Senior Manager PT PP Ungkap Rahasia Efisiensi Proyek Lewat Lean Construction
Tantangan terbesar dalam menerapkan lean construction bukan pada aspek teknis, melainkan pada perubahan paradigma.
Konstruksi Media — PT PP (Persero) Tbk terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong praktik pembangunan yang green, efisien dan berkelanjutan melalui penerapan prinsip lean construction.
Dalam kegiatan Green Building Contractor Gathering yang digelar oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) di Green Office Park 9, Tangerang, Senior Manager PT PP, Wawan Setiawan, hadir sebagai salah satu pembicara utama.
Wawan memaparkan pentingnya penerapan lean construction dalam proyek konstruksi sebagai langkah strategis menuju pembangunan yang lebih hijau (green) dan efisien dengan meminimalkan pemborosan (waste).
Menurut Wawan, industri konstruksi saat ini sedang menghadapi tantangan serius berupa pemborosan waktu, biaya, dan sumber daya yang terjadi dalam skala besar. Ia mengutip laporan McKinsey tahun 2020 yang menyebutkan bahwa pertumbuhan produktivitas tahunan industri konstruksi selama dua dekade terakhir hanya mencapai sepertiga dari rata-rata industri lainnya.
Kondisi ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk melakukan transformasi sistem kerja agar proyek-proyek dapat berjalan lebih efektif, efisien, dan berorientasi pada nilai tambah bagi pelanggan (value to customer).
Dalam paparannya, Wawan menjelaskan bahwa secara prinsip, sistem produksi di dunia konstruksi dan manufaktur memiliki kesamaan, yakni sama-sama menghasilkan produk yang digunakan oleh konsumen. Namun, perbedaan utamanya terletak pada proses dan pola kerja yang dijalankan.
“Di manufaktur, yang bergerak adalah produknya, sementara orangnya tetap di tempat. Tapi di konstruksi, justru sebaliknya orangnya yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain,” jelas Wawan, sebagaimana diberitakan, Jum’at, (24/10/2025).
Hal ini, menurut Wawan, menyebabkan kompleksitas dalam koordinasi dan efisiensi, karena proyek konstruksi bersifat sementara dan melibatkan banyak entitas yang saling bergantung.

Ia juga menyoroti bahwa masalah utama dalam industri konstruksi bukan hanya pada sistem atau alat kerja, melainkan pada perilaku dan kolaborasi antar pelaku proyek. Berbeda dengan manufaktur yang sangat bergantung pada sistem otomasi dan program, konstruksi justru sangat bergantung pada manusia sebagai penggerak utama di lapangan.
Oleh karena itu, Wawan menilai bahwa transformasi mindset dan budaya kerja menjadi kunci untuk menciptakan sistem konstruksi yang lebih ramping dan bebas pemborosan.
Lebih lanjut, Wawan mengutip filosofi lean construction yang dikembangkan oleh Lauri Koskela dari Lean Construction Institute. Ia menjelaskan bahwa lean construction dibangun atas tiga pilar utama, yakni transformasi, aliran (flow), dan nilai (value).
Pendekatan ini menekankan pentingnya meningkatkan nilai bagi pelanggan, memperlancar aliran kerja, serta mengurangi aktivitas yang tidak memberi manfaat langsung. “Pada akhirnya, lean construction bukan hanya tentang efisiensi teknis, tapi juga tentang menghargai orang dan menumbuhkan kolaborasi,” tegasnya.
Sebagai contoh penerapan, Wawan menyinggung konsep Last Planner System dan Target Value Delivery yang digunakan untuk meningkatkan akurasi perencanaan, mempercepat proses pelaksanaan, dan memastikan setiap kegiatan berorientasi pada nilai akhir proyek. Dengan sistem ini, komunikasi lintas tim menjadi lebih terbuka, keputusan lebih cepat diambil, dan potensi pemborosan dapat ditekan sejak tahap awal.
Menurutnya, tantangan terbesar dalam menerapkan lean construction bukan pada aspek teknis, melainkan pada perubahan paradigma dan komitmen bersama untuk menghilangkan waste di setiap level proyek.
“Yang paling penting dalam metode lean construction adalah menghilangkan pemborosan baik waktu, biaya, maupun energi manusia. Karena di situlah esensi green construction yang sesungguhnya,” tutup Wawan Setiawan.




