Renewable

Butuh Rp306 Triliun per Tahun Untuk Pembangunan Rendah Karbon

Konstruksi Media – Indonesia butuh investasi hingga Rp306 triliun per tahun guna merealisasikan pembangunan rendah karbon. Hal itu disampaikan Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam saat menjadi pembicara dalam webinar mengenai pajak karbon.

“Investasi tersebut harus dipenuhi baik oleh pemerintah maupun dunia usaha/swasta. Sebesar Rp72,2 triliun dari pemerintah, dan Rp232,6 triliun dari dunia usaha,” ujarnya di Jakarta, Senin (30/8/2021).

Medrilzam mengatakan, berdasarkan catatan Bappenas, pemerintah baru memenuhi 8-11% dari kebutuhan investasi tersebut, atau Rp25-35 triliun per tahun. Artinya masih ada kekurangan yang harus dipenuhi. Ia berpendapat kekurangan tersebut bisa dipenuhi dari pajak karbon.

“Salah satu yang cukup berpotensi untuk mencapai ekonomi hijau adalah terkait implementasi pajak karbon, sehingga menambah pendapatan negara dan diharapkan dapat mengurangi konsumsi barang yang menghasilkan emisi karbon,” ucapnya.

Ia menambahkan, pajak karbon juga bisa mengurangi biaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan, baik oleh pemerintah maupun swasta. Meski ia tidak memungkiri bahwa pajak karbon bisa menaikkan harga produk sehingga membuat pelaku usaha khawatir.

“Kelihatan ini belum banyak menjadi prioritas. Mudah-mudahan pengaplikasian pajak karbon bisa secara keseluruhan mentransformasi perekonomian kepada perekonomian hijau, dan mendukung target SDGs (Sustainable Development Goals),” tuturnya.

pemungutan pajak karbon harus dilakukan secara sederhana agar tidak menimbulkan biaya administrasi yang membebani pelaku usaha maupun pemerintah.

“Desain atau setting apapun bentuknya nanti harus sederhana dan tidak meningkatkan beban administrasi bagi pemerintah maupun dunia usaha,” katanya.

Pajak karbon juga perlu diperkenalkan secara berhati-hati dan bertahap kepada masyarakat sebagaimana dilakukan beberapa negara. Australia dan Kanada, misalnya, membutuhkan hingga 6 tahun untuk mempersiapkan pengenaan pajak karbon, dan pemerintah Kolombia yang memerlukan waktu 13 tahun.

“Dan harus dikomunikasikan terus, termasuk terkait kejelasan desainnya. Dan yang paling penting pemanfaatan pendapatan dari pajak atau pungutan karbon itu digunakan untuk apa,” jelasnya.

Pajak karbon, juga perlu diterapkan terintegrasi dengan kebijakan lain yang dapat mendukung implementasi pemungutan pajak karbon, misalnya penghentian subsidi untuk energi fosil.

Ia menyarankan pemerintah memanfaatkan pendapatan dari pajak karbon untuk berbagai program pembangunan rendah karbon secara transparan dan akuntabel.

Pemerintah juga perlu melibatkan pelaku usaha, akademisi, aktivis lingkungan, dan masyarakat umum untuk turut menentukan besaran dari pungutan pajak karbon. Dengan demikian, nantinya pajak karbon dapat diterapkan berdasarkan rasa saling percaya.

“Kolaborasi dan komunikasi yang intensif antar berbagai pemangku kepentingan yang dilakukan secara transparan dan didasari oleh mutual trust sangat penting, termasuk dalam penentuan harga,” pungkasnya.***

Artikel Terkait

Leave a Reply

Back to top button