Soal Holding Geothermal Indonesia dan rencana IPO, Begini Kata ADPPI
Konstruksi Media – Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI) Hasanuddin mengatakan, menyoal pelaksanaan Holding Geothermal Indonesia dan rencana Initial Public Offering (IPO), pada prinsipnya ADPPI mendukung kebijakan Pemerintah melalui Kementerian BUMN dalam mengintegrasikan berbagai badan usaha yang dimiliki Negara.
Terutama, kata Hasanuddin, di bidang pengusahaan panas bumi
sebagai wujud efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan potensi panas bumi untuk pembangkit listrik yang bersumber dari energi bersih dan berkelanjutan.
Meski Begitu, Hasanuddin menilai sebaiknya kementerian BUMN fokus terlebih dahulu pada pembentukan Holding Geothermal Indonesia dan memisahkan rencana IPO atau menempatkan IPO sebagai bagian dari langkah perusahaan Holding yang terbentuk, bukan bagian dari pembentukan holding
- Challenge Global Operators, Caterpillar Mengundang Operator Paling Terampil Untuk Unjuk Gigi
- Brantas Abipraya Rampungkan Proyek Bendungan Sidan Bali, Suplai Air Baku 1.750 liter/detik
- ATI Sebut 3.020 Km Jalan Tol Indonesia Siap Menyambut Nataru 2024/2025
“Pembentukan holding sendiri perlu akselerasi yang komprehensif karena menyangkut pengintegrasian sumber daya berbagai badan usaha milik negara yang perlu dilakukan secara cermat dan prinsip kehati-hatian, khususnya menyangkut asset dan berbagai kontrak Kerjasama diberbagai lapang panas bumi sehingga negara tidak dirugikan dan/atau menghindari masalah hukum dikemudian hari,” ujar Hadanuddin dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat (20/8/2021).
Lebih lanjut Hasanuddin menjelaskan, untuk melengkapi tujuan kedaulatan dan kemandirian energi, kementerian BUMN dapat mempertimbangkan keikutsertaan daerah penghasil panas bumi, baik pemerintah daerah provinsi, maupun kabupaten/kota menjadi bagian dari kepemilikan saham di Holding Geothermal Indonesia.
“Keterlibatan daerah pernghasil ini sebagai wujud dari keadilan dan hak mendapatkan manfaat dari pengusahaan panas bumi secara nyata,” katanya.
Hasanuddin mengatakan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan saran dan pendapat terkait apa yang telah disampaikan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dan Serikat Pekerja PLN Grup (SP PLN) berkenaan dengan pembentukan Holding dan penundaan dan/atau penolakan IPO.
Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Panasbumi Nomor 21 Tahun 2014, maka yang perlu dicatat Holding ini hanyalah salah satu bagian dari badan usaha dalam pengusahaan panas bumi. Selain itu, kata Hasanuddin, badan usaha milik daerah dan swasta/Independen Power Producer (IPP) juga dapat terlibat dalam pengusahaan panas bumi untuk pembangkit listrik.
“Oleh sebab itu pembentukan holding ini diharapkan tidak menimbulkan persaingan yang tidak sehat atau persepsi negatif investasi sebagai akibat hulu-hilir pengusahaan dikuasai oleh badan usaha tertentu,” pungkasnya.***