The HUD Institute: Evaluasi Kritis untuk Kementerian PKP, Banyak PR Menuju Perumahan Rakyat yang Tepat Sasaran
Kementerian PKP saat ini memang gencar mengusung program FLPP dan KUR Perumahan, namun keduanya dinilai belum menghasilkan outcome nyata di lapangan.
Konstruksi Media — The HUD Institute menilai penyelenggaraan urusan Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang kini berada di bawah tanggung jawab Kementerian PKP masih menghadapi berbagai hambatan mendasar. Sejumlah pekerjaan rumah besar perlu segera diselesaikan agar target pembangunan perumahan rakyat dapat tercapai secara nyata dan tepat sasaran.
Ketua Majelis Tinggi Organisasi The HUD Institute, Suharso Monoarfa, yang juga menjadi inisiator pembentukan Kementerian PKP setelah sebelumnya mendorong pemisahan urusan perumahan rakyat dari Kementerian PKP menyebut adanya kesenjangan antara kebijakan yang dicanangkan dengan hasil yang dirasakan masyarakat.
“Bagaimana dengan roadmap 3 juta rumah? Apakah target tersebut dimaksudkan untuk diselesaikan dalam satu tahun, satu juta di desa, satu juta di kota, dan satu juta di pesisir—atau untuk jangka waktu lima tahun? Masyarakat perlu penjelasan yang lebih konkret mengenai hal ini,” ujar Suharso.
Kementerian PKP saat ini memang gencar mengusung program FLPP dan KUR Perumahan, namun keduanya dinilai belum menghasilkan outcome nyata di lapangan. Meskipun kuota FLPP telah meningkat menjadi 350 ribu unit per tahun, realisasinya baru sekitar 60%, sementara waktu efektif hingga akhir tahun tinggal dua hingga tiga bulan.
“Jika target ini dipaksakan hanya untuk kepentingan administratif, dikhawatirkan banyak akad yang tidak tepat sasaran. Lagi pula, kontribusi FLPP terhadap target 3 juta rumah paling besar hanya 10–15%, karena basisnya masih bertumpu pada sektor swasta dan pengembang,” jelasnya.
Suharso menambahkan, tantangan Kementerian PKP semakin berat setelah program 3 juta rumah tidak lagi tercantum dalam daftar Program Strategis Nasional (PSN). “Kalau sudah tidak masuk PSN, maka perlu ada strategi baru yang lebih fokus, baik dalam pembangunan rumah susun di kawasan Jabodetabekpunjur maupun program BSPS (Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya),” katanya.
Penataan Permukiman Kumuh Masih Lemah
Ketua Umum The HUD Institute, Zulfi Syarif Koto, menyoroti aspek penataan kawasan kumuh yang belum mendapat perhatian strategis, meski secara kelembagaan urusan ini telah beralih dari Kementerian PUPR ke Kementerian PKP.
“Sebelumnya, kawasan kumuh ditangani Ditjen Cipta Karya. Kini mandatnya sudah berpindah, tapi belum terlihat langkah konkret untuk menata ulang kebijakan dan instrumen pendukungnya,” ujarnya.
Menurut Zulfi, penataan kawasan kumuh merupakan bagian integral dari penyediaan hunian layak bagi masyarakat urban. Pemerintah, katanya, perlu membangun rumah susun perkotaan setinggi 4 hingga 20 lantai dengan mekanisme sewa, sewa-beli, atau beli.
“Jika penanganan kawasan kumuh diabaikan, maka pembangunan tiga juta rumah tidak akan bermakna secara sosial. Rumah baru boleh berdiri, tapi kawasan lama akan semakin memburuk dan memperlebar ketimpangan,” tandasnya.
BP Tapera dan Perumnas Butuh Pembenahan
The HUD Institute juga menyoroti tata kelola lembaga pembiayaan dan pelaksana pembangunan. BP Tapera, yang seharusnya menjadi tulang punggung pembiayaan jangka panjang, kini berada dalam posisi sulit pasca putusan Mahkamah Konstitusi.
“Sejak putusan MK, posisi BP Tapera menjadi inkonstitusional. Selama ini dana APBN FLPP disalurkan melalui BP Tapera, sehingga secara struktur pendanaannya menjadi lemah,” jelas Zulfi.
Sementara itu, Perum Perumnas yang seharusnya menjadi kendaraan utama pemerintah dalam pembangunan rumah rakyat, dinilai tidak dalam kondisi optimal.
“Perumnas saat ini ibarat pesawat tanpa pilot dan kopilot. Padahal jika dioptimalkan, BUMN ini bisa menjadi tulang punggung pelaksanaan program perumahan rakyat di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Kapasitas SDM Kementerian Perlu Penguatan
The HUD Institute menilai keberhasilan program perumahan tidak hanya bergantung pada skema pembiayaan, tetapi juga pada kesiapan SDM dan kelembagaan internal. Berdasarkan data per 1 Oktober 2025, Kementerian PKP memiliki 3.749 pegawai yang terdiri dari PNS, PPPK, CPNS, non-PNS, dan lima staf khusus.
Komposisi SDM tersebut didominasi oleh Generasi Y (1.337 orang) dan Generasi Z (1.838 orang), dengan latar belakang pendidikan mayoritas teknik sipil, arsitektur, perencanaan wilayah dan kota, serta teknik lingkungan.
“Data ini menunjukkan kombinasi antara pengalaman dan inovasi. Namun karena struktur organisasi dan SDM-nya masih baru, perlu pembekalan dan penguatan kapasitas agar fungsi kelembagaan berjalan efektif,” imbuh Zulfi.
Perumahan Komunitas dan Sinkronisasi Kebijakan
Peneliti senior The HUD Institute, Agung N, menyoroti kurangnya perhatian terhadap pengembangan perumahan berbasis komunitas.
“Padahal, sekitar 80% perumahan di Indonesia dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Jika pemerintah memberi perhatian serius, sektor ini akan berkembang pesat dan memberikan dampak sosial luas,” ujarnya.
Agung juga menyoroti belum terciptanya traffic positif dari program 3 juta rumah yang diklaim mampu menyerap 185 sektor turunan. “Hingga kini belum terlihat outcome positif karena kebijakan belum menyentuh end user, misalnya implementasi pasal 54 UU No.1 Tahun 2011 tentang kemudahan perizinan bagi pembangunan perumahan MBR oleh pemerintah daerah,” katanya.
Menurut Agung, kinerja Kementerian PKP ke depan memerlukan transformasi nyata. “Saat ini masih terlalu banyak kegiatan seremonial yang bersifat simbolik. Banyak bicara angka, tapi milestone dan transparansi belum terlihat,” tambahnya.
Dorongan dan Rekomendasi The HUD Institute
Sebagai lembaga riset kebijakan perumahan dan pengembangan kawasan, The HUD Institute menekankan pentingnya menyiapkan regulasi yang inklusif serta memperkuat kerja sama antara Kementerian PKP dan pemerintah daerah.
“Balai-balai di daerah perlu diaktifkan kembali sebagai perpanjangan tangan kementerian untuk berkolaborasi dengan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. Termasuk menggandeng asosiasi pengembang serta komunitas yang benar-benar fokus dan kompeten dalam penyelenggaraan perumahan MBR maupun komersial di daerah,” papar Zulfi.
The HUD Institute mendorong Kementerian PKP untuk melakukan reorientasi kebijakan perumahan rakyat dengan menata ulang tata kelola, memperkuat kelembagaan, memperjelas arah regulasi, dan membangun kolaborasi lintas sektor agar cita-cita pemenuhan rumah layak huni bagi seluruh rakyat Indonesia dapat segera terwujud. (***)




