
Warga Sumatera Barat Kecewa, Proyek Jalan Tol Sicincin-Payakumbuh-Pangkalan Batal Menembus Kota Bukittinggi
Total biaya investasi yang dibutuhkan untuk proyek ini diperkirakan mencapai sekitar Rp12 triliun.
Konstruksi Media – Pembangunan proyek besar Jalan Tol Payakumbuh-Pangkalan, bagian dari Jalan Tol Trans Sumatera yang menghubungkan Sumatera Barat dan Riau, kembali mengalami kendala. Proyek yang memiliki panjang total 46 km ini awalnya direncanakan dimulai pada tahun 2018.
Namun hingga akhir 2023, pembangunan jalan tol ini belum terealisasi karena berbagai persoalan, salah satunya adalah penolakan dari lima nagari di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Jalan Tol Payakumbuh-Pangkalan direncanakan akan melewati kawasan pegunungan Bukit Barisan dan akan dibangun tiga terowongan dengan panjang total 10,4 km. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk proyek ini diperkirakan mencapai sekitar Rp9 triliun, dengan total biaya tol diperkirakan mencapai Rp12 triliun.
Kontraktor pelaksana proyek ini adalah Japan International Cooperation Agency (JICA), yang bertanggung jawab dalam pengerjaan terowongan. Pemerintah pusat memastikan kelanjutan pembangunan Jalan Tol Padang-Pekanbaru, yang juga menghubungkan Sumatera Barat dan Riau.
Hal ini dilakukan setelah keberhasilan membuka satu lajur fungsional Jalan Tol Seksi Padang-Sicincin pada libur Nataru, dengan rencana dua jalur beroperasi saat arus mudik Lebaran mendatang.
Prioritas pembangunan tahun ini adalah melanjutkan proyek Jalan Tol Seksi Sicincin-Payakumbuh-Pangkalan, yang memiliki panjang total 118 km. Kepala Dinas BMCKTR Sumatera Barat, Era Sukma Munaf, memastikan bahwa proyek ini akan dilanjutkan karena tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025.
Pemprov Sumbar sempat menggelar rapat koordinasi terkait pembangunan jalan tol tersebut. Rapat yang dipimpin oleh Era Sukma Munaf ini juga dihadiri Kepala Bappeda Sumbar Medi Iswandi dan sejumlah pihak terkait lainnya.
Era Sukma Munaf mengungkapkan bahwa Pemprov Sumbar sedang mempersiapkan trase alternatif untuk segmen Sicincin-Payakumbuh-Pangkalan guna mempercepat pembangunan dan meminimalkan dampak sosial.
Setelah melalui diskusi intensif, usulan trase alternatif ini telah disetujui oleh kementerian terkait. Pemprov Sumbar kini terus berkoordinasi dengan pihak Hutama Karya (HK) dan Pemkab Tanahdatar untuk menyelesaikan persiapan proyek ini.
Jalan Tol Payakumbuh-Pangkalan dibagi menjadi tiga paket, yakni Paket 1, Paket 2, dan Paket 3, dengan total panjang mencapai 46 km. Pekerjaan untuk Paket 2 dan Paket 3, yang mencakup ketiga terowongan, akan didahulukan, dimulai dari Nagari Sarilamak hingga Nagari Pangkalan sepanjang 41 km.
Sementara itu, Paket 1 belum dapat dikerjakan karena adanya berbagai permasalahan yang perlu diselesaikan terlebih dahulu.
Proses pembangunan Jalan Tol Payakumbuh-Pangkalan yang merupakan bagian dari Jalan Tol Padang-Pekanbaru dimulai dengan Groundbreaking Seksi 1 Jalan Tol Padang-Sicincin pada Februari 2018. Proyek ini memiliki empat alternatif trase, dengan trase 1 memiliki jarak lebih dekat dibandingkan trase lainnya.
Trase 1 melewati lima nagari, yaitu Nagari Koto Baru Simalanggang, Nagari Koto Tangah Simalanggang, Nagari Taeh Baruah, Nagari Lubuak Batingkok, dan Nagari Gurun. Namun, setelah dilakukan konsultasi publik di kelima nagari tersebut, masyarakat menyatakan penolakan terhadap trase tol yang melewati daerah mereka.
Beberapa alasan penolakan tersebut antara lain:
- Melintasi kawasan pertanian produktif. Jalan tol akan mempersulit petani untuk mengakses lahan yang terletak di seberang jalan, karena jalan tol umumnya tidak menyediakan akses bagi petani untuk menyeberang.
- Melintasi kawasan pemukiman padat penduduk. Pembangunan jalan tol diperkirakan akan merobohkan banyak rumah warga.
- Melintasi situs-situs adat. Masyarakat setempat menilai hal ini dapat merusak tatanan sosial dan adat istiadat mereka, sehingga meminta trase dialihkan ke lokasi lain.
- Potensi kehilangan 539 titik rumah dan bangunan serta dampaknya terhadap sekitar 2.000 jiwa dan 50 ulayat kaum pasukuan. Hal ini berisiko merusak tatanan masyarakat adat di lima nagari tersebut.
Meskipun keberatan telah disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Sumbar, respons terhadap kunjungan tim ke kelima nagari tersebut terkesan terbatas dan tidak mendetail. Warga berharap agar isu ini dapat segera diselesaikan dengan melibatkan lebih banyak pihak untuk mencari solusi yang terbaik.