Renewable

Guru Besar ITS Sebut Transmisi EBT Berpotensi Gagal

Konstruksi Media – Transmisi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang dicanangkan di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT akan berpotensi gagal. Pasalnya, beban keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pemenuhan tersebut tidak kuat.

Hal itu disampaikan Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Mukhtasor dalam diskusi bertajuk ‘Regulasi EBT, Untuk Siapa?’ yang digelar pada Sabtu (4/9) kemarin.

“Transmisi energi akan berpotensi gagal. Karena kemampuan kita tidak kuat di sana apalagi APBN dalam situasi tidak bagus juga dalam kondisi sulit,” ujar Mukhtasor dikutip pada Minggu (5/9/2021).

Mantan Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) itu menyampaikan, penggunaan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap tidak sedikit alias mahal. Kondisi ini, kata dia, akan bisa membuat portofolio Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak bagus.

Dalam RUU EBT ini pemerintah meminta langsung agar PT PLN (Persero) dapat mengoptimalkan potensi pembangkit tenaga listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT) atau PLTS.

“RUU EBT bagus, asal cara ditempuh aturannya itu justru membangun ekonomi baru. Misalnya produsen turbin di kasih insentif. Harga dalam negeri murah. Nanti dalam waktu tertentu tumbuh pendapatan pajak dalam negeri nanti negara akan mampu ke depannya,” katanya.

Lebih lanjut Mukhtasor menuturkan, regulasi terkait EBT tersebut sebetulnya sudah menjadi khas di Indonesia dan ada sejak lama melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007. Namun UU ini telah ditinggalkan.

“Dalam rencana pembangunan jangka panjang seharusnya semua pihak memegang ini. Karena sudah menjadi konsensus nasional. Dari sisi energi itu memang terbarukan dan emisi turunkan bagus sekali,” ucapnya.

“Tetapi Cara yang ditempuh adalah dengan membangun ekonomi produktif di dalam negeri dan juga pembangunan ramah lingkungan dan proses-proses yang bisa dibuat untuk membangun kemampuan nasional,” sambungnya.

Mukhtasor menambahkan, jika RUU EBT ini tujuannya adalah untuk menurunkan emisi karbon maka tidak tepat. Sebab cara-cara pemerintah digunakan saat ini sudah terpenuhi pemenuhannya untuk emisi karbon.

“Sekarang itu target sudah terpenuhi jadi Menteri ESDM tidak usah bingung-bingung sektor energi itu tidak memenuhi target. Memenuhi target. Saya yakin itu. Saya menyatakan dan hitungan-hitungan itu ada,” imbuhnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengungkapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT yang tengah disusun pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan mengakselerasi kebutuhan pengembangan EBT di Indonesia.

“RUU EBT ini sifatnya percepatan, karena harus melipatgandakan realisasinya dan magnitude-nya besar. Misalnya untuk listrik, kalau kita mau naik dua kali lipat, berarti harus menaikkan (EBT) sampai 12 ribu Giga Watt dalam lima tahun,” kata Dadan, Senin (26/4) lalu.

Selain meningkatkan koordinasi dan sinergi antar sektor, sambung Dadan, keberadaan aturan EBT diharapkan mampu mempercepat dari sisi proses-proses investasi. “Ini diharapkan ada manfaat secara nasional, baik dari segi EBT maupun ekonominya bisa berjalan,” jelasnya.

Salah satu sisi ekonomi yang disorot Dadan adalah keberlangsungan korporasi PLN, dimana ia berharap upaya transisi energi akan memberikan dampak positif bagi finansial PLN. “Masuknya EBT yang berbasis listrik justru akan memperbaiki kasnya PLN,” tegas Dadan.***

Artikel Terkait

Leave a Reply

Back to top button