menyelesaikan semua permasalahan-permasalahan dalam waktu cepat, namun paling tidak dalam jangka pendek kita butuh kolaborasi untuk memperbaiki semua permasalahan-permasalahan yang terjadi. Sekecil apapun yang kita lakukan, meski lambat paling tidak ada progresnya,”ujar Abdul Muis.
Baca Juga :
- 21 Bank Berikan Persetujuan Restrukturisasi ke Waskita Karya, Segini Nilainya
- Kolaborasi PT PAL dengan ITS, Menuju Indonesia Emas 2045
- PUPR Targetkan Bangun 34 Proyek KPBU di 2025
- Dosen dan Mahasiswa Universitas Syiah Kuala Ajak Masyarakat Ngolah Limbah Organik
- Langkah BP Tapera Dukung Kebijakan Pembiayaan Perumahan