Konstruksi Media – Presiden Asean Iron and Steel Council (AISC) Silmy Karim memberikan sambutan dalam pertemuan AISC ke-27 yang dihadiri perwakilan asosiasi baja dari negara Vietnam, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, serta Thailand pada hari Sabtu, 12 November 2022 di Kuala Lumpur, Malaysia.
AISC adalah dewan yang menangani permasalahan industri besi dan baja terkait kebijakan pemerintah, ekonomi, dan perdagangan. AISC yang beranggotakan ketua asosiasi industri besi dan baja ASEAN ini dibentuk pada 1977 dengan Trade Industry & Policy Development Committee sebagai pendukung aktivitas AISC.
Dalam acara tersebut, Silmy menggarisbawahi kondisi di mana hingga 2021 China melakukan eskpor sebanyak 70,1 juta ton atau meningkat 24,2% dari sebelumnya sebanyak 56,5 juta ton di tahun 2020. Khusus di wilayah ASEAN, pada tahun 2021 China telah melakukan eskpor baja sebanyak 20,1 juta ton atau meningkat 10,0% dari tahun 2020 yang sebanyak 18,3 juta ton baja.
Berdasarkan data AISC, negara tujuan ekspor terbesar di ASEAN pada 2021 adalah Vietnam sebanyak 5,6 juta ton, Filipina 3,9 juta ton, Thailand 3,8 juta ton, Indonesia 3,0 juta ton, dan Malaysia 1,4 juta ton. Produk baja terbanyak yang diekspor oleh China diantaranya Hot Rolled Coil sebanyak 3,6 juta ton, Galvanised Sheet 3,3 juta ton, Welded Pipe 2,1 juta ton, Color Coated Sheets 1,8 juta ton, dan Wire Rod sebanyak 1,4 juta ton.
Silmy mengatakan, Produk baja paduan Hot Rolled Coil masih menjadi produk dominan yang masuk ke negara-negara ASEAN dari China baik dalam bentuk gulungan, canai, maupun lembaran.
“Hingga saat ini China masih konsisten melakukan ekspor di kisaran 30-35% sejak tahun 2016. Jumlah ekspor baja dari China di dunia mengalami kenaikan dari 40.5 juta ton menjadi 42.8 juta ton di periode Januari-September 2022 jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2021, meskipun pada periode tersebut terjadi penurunan ekspor baja China dari 15.1 juta ton menjadi 14.5 juta ton di ASEAN,” ucap Silmy.
Menurut dia, naiknya ekspor China salah satunya karena terjadinya perlambatan ekonomi di China. Berita terbaru dari pemerintah China, mereka berkomitmen untuk mengurangi volume ekspor, di mana baja mentah pada tahun 2021 sudah mulai turun sebesar 3% atau turun sebanyak 31,4 juta ton dan China menargetkan di tahun 2022 ini akan kembali terjadi penurunan.
Ia mengatakan, masih tingginya ekspor baja China menjadi dasar bagi dewan baja ASEAN untuk mendorong diadakannya diskusi langsung dengan CISA (China Iron and Steel Association) yang direncanakan akan dilakukan pada 2023.
Baca juga: Hemat APBN Infrastruktur, Sri Mulyani: ESG Tarik Financing Lebih Mudah
Agenda yang akan dibahas dalam acara tersebut diantaranya membahas kenaikan jumlah ekspor baja China terutama setelah pandemi Covid-19, mengevaluasi kembali kebijakan pengenaan pajak ekspor baja dari China, maupun membahas terkait pengendalian permintaan dan pemenuhan kebutuhan baja dari China.
“Namun secara keseluruhan anggota AISC optimistis bahwa setelah pandemi Covid-19 berakhir, industri baja di ASEAN pun dapat menguat kembali dan melanjutkan pemulihan kinerjanya,” ujar Silmy.
Selain negara China, para anggota AISC juga membahas terkait potensi ekspor impor baja maupun bahan baku baja dari negara Rusia dan Ukraina. Selain dapat menjadi tantangan yang harus dihadapi, jumlah ekspor impor dari Rusia dan Ukraina pun dapat dijadikan peluang untuk pemenuhan kebutuhan baja dari negara-negara yang melarang masuknya impor baja dari Rusia dan Ukraina seperti misalnya Uni Eropa dan Turki.
Berdasarkan data AISC terakhir, Rusia memproduksi baja mentah sebanyak 76 juta ton di 2021, meningkat 6,1% dari sebelumnya sebesar 71,6 juta ton di 2020. Ukraina memproduksi baja mentah sebanyak 21,4 juta ton di 2021, meningkat 3,6% dari sebelumnya sebanyak 20,6 juta ton di 2020.
“Dengan jumlah produksi yang cukup besar, Rusia merupakan negara ke-dua terbanyak yang mengekspor baja setelah China dengan total ekspor sebesar 41,6 juta ton di 2021 dibandingkan dengan China yang sebanyak 56,5 juta ton. Sedangkan Ukraina mengekspor 19,7 juta ton baja di tahun 2021. Ini adalah sesuatu yang harus kita waspadai,” ujar Silmy.
Pada kesempatan ini AISC juga mengajak keseluruhan anggotanya di ASEAN untuk berkontribusi dalam penghematan energi dan pelestarian lingkungan melalui teknologi baja yang ramah lingkungan yang sudah mulai diterapkan di beberapa negara seperti misalnya di Jepang.
Beberapa negara di dunia saat ini pun mengevaluasi kembali penyesuaian pembatasan jumlah karbon terutama negara-negara di Uni Eropa yang saat ini sudah memulai proses pengesahannya. Penerapan ISO14030-3 juga diajukan untuk terciptanya Green Steel Industry di Uni Eropa yang saat ini masih dalam tahap evaluasi oleh EU Emission Trading System.
“Kami sebagai bagian dari asosiasi baja dunia terus berupaya mewujudkan konservasi energi dan penggunaan teknologi ramah lingkungan pada pabrik baja demi tercapainya Sustainable Development Goals pada industri baja,” ucap Silmy Karim yang juga merupakan Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Baca artikel selanjutnya:
- KAI Dorong Transportasi Berkelanjutan, Dirut Paparkan Strategi di FEB UI
- Kencana Resmi Jadi Mitra Persebaya untuk Liga 1 2025/2026, Resmi Dukung Kemajuan Sepak Bola Tanah Air
- Raih Kontrak Baru Rp293,8 M, Waskita Garap Proyek Gedung DPRD DIY
- ASEAN-Japan Youth Summit 2025: Kolaborasi Pemuda ASEAN untuk Keberlanjutan