
Flyover Antapani Bandung: Ikon Inovasi Berteknologi Canggih, Solusi Kemacetan Berbalut Seni Bernilai Rp35 Miliar
Menggunakan sistem konstruksi baja bergelombang atau dikenal dengan istilah Corrugated Mortar Pusjatan (CMP).
Konstruksi Media– Kota Bandung kembali menunjukkan diri sebagai pusat inovasi infrastruktur di Indonesia dengan hadirnya sebuah flyover atau jalan layang yang dibangun menggunakan teknologi konstruksi termutakhir. Jalan layang sepanjang 400 meter ini tidak hanya menjadi solusi kemacetan, tetapi juga menarik perhatian berkat penerapan teknologi canggih dan sentuhan artistik yang unik, menjadikannya salah satu landmark kebanggaan Kota Kembang.
Flyover yang dimaksud adalah Jembatan Antapani, yang menggunakan sistem konstruksi baja bergelombang atau dikenal dengan istilah Corrugated Mortar Pusjatan (CMP). Penerapan teknologi ini menjadikan flyover Antapani sebagai yang pertama di Indonesia yang mengadopsi metode revolusioner tersebut. Keunggulan teknologi CMP tidak hanya terletak pada kekuatan strukturnya, tetapi juga pada efisiensi waktu dan biaya pembangunan.
Proses pembangunannya tergolong sangat cepat, hanya memakan waktu sekitar tujuh bulan. Peletakan batu pertama proyek ini dilaksanakan pada 10 Juni 2016, dan peresmiannya dilakukan kurang dari setahun kemudian, tepatnya pada 24 Januari 2017, oleh Wakil Presiden Republik Indonesia kala itu, Bapak Jusuf Kalla. Kecepatan pengerjaan ini menjadi bukti nyata efektivitas teknologi CMP dalam mempercepat pembangunan infrastruktur vital.
Pembangunan flyover Antapani merupakan hasil kolaborasi strategis dari berbagai pihak. Proyek ini melibatkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Pemerintah Kota Bandung, serta perusahaan Posco Steel dari Korea Selatan. Kolaborasi lintas sektor dan negara ini memungkinkan penggabungan keahlian teknis dan sumber daya yang optimal.
Baca juga: Flyover Sitinjau Lauik, Solusi Lalu Lintas Sumatera Barat yang Dinantikan
Proyek monumental ini menelan dana sebesar Rp35 miliar. Rincian pendanaan menunjukkan komitmen bersama dari berbagai stakeholder: dana sebesar Rp21,5 miliar berasal dari Kementerian PUPR, Rp10 miliar disumbangkan oleh Pemerintah Kota Bandung, sementara Posco Steel Korea berkontribusi dalam bentuk material senilai Rp2 miliar. Angka ini mencerminkan investasi besar untuk mengatasi masalah krusial di perkotaan.
Menurut laman resmi Kementerian PU, pada Kamis, 26 Juni 2025, tujuan utama pembangunan flyover ini adalah untuk mengurangi kemacetan lalu lintas yang kerap terjadi di persimpangan Jalan Antapani dan Terusan Jakarta. Persimpangan ini dikenal sebagai titik bottleneck yang sangat padat, terutama pada jam-jam sibuk di pagi dan sore hari, serta pada akhir pekan. Kehadiran flyover ini diharapkan dapat mengurai kepadatan kendaraan dan memperlancar arus lalu lintas di area tersebut.
Teknologi CMP yang digunakan menawarkan berbagai keunggulan signifikan. Selain proses konstruksi yang diklaim dua kali lebih cepat dibandingkan dengan metode konvensional, teknologi ini juga mampu menghemat biaya hingga 60% dibandingkan pembangunan jembatan konvensional berbahan beton bertulang. Efisiensi ini menjadikan flyover Antapani sebagai model pembangunan infrastruktur yang tidak hanya cepat dan kuat, tetapi juga ekonomis.
Selain berfungsi meredakan kepadatan lalu lintas, flyover Antapani juga menarik perhatian karena tampilannya yang sangat artistik dan unik. Permukaan flyover dihiasi dengan mural penuh warna yang merupakan karya seniman kain sutra ternama, Jhon Martono. Karya seni ini mengubah struktur beton menjadi sebuah kanvas raksasa yang memanjakan mata.
Karena desainnya yang begitu unik dan mencolok, flyover ini dikenal juga dengan nama populer “Jembatan Pelangi.” Keindahan visualnya menjadikannya lebih dari sekadar jalur transportasi; ia kini kerap dijadikan spot foto menarik oleh wisatawan maupun warga lokal yang berkunjung ke Kota Bandung. Jembatan Pelangi ini membuktikan bahwa proyek infrastruktur dapat memadukan fungsi teknis dengan nilai estetika tinggi, menciptakan ikon kota yang fungsional sekaligus memukau. (***)