Transisi Energi, PLN Siap Operasikan Stasiun Pengisian Hidrogen Pertama di Indonesia
PLN bersama pemerintah terus mengambil langkah-langkah strategis dalam transisi energi.
Konstruksi Media, Jakarta – PT PLN (Persero) melalui subholding PLN Indonesia Power, siap mengoperasikan stasiun pengisian hidrogen atau hydrogen refueling station (HRS) pertama di Indonesia, yang berlokasi di Senayan, Jakarta.
Adapun progres pembangunan stasiun pengisian hidrogen tersebut kini telah mencapai 98 persen dan ditargetkan selesai pada Februari 2024. Langkah tersebut melanjutkan pemanfaatan hasil produksi hidrogen hijau dari 21 green hydrogen plant yang telah dioperasikan PLN sejak November 2023.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan PLN bersama pemerintah terus mengambil langkah-langkah strategis dalam transisi energi. Salah satunya melalui pemanfaatan hidrogen hijau sebagai energi alternatif ramah lingkungan pengganti bahan bakar minyak (BBM). Langkah itu juga menjadi bagian dari upaya mereduksi emisi karbon di sektor transportasi.
Baca juga: PLN Catat Peningkatan Penjualan Listrik 5,32% di Tahun 2023
“Tidak hanya infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik, kami juga siap menghadirkan hydrogen refueling station pertama di Indonesia sebagai opsi energi yang ramah lingkungan bagi kendaraan,” kata Darmawan dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Rabu (17/1/2024).
HRS yang hampir rampung tersebut siap melayani segala jenis kendaraan berbasis hidrogen dari kendaraan pribadi, kendaraan umum hingga kendaraan berat.
Pada pembangunan tahap pertama ini, HRS Senayan telah dilengkapi dengan HRS 150 bar, 300 bar, dan secara bertahap akan dinaikkan hingga 700 bar.
Selain itu, PLN juga sedang membuat inovasi kendaraan listrik berbasis hidrogen yang akan dipamerkan saat peresmian HRS Senayan.
Kendaraan besutan Subholding PLN Nusantara Power tersebut berbasis tekanan 150 bar.
“Pengembangan rantai pasok hidrogen hijau ini sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional. Artinya, kita beralih dari BBM yang mayoritas berbasis pada impor ke green hydrogen yang diproduksi domestik di dalam negeri,” ujar Darmawan.
Berdasarkan perhitungan PLN, bahan bakar green hydrogren yang dihasilkan dari sisa operasional pembangkit sangat kompetitif jika dibandingkan dengan BBM. Perbandingannya, per 1 kilometer (km) mobil BBM membutuhkan biaya Rp1.400. Sedangkan mobil listrik Rp370 per km dan mobil hidrogen hanya Rp350 per km.
Baca juga: Percepat Pembangunan Infrastruktur, Otorita IKN Gandeng Telkom dan PLN
“Sehingga transisi energi ini tidak hanya untuk mengurangi penggunaan energi beremisi tinggi di sektor transportasi, tetapi sekaligus beralih ke energi yang ramah lingkungan, bahkan nol emisi, dan tentu dengan harga yang jauh lebih murah,” ujarnya.
Darmawan mengatakan HRS Senayan nantinya akan semakin strategis karena di sana juga dibangun charger electric vehicle berbasis hidrogen yang memiliki fungsi sama dengan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Selain itu, juga dibangun hydrogen center dan hydrogen gallery room sebagai pusat pelatihan dan pendidikan terkait hidrogen di Indonesia.
PLN mencatat saat ini bisa memproduksi 199 ton green hydrogen. Dari total produksi tersebut, PLN hanya menggunakan 75 ton untuk kebutuhan operasional pembangkit, sementara 124 ton sisanya bisa digunakan untuk kebutuhan lainnya. Jumlah tersebut dapat digunakan untuk melayani 424 unit cell electric vehicle sehingga dapat menghemat impor BBM sebesar 1,55 juta liter/tahun dan menurunkan emisi karbon hingga 3,72 juta kg CO2/tahun.
Untuk menjalankan program itu, PLN telah berkolaborasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Indonesia Fuel Cell and Hydrogen Energy (IFHE).
“Dalam perjalanan panjang transisi energi ini, PLN tidak bisa berjalan sendirian, satu-satunya cara untuk tetap maju adalah dengan kolaborasi. Karena apa pun tantangannya, kita harus berjuang agar bumi jadi tempat yang lebih baik bagi generasi mendatang,” ujar Darmawan.