News

Rocky Gerung Merasa Prihatin kepada Insinyur Indonesia, Kenapa?

Insinyur harus melatih masyarakat untuk bertanya hal yang substansial, bukan hanya sekadar penasaran.

Konstruksi Media — Rocky Gerung menyampaikan keprihatinannya terhadap insinyur atas hilangnya daya kritis dalam era teknologi.

Hal tersebut disampaikannya dalam Seminar Keinsinyuran dan Rapat Kerja Wilayah serta Cabang (Rakerwil–Rakercab) Persatuan Insinyur Indonesia Provinsi Riau yang berlangsung di Pekanbaru.

Rocky mencontohkan bagaimana artificial intelligence dapat menjadi cermin dari degradasi intelektual masyarakat jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terlalu dangkal. “Padahal, justru insinyur harus melatih masyarakat untuk bertanya hal yang substansial, bukan hanya sekadar penasaran,” ungkap Rocky Gerung, (28/06/2025).

Dalam presentasinya mengenai “Etika Keinsinyuran dan Masa Depan Peradaban”, Rocky Gerung mengaku prihatin dengan insinyur saat ini.

Dalam pembukaan yang penuh humor dan makna, Rocky menyebut bahwa dari Rohil ke Rohul, insinyur sudah berkumpul  menyiratkan bahwa keinsinyuran adalah ruang dialog akal dan hati. Ia menyebut peserta seminar sebagai very insinyur person mereka yang tidak hanya berpikir logis, tetapi juga memiliki nurani.

“Very insinyur person adalah orang yang memungkinkan kehidupan ini dibangun dengan mengolah alam, tapi sekaligus memperhatikan akibat sosial dan psikologis dari pengolahan itu,” katanya.

Insinyur dan Profesi Teknis

Rocky membedakan antara insinyur sebagai profesi teknis dan keinsinyuran sebagai cara berpikir dan bertindak berdasarkan nilai.

Menurutnya, keinsinyuran tidak cukup hanya membaca benda mati, tapi harus mampu membaca dampak sosial, budaya, dan ekologis dari pembangunan.

Ia menegaskan bahwa hari ini pembangunan sering dirayakan hanya dari sisi kuantitatif, seperti panjangnya jalan tol, namun lupa pada “panjangnya jalan pikiran.” Pembangunan, katanya, harus kembali disandarkan pada pertanyaan-pertanyaan kritis: Apakah ini adil? Apakah ini berkelanjutan? Apakah ini memanusiakan?.

Rocky juga menyampaikan keprihatinannya terhadap hilangnya daya kritis dalam era teknologi.

PII Provinsi Riau
Rocky Gerung hadir dalam gelaran Rakerwil-Rakercab PII Riau. Dok. Ist

Ia mencontohkan bagaimana artificial intelligence dapat menjadi cermin dari degradasi intelektual masyarakat jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terlalu dangkal. Padahal, menurutnya, justru insinyur harus melatih masyarakat untuk bertanya hal yang substansial, bukan hanya sekadar penasaran.

Dalam konteks lingkungan, Rocky mengajak para insinyur untuk memiliki sensitivitas terhadap alam. Ia menggambarkan bahwa di dalam satu pohon terdapat sungai vertikal yang hidup, dan di setiap tumbangnya pohon ada implikasi ekologis yang tidak selalu terdengar sebagai bunyi, tetapi terasa sebagai krisis. Ia menggambarkan bahwa “kapiler pohon adalah sungai yang naik dari akar ke daun,” menekankan pentingnya memandang lingkungan bukan hanya dari sisi fisik, tetapi dari dinamika kehidupan di dalamnya.

Ia menutup dengan refleksi mendalam: jika pohon di hutan Amazon tumbang dan tidak ada yang mendengar, apakah itu tetap dianggap bunyi? Bagi insinyur yang mengandalkan empiris, jawabannya bisa tidak. Tapi bagi insinyur yang berpikir ekologis, jawabannya jelas: “Ya, karena setiap tumbangnya pohon adalah peringatan akan tumbangnya keseimbangan.”

Rocky menyebut kehadirannya dalam forum ini bukan semata sebagai undangan resmi, melainkan karena persahabatannya dengan Ir. Ulul Azmi (Ketua PII Provinsi Riau).

“Saya hadir karena sahabat saya, Ulul Azmi, adalah pemikir muda yang mewakili keinsinyuran progresif. Ia bukan hanya membangun struktur, tapi juga berpikir tentang masa depan bangsa dan etika pembangunan,” tutup Rocky.

 

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp