
Konstruksi Media — Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah membantah kabar bahwa ukuran rumah subsidi diperkecil menjadi hanya 18 meter persegi per unit.
“Sebenarnya itu belum diputuskan. Yang benar justru ukurannya dibesarkan,” tegas Fahri kepada awak media usai menghadiri soft launching Sumitro Institute di Taman Sriwedari, Cibubur, Minggu (1/6).
Menurut Fahri, ukuran ideal rumah subsidi justru mengarah pada peningkatan, dari yang saat ini 36 atau 40 meter persegi menjadi paling tidak 40 meter persegi per unit. Ia menyebut hal tersebut selaras dengan prinsip Sustainable Development Goals (SDGs), yang mengedepankan hunian layak dan manusiawi.
Untuk menjawab tantangan keterbatasan lahan dan tingginya harga tanah, terutama di wilayah perkotaan, Fahri menekankan pentingnya pembangunan hunian vertikal seperti rumah susun dan apartemen.
Baca juga: Tanah Koruptor Bakal Jadi Program 3 Juta Rumah, Begini Tanggapan Wamen Fahri
Baca juga: Usul Wamen PKP Fahri Hamzah ke HUD Institute, Perbanyak Peneliti Muda
“Maka orientasi kita adalah membangun rumah vertikal, rumah susun, flat, apartemen. Dengan ukuran minimal 40 meter persegi,” ungkapnya.
Pernyataan Fahri ini merespons beredarnya draf Keputusan Menteri PKP Tahun 2025 yang menyebut batas minimal luas rumah subsidi bisa dimulai dari 18 meter persegi dengan luas tanah 25 hingga 200 meter persegi. Draf tersebut belum memiliki nomor keputusan dan belum resmi ditetapkan.
Sebagai pembanding, aturan yang berlaku saat ini merujuk pada Keputusan Menteri PUPR Nomor 995/KPTS/M/2021. Dalam beleid tersebut, luas bangunan rumah subsidi ditetapkan minimal 21 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi, dengan luas tanah 60–200 meter persegi.
Untuk wilayah dengan keterbatasan lahan seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), tipe rumah subsidi yang umum disediakan adalah tipe 21/60. (***)