
Konstruksi Media — Bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS pada Januari 2025 menandai babak baru dalam lanskap geopolitik dan ekonomi global. Pemerintah Brasil pada Senin (6/1) lalu, menyatakan bahwa Indonesia secara resmi akan bergabung dengan BRICS sebagai anggota penuh, semakin memperluas kelompok ekonomi berkembang utama yang juga mencakup Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Keputusan strategis ini membawa dampak mendalam bagi berbagai sektor ekonomi Indonesia, khususnya industri konstruksi yang telah menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Industri konstruksi Indonesia saat ini mengalami momentum pertumbuhan yang sangat menggembirakan. Pasar konstruksi Indonesia diperkirakan akan mencapai 305,48 miliar dolar AS pada 2025 dan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan 7,5 persen untuk mencapai 438,56 miliar dolar AS pada 2030. Nilai pasar yang mencapai 305,48 miliar dolar AS pada 2025 dengan proyeksi pertumbuhan rata-rata 7,5 persen per tahun hingga 2030 menunjukkan potensi luar biasa sektor ini.
Data terbaru dari Mordor Intelligence mengkonfirmasi bahwa industri konstruksi telah menjadi penyumbang keempat terbesar terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia.
Keanggotaan Indonesia di BRICS memiliki dampak transformatif terhadap rantai pasok industri konstruksi. BRICS kini memiliki 10 anggota dan 8 mitra, menguasai 41,4 persen dari Produk Domestik Bruto global berdasarkan keseimbangan daya beli dan mencakup setengah populasi dunia.
Dengan bergabungnya Indonesia, BRICS kini menguasai 41,4 persen dari Produk Domestik Bruto global dan mencakup setengah populasi dunia, menciptakan pasar yang sangat luas bagi industri konstruksi Indonesia.
Akses terhadap sumber pembiayaan infrastruktur menjadi salah satu keuntungan utama keanggotaan BRICS.
Pada 2024, pasar konstruksinya bernilai 280 miliar dolar AS, dan diperkirakan mencapai 300 miliar dolar AS tahun ini, didorong oleh saluran pembiayaan yang baru dapat diakses seperti melalui Bank Pembangunan Baru yang dipimpin BRICS.
Melalui Bank Pembangunan Baru yang dipimpin BRICS, Indonesia mendapat akses ke saluran pembiayaan baru yang dapat mempercepat pertumbuhan sektor konstruksi dari 280 miliar dolar AS pada 2024 menjadi 300 miliar dolar AS pada tahun ini.
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat terhadap pengembangan infrastruktur. Pada 2024, pemerintah Indonesia telah mengalokasikan lebih dari 423 triliun rupiah untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Alokasi anggaran infrastruktur sebesar 423 triliun rupiah pada 2024 merupakan peningkatan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Investasi ini bertujuan meningkatkan konektivitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi, khususnya di daerah tertinggal.
Dari perspektif rantai pasok, keanggotaan BRICS membuka peluang penganekaragaman pemasok bahan baku konstruksi. Perdagangan Indonesia dengan negara-negara BRICS mencapai sekitar 150 miliar dolar AS, dengan ekspor utama berupa minyak sawit, batu bara, gas alam, dan karet. Perdagangan Indonesia dengan negara-negara BRICS yang mencapai sekitar 150 miliar dolar AS, sebagaimana dilaporkan oleh CSIS, menunjukkan potensi besar untuk memperkuat rantai pasok konstruksi melalui peningkatan impor bahan baku seperti baja dari China dan India, serta teknologi konstruksi canggih dari Rusia.
Integrasi dengan ekosistem BRICS juga membawa dampak pada teknologi dan inovasi dalam industri konstruksi. Pemindahan teknologi dari negara-negara BRICS yang sudah maju dalam teknologi konstruksi, seperti China dengan teknologi konstruksi modular dan India dengan solusi konstruksi berkelanjutan, dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas proyek konstruksi Indonesia.
Hal ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan yang optimis, di mana industri konstruksi di Indonesia diperkirakan akan berkembang sebesar 5,6 persen secara riil pada 2025, didukung oleh investasi sektor publik dan swasta dalam infrastruktur transportasi dan energi.
Sektor konstruksi komersial juga mengalami pertumbuhan pesat. Ukuran pasar konstruksi komersial Indonesia diperkirakan sebesar 33,48 miliar dolar AS pada 2025, dan diharapkan mencapai 49,31 miliar dolar AS pada 2030, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan 8,05 persen selama periode perkiraan 2025-2030.
Pasar konstruksi komersial yang diproyeksikan tumbuh dari 33,48 miliar dolar AS pada 2025 menjadi 49,31 miliar dolar AS pada 2030 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan 8,05 persen, menurut Mordor Intelligence, menunjukkan peluang besar bagi kontraktor Indonesia untuk bermitra dengan perusahaan BRICS.
Keanggotaan BRICS juga berpotensi mengubah pola perdagangan bahan konstruksi. Indonesia dapat memanfaatkan sistem perdagangan bilateral dengan mata uang lokal yang dipromosikan BRICS untuk mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat dalam transaksi bahan baku konstruksi. Ini akan memberikan stabilitas biaya yang lebih baik bagi proyek-proyek konstruksi jangka panjang.
Dari sisi tenaga kerja, integrasi dengan BRICS membuka peluang pertukaran keahlian dan sertifikasi profesional konstruksi antarnegara anggota. Program pertukaran teknisi dan insinyur konstruksi dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Indonesia dalam menghadapi proyek-proyek infrastruktur berskala besar.
Namun, bergabungnya Indonesia ke BRICS juga menghadirkan tantangan dalam rantai pasok konstruksi. Persaingan yang meningkat dari kontraktor China dan India dalam proyek-proyek infrastruktur domestik memerlukan peningkatan daya saing industri konstruksi lokal. Selain itu, pembakuan produk dan layanan konstruksi harus diselaraskan dengan praktik terbaik BRICS untuk memastikan kualitas dan keamanan proyek.
Aspek keberlanjutan menjadi fokus penting dalam transformasi industri konstruksi Indonesia. Komitmen BRICS terhadap pembangunan berkelanjutan mendorong adopsi praktik konstruksi hijau dan penggunaan material ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan kecenderungan global konstruksi berkelanjutan yang menjadi prioritas dalam proyek-proyek infrastruktur modern.
Potensi kerja sama dalam proyek-proyek infrastruktur lintas batas juga terbuka lebar. Proyek seperti pengembangan pelabuhan, jalan raya, dan infrastruktur energi yang menghubungkan Indonesia dengan negara-negara BRICS lainnya dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat logistik regional.
Keanggotaan Indonesia di BRICS pada akhirnya menciptakan ekosistem baru dalam industri konstruksi yang lebih terintegrasi, inovatif, dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan akses terhadap pembiayaan, teknologi, dan pasar yang lebih luas, industri konstruksi Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain global yang signifikan dalam dekade mendatang. Transformasi rantai pasok yang lebih efisien dan penganekaragaman sumber bahan baku akan menjadi kunci keberhasilan dalam meraih manfaat optimal dari keanggotaan strategis ini.
Rujukan Tautan:
2. https://www.mordorintelligence.com/industry-reports/indonesia-construction-market
3. https://www.csis.org/blogs/latest-southeast-asia/latest-southeast-asia-indonesia-joins-brics
6. https://www.csis.org/blogs/latest-southeast-asia/latest-southeast-asia-indonesia-joins-brics
7.https://www.mordorintelligence.com/industry-reports/indonesia-commercial-construction-market