GedungInfrastrukturNewsSustainability

Wamen Diana Dorong Bangunan Hijau dan Cerdas Demi Indonesia Emas

Pembangunan gedung hijau menjadi sangat strategis, terutama dalam menekan laju emisi karbon.

Konstruksi Media — Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menegaskan kembali pentingnya pembangunan gedung hijau dan bangunan cerdas dalam mendukung target pembangunan berkelanjutan.

Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti menyampaikan bahwa bangunan yang ramah lingkungan, hemat energi, dan efisien secara operasional harus menjadi standar masa depan.

“Yang seharusnya sekarang sudah merupakan bangunan gedung hijau (BGH),” ungkap Diana dalam gelaran Seminar dan Workshop International Property Management Association (IPMA) di Jakarta, Sabtu, (05/07/2025).

Diana menekankan bahwa arah pembangunan nasional sudah selaras dengan semangat keberlanjutan yang tertuang dalam Asta Cita dan RPJMN 2025–2029. Visi Indonesia Emas 2045 hanya bisa dicapai jika pembangunan infrastruktur, termasuk properti dan gedung, diarahkan pada pertumbuhan rendah karbon yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, pembangunan gedung menjadi sangat strategis, terutama dalam menekan laju emisi karbon.

“Kalau kita lihat, sektor properti dan bangunan menyumbang 37 persen emisi karbon, khususnya dari konsumsi energi operasional dan proses produksi material seperti semen dan baja,” jelas dia.

Wamen PU Diana Kusumastuti
Wamen PU dalam seminar International Property Management Association (IPMA) di Jakarta. Dok. Konstruksi Media

Untuk itu, peran insinyur, arsitek, dan seluruh stakeholder konstruksi sangat krusial dalam menyusun strategi reduksi emisi melalui pendekatan desain dan penggunaan material ramah lingkungan.

Kementerian PU pun tengah mendorong penerapan Building Information Modeling (BIM) dan penggunaan teknologi smart building untuk memastikan efisiensi dalam seluruh siklus hidup bangunan dari perencanaan, konstruksi, hingga pemanfaatan.

“Teknologi sangat berperan penting dalam membangun bangunan gedung hijau dan bangunan cerdas yang efisien dan hemat energi,” imbuh Diana.

Untuk itu, Pemerintah telah mengatur standar teknis melalui berbagai regulasi, termasuk PU608 yang menjadi acuan untuk menurunkan Incremental Capital Output Ratio (ICOR). “Target ICOR kita harus di bawah 6 agar investasi infrastruktur, termasuk bangunan, menghasilkan output ekonomi maksimal,” jelasnya.

Lebih jauh, Diana menging bahwa penerapan prinsip bangunan hijau bukan sekadar tren, tapi menjadi tuntutan moral dan profesional. Pemanfaatan kembali air, efisiensi penggunaan energi, dan keterlibatan penghuni dalam pola hemat energi harus dijadikan indikator kunci dalam penilaian kinerja bangunan. Jangan sampai bangunan yang dirancang hijau malah jadi boros karena perilaku pengguna yang tidak disiplin.

Diana menyatakan perlunya spesialisasi pendidikan tinggi untuk pengelolaan bangunan hijau agar kualitas dan keberlanjutan dapat terjaga hingga puluhan tahun.

“Mari jadikan forum ini ruang kolaborasi antara pemerintah, pengelola bangunan, praktisi, dan akademisi,” imbuh Diana.

Ia berharap penerapan bangunan hijau tidak hanya terbatas pada proyek-proyek APBN, namun juga menjalar ke sektor swasta. Keberhasilan proyek seperti Masjid Istiqlal dan bangunan di Ibu Kota Nusantara (IKN) diharapkan bisa menjadi contoh nyata bahwa Indonesia mampu menjadi pelopor infrastruktur rendah karbon di kawasan Asia Tenggara.

 

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp