Konstruksi Media – Tak banyak produk material konstruksi yang ditujukan khusus digunakan pada bangunan cagar budaya (heritage). Sebab, bangunan cagar budaya berbeda dengan bangunan biasa. Ia butuh perlakuan khusus agar bisa tetap langgeng hingga bertahun-tahun ke depan.
Adalah PT Uzin Utz Indonesia, salah satu produsen yang memroduksi material konstruksi yang ditujukan khusus bagi bangunan cagar budaya. Kini produk-produknya banyak digunakan dalam upaya renovasi dan pemugaran banyak bangunan cagar budaya di Indonesia, sebab produknya bisa dibuat sesuai kebutuhan konsumen.
Konstruksi Media berkesempatan melakukan bincang-bincang dengan Sugiarto Goenawan, pemilik PT Uzin UTZ Indonesia, yang juga seorang ahli kimia jebolan perguruan tinggi ternama di Jerman.
Bagaimana Anda pertama kali tertarik pada kimia?
Awalnya setelah lulus SMP dan mau masuk SMA, saya lihat buku kakak saya yang sudah SMA ada buku Kimia. Di SMP belum ada pelajaran kimia. Saya ingin tahu kimia itu apa sih. Buku-buku kimia punya kakak itu saya buka, saya baca-baca. Kok asyik. Begitu masuk SMA dan dapat pelajaran kimia, saya jadi semakin suka pelajaran kimia.
Buku kimia apa yang saat itu paling disuka, apakah kimia biasa atau kimia organik?
Ya, pokoknya semua buku pelajaran kimia. Saya banyak membeli buku-buku ttentang kimia. Semakin dibaca, semakin suka dan semakin asyik.
Nilai kimia Anda di raport sekolah?
Jadi, kalau pelajaran-pelajaran lain angkanya biasa saja tetapi kalau pelajaran kimia angkanya paling bagus karena saya memang suka pelajaran kimia. Karena suka, setelah lulus SMA, saya mendaftar ke perguruan tinggi ambil Kimia.
Di Indonesia?
Ya, saat itu daftar di salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Tetapi waktu itu paman saya dari Jerman datang. Beliau tanya, saya mau meneruskan sekolah apa dan saya jawab kimia. Nah, paman menyarankan kalau mau kuliah kimia, sebaiknya ke Jerman.
Kenapa Jerman?
Paman saya waktu itu beralasan bahwa banyak perusahaan multinasional yang besar di dunia ini dari Jerman. Contohnya Bayer, BASF, itu dari Jerman. Lalu saya tanya ibu, dan ibu mengizinkan.
Setelah dapat restu dari ibu, saya langsung urus paspor dan visa dan berangkat ke Jerman.
Tahun berapa saat itu?
Tahun 1990. Lalu,
Di Jerman universitas apa?
Nah setelah di Jerman, saya kemudian diterima di sebuah perguruan tinggi (Universität Stuttgart, red) dengan program studi kimia. Saat kuliah, saya tertarik dengan lem.
Sebab saya memang mendalami Kimia Polimer yang kemudian menjadi bidang keahlian saya sampai saat ini.
Inovasi apa yang pernah Anda buat dan ciptakan tentang lem?
Saat skripsi, saya melamar kerja ke UHU. Di sini saya mendapat tawaran sekaligus tantangan untuk membuat skripsi tentang lem yang terbuat dari bahan terbarukan.
Kebetulan UHU berencana membuat lem dari bahan terbarukan. Saat itu UHU melihat bahwa lem terbesar yang digunakan di Indonesia adalah lem kanji sebut merek Tackol, Glukol, dan semacamnya yang laris manis di pasaran Indonesia karena harganya sangat murah.
Sementara produk UHU, sebagaimana kita tahu, harganya lebih mahal dibanding lem kanji. UHU katakanlah berencana merebut pasar lem kanji di Indonesia. Nah, UHU menawarkan saya untuk membuat skripsi tentang lem yang terbuat dari bahan terbarukan. Tawaran ini saya ambil. Saya melakukan berbagai eksperimen hingga akhirnya saya menemukan formula yang diinginkan.
Lem hasil temuan saya, tidak lengket di tangan seperti halnya lem kanji dan harganya sangat murah jika diproduksi massal. Hasil lab saya kemudian dites dan diuji melawan produk sejenis hasil lab dari Australia, Jepang, dan Indonesia sendiri. Hasilnya, temuan atau hasil lab saya, terbaik.
Dari hasil lab saya ini, UHU berencana membangun pabriknya di Indonesia. Tapi kemudian tidak jadi sebab saat itu sedang terjadi krisis ekonomi di tahun 1997-1998. UHU pun menutup perwakilannya di Singapura.
Temuan Anda ini tidak pernah diproduksi massal atau dikomersilkan?
Tidak pernah karena saat itu UHU sudah menutup operasionalnya di Singapura, sehingga tidak jadi memproduksi temuan saya itu.
Lalu, bagaimana perkenalan Anda dengan Uzin?
Karena tidak jadi bekerja di UHU, nah saat di UHU ada buku Asosiasi Lem Jerman. Saya cari 10 alamat dan saya kirim surat lamaran langsung ditujukan kepada CEO atau direktur. Lamaran saya diterima Uzin, yang pada tahun 1997 sedang go public dan menjadi public company.
Saya kirimkan surat lamaran langsung ke CEO Uzin. Langsung diterima, walaupun kuliah belum lulus.
Nah, pengalaman saya di UHU (menemukan lem dari bahan terbarukan,red) ini membawa ke Uzin dan Uzin tertarik. Kebetulan tahun 1997-1998 di Jerman gerakan penggunaan bahan terbarukan juga sedang gencar dilakukan.
Meski baru bergabung dan baru lulus kuliah, tetapi pihak Uzin mempercayakan saya sebagai Product Manager, dari tahun 1998 sampai 2000.
Suatu hari ketika sedang bekerja di Uzin, Sugiarto menerima telepon dari pihak Universitas dan menanyakan apakah dirinya masih di Jerman? Dijawab iya.
Pria kelahiran Malang, Jawa Timur ini lalu diminta datang ke Universitas untuk menerima penghargaan dari DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst) atau Dinas Pertukaran Mahasiswa (Akademis) Jerman untuk internasional sebagai mahasiswa terbaik atau teladan. Saat menerima penghargaan ini, Sugiarto sudah lulus kuliah.
Bagaimana bisa mendirikan Uzin di Indonesia?
Tujuan saya melamar ke Uzin sejak awal sudah saya nyatakan bahwa saya ingin kembali ke Asia. Memang tidak menyebut secara khusus Indonesia.
Saat itu CEO bertanya, jika ke Asia tetapi tidak ke Indonesia, apakah Anda bersedia? Saya jawab bersedia. Setelah menjadi perusahaan publik, Uzin memang berencana melebarkan sayap bisnisnya ke Asia. Mulanya ke Malaysia. Tapi tidak jadi. Uzin akhirnya membuka di Shanghai, China pada tahun 2000 dan saya diminta menjadi Project Manager. Di Shanghai saya yang mengembangkan produk sesuai dengan kondisi iklim di sana.
Karena China Utara dingin, China Selatan panas. Jadi, saya mesti membuat berbagai resep Uzin sesuai kondisi iklim di China.
Di China, saya mengembangkan produk, mulai proses pembangunan pabrik, melakukan pelatihan terhadap para pekerja/sales/teknisi. Selain itu saya juga dikirim ke Ukraina dan Turki untuk membuat produksi lokal. Saya tidak menetap di Shanghai sebab harus bolak-balik Jerman, Shanghai, Turki, dan Ukraina.
Dari sini, saya tidak kembali ke Shanghai sebab sesuai perjanjian antara Uzin dengan pemerintah China bahwa tiga tahun pertama GM harus dari China.
Pada akhirnya, tahun 2002 saya mengajukan proposal untuk mendirikan pabrik Uzin di Indonesia. Proposal itu disetujui. Di Indonesia, Uzin sebagai joint venture. Jadi saya sebagai pemilik saham dengan nama PT Uzin Utz Indonesia. Tahun 2002 saya buat di Surabaya lalu 2003 di Jakarta.
Lalu kita buat pabrik yang besar di Jakarta yaitu di Marunda Center.Sejak itu hingga 2021, produk-produknya masih yang umum, mortar-mortar biasa seperti perekat bata ringan, plester, aci, lem keramik.
PT Uzin Utz Indonesia merupakan mortar buatan pabrik ada bahan aditif-nya, yang tidak terdapat di pasaran atau toko retail.
Formula pembuatannya juga tergolong tidak sederhana. Contoh, tukang di lapangan beli pasir dan semen. Tiap daerah pasir berbeda-beda, ayakan berbeda-beda, kandungan lumpur juga tidak menentu. Kalau di kami (Mortar Uzin), kan kita sudah beli dari suplier yang pasti, lalu kami bakar, ayak, gradasinya tertentu dan campurannya sudah pas.
Mortar yang diproduksi Uzin sudah dites mulai dari penyusutan, daya rekat hingga kekerasannya, dan tentu memberi hasil yang maksimal.
Ada berapa produk PT Uzin Utz Indonesia dan produk apa yang menjadi unggulan?
PT Uzin Utz Indonesia merupakan bagian dari UZIN Group, perusahaan asal Jerman yang memproduksi mortar unggulan. Mortar adalah bahan yang digunakan untuk konstruksi bangunan, terdiri dari campuran semen dan agregat halus dengan perbandingan tertentu.
Mortar dapat digunakan untuk perekat bata ringan untuk dinding, perata dinding, perekat keramik, dan perata pada lantai, hingga acian.
Mortar berbeda dengan semen. Semen plus pasir pada umumnya dipakai sebagai bahan konstruksi dengan komposisi adukanyang diatur oleh pekerja. Sementara mortar buatan pabrik ada bahan aditifnya, yang tidak terdapat di pasaran atau toko retail. pembuatannya juga tergolong tidak sederhana.
Contoh, tukang di lapangan beli pasir dan semen. Tiap daerah pasir berbeda-beda, ayakan berbeda-beda, kandungan lumpur juga tidak menentu. Kalau di kami (Mortar Uzin), kan kita sudah beli dari suplier yang pasti, lalu kami bakar, ayak, gradasinya tertentu dan campurannya sudah pas.
Mortar yang diproduksi Uzin sudah dites mulai dari penyusutan, daya rekat hingga kekerasannya, dan tentu memberi hasil unggul pada bangunan konstruksinya sehingga dapat bertahan lama. Uzin coating and paints adalah produk-produk pilihan untuk pelindung batu alam, bata merah maupun dinding ekspos sesuai dengan fungsi, tekstur, dan visual sesuai kebutuhan yang diinginkan.
Produk Uzin coating and paints ada 14 dengan nama produk Uzin SC 04 -12, Uzin SC 14, 15, 17, 20, dan Uzin 50.
Selain mortar, kami juga memroduksi Uzin Terrazo and Stone Glue, dan ada lima produk. Produk unggulan, semuanya unggulan. Hanya saja belakangan Uzin memfokuskan diri pada bangunan cagar budaya (heritage). Yaitu Uzin SC 11, 12, 14. 15, dan 1.
Sejak kapan membuat produk untuk bangunan cagar budaya (heritage)?
Awalnya terjadi secara tidak sengaja yaitu pada tahun2021 pada proyek pemugaran Gedung Cagar Budaya AA Maramis di Lapangan Banteng, Jakarta. Saat itu diajak oleh aplikator cat untuk diperkenalkan PT Adhi Karya (Project Manger pemugaran Gedung Cagar Budaya AA Maramis) kala itu.
Lalu, mereka memberikan brosur produk merek lain dan bertanya, apakah Anda punya produk seperti ini? Saya baca brosur itu dan saya bilang bahwa ini produk kuno. Saya punya produk yang lebih modern.
Ketika presentasi produk Uzin di kantor Adhi Karya, saya bertemu Pak Danang (Danang Triratmoko, red). Suatu hari saya diajak beliau ke Museum Bahari Jakarta. Saya datang dan terkagum-kagum dengan Museum Bahari. Hanya saja plasteran di bangunan yang habis kebakaran, kok rontok semua. Padahal baru serah terima tahun 2019 setelah direnovasi usai kebakaran.
Baru satu tahun kok sudah hancur semua padahal menggunakan produk impor. Lalu saya buat mock-up di sana, berbarengan dengan produk-produk lain. Setelah satu bulan produk-produk lain sudah keluar garam, sedangkan produk Uzin hingga saat ini masih tetap utuh.
Atas dasar itu, Pak Danang selaku pendamping Adhi Karya merekomendasikan produk Uzin ke Kementerian Keuangan selaku pemilik Gedung Cagar Budaya AA Maramis, dan Uzin masuk di sana.
Ada dua produk yang digunakan yaitu produk Jerman dan Uzin. Tidak sampai satu tahun, produk Jerman itu mulai rontok, terlihat fleckfleck, mengandung garam, dan sebagainya.
Nah, sejak itu produk Uzin digunakan di banyak proyek pemugaran bangunan cagar budaya di Indonesia. Sampai saat ini sudah berapa banyak bangunan cagar budaya yang menggunakan produk Uzin?
Banyak sih. Sekitar 20-an. Dari Maramis dan Museum Bahari, ada Gereja GPIB Immanuel Jakarta, Benteng Pendem Ngawi Jawa Timur, Gedung Maybank Surabaya, Keraton Sumenep Madura, Masjid Attaibin Jakarta, Masjid Al Mansyur Jakarta, Gereja Koinonia Jatinegara Jakarta, Gereja Tugu Jakarta, Menara Syahbandar Semarang, Gedung Pusat Konservasi Cagar Budaya (PKCB) Jakarta, Gedung Jasindo Jakarta, Gedung ANTARA Pasar Baru Jakarta, Rumah Dinas Gubernur Jakarta, Gedung Jusuf Anwar (bekas Mahkamah Agung) Jakarta, Gedung Pancasila Jakarta, Ruang Perpustakaan SMAN 1 Boedi Oetomo Jakarta, Koridor dalam Stasiun Tugu Yogyakarta, Benteng Pendem Ambarawa (Fort Willem I) Semarang, dan Gereja Blenduk Semarang.
KLIK LINK UNTUK BACA LEBIH LANJUT