
Konstruksi Media — Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Provinsi Riau, Ir. Ulul Azmi, ST., M.Si., CST., IPM., ASEAN Eng., menyampaikan keprihatinan atas tingginya angka kecelakaan kerja dan fatalitas di Provinsi Riau sepanjang Januari hingga Juni 2025. Berdasarkan data resmi BPJS Ketenagakerjaan, tercatat 9.416 kasus kecelakaan kerja terjadi selama enam bulan pertama tahun ini, dengan 32 kematian akibat kecelakaan kerja.
Dalam keterangannya, Ir. Ulul Azmi menegaskan bahwa angka ini bukan sekadar statistik, melainkan alarm keras bahwa sistem penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) masih memiliki banyak celah.
“Angka fatalitas ini adalah nyawa manusia yang hilang. Artinya, masih ada sistem kerja yang belum aman. Ini harus menjadi perhatian serius untuk segera ditindaklanjuti dengan langkah konkret dan sistematis,” ungkapnya tegas, (08/08/2025).
Berdasarkan rincian data, kematian tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Maret (masing-masing delapan kasus), diikuti Februari (tujuh kasus), April (empat kasus), Mei (tiga kasus), dan Juni (dua kasus). Sementara itu, jumlah kecelakaan kerja tertinggi tercatat pada bulan Mei dengan 1.638 kasus, disusul Februari dan Juni.
Meski demikian, Ir. Ulul Azmi menyampaikan optimismenya bahwa kondisi ini masih dapat diperbaiki.
“Kami yakin, di bawah kepemimpinan Gubernur H. Abdul Wahid, M.Si, yang saat ini menjadi pengawas tertinggi di Provinsi Riau, komitmen terhadap perbaikan sistem K3 akan semakin kuat. Kami percaya, semester kedua 2025 (Juli–Desember), Riau bisa menuju Zero Fatality,” paparnya.
Optimisme ini, menurutnya, tidak lepas dari semangat Gubernur Abdul Wahid yang terus mendorong hilirisasi industri yang inklusif dan berkelanjutan. Ia menegaskan bahwa hilirisasi industri tidak boleh mengorbankan keselamatan pekerja. “Tidak boleh ada kemajuan tanpa keselamatan. Perlindungan terhadap pekerja adalah fondasi dari pembangunan yang beradab dan berkelanjutan.”

Namun demikian, ia mengingatkan bahwa tanggung jawab ini tidak bisa dipikul sendiri oleh kepala daerah. Diperlukan kolaborasi lintas sektor, termasuk dinas terkait yang membidangi pengawasan ketenagakerjaan, dunia usaha, serikat pekerja, pemerintah daerah, dan para ahli khususnya para insinyur keselamatan kerja yang siap berkolaborasi dengan semua lini. Ia juga menekankan pentingnya pelatihan dan sertifikasi kompetensi secara berkala, pengawasan yang ketat dan berkelanjutan, pemeriksaan dan pengujian K3, transparansi pelaporan kecelakaan, serta digitalisasi sistem manajemen K3 dengan dukungan teknologi terbaru.
“Zero fatality bukanlah utopia. Dengan komitmen, kolaborasi, dan kesadaran kolektif, kita bisa mewujudkannya bersama,” pungkasnya.
Menjelang peringatan 80 Tahun Indonesia Merdeka, Ir. Ulul Azmi menyerukan agar kemerdekaan tidak hanya dimaknai secara simbolik, tetapi juga diwujudkan dalam bentuk nyata.
“Saatnya Riau dan Indonesia merdeka dari fatality karena kecelakaan kerja. Inilah makna kemerdekaan yang sesungguhnya melindungi nyawa pekerja, menegakkan martabat kerja, dan membangun peradaban industri yang aman dan manusiawi,” tandasnya.