News

PUPR Antisipasi Penyuapan Pengadaan Barang dan Jasa Konstruksi

Kita ingin proses pengadaaan barang dan jasa di Kementerian PUPR tidak ada intervensibaik dari internal maupun eksternal

Konstruksi Media – Pemerintah terus berupaya melakukan pencegahan penyimpangan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa konstruksi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hal ini ditandai dengan penyelenggaraan Webinar Membangun Ekosistem Anti Penyuapan Melalui Penerapan ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Konstruksi (Ditjen Bikon PUPR).

“Sesuai arahan dari Pak Menteri PUPR (Basuki Hadimuljono) mencanangkan kebijakan sembilan strategi yang tertuang dalam memo dinas Menteri PUPR perihal Implementasi Kebijakan Sembilan Strategi Pencegahan, Penyimpangan dan Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan Kementerian PUPR,” kata Direktur Jendral Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Yudha Mediawan saat membuka webinar tersebut secara virtual, Kamis, (12/5/2022).

Adapun sembilan strategi tersebut yakni Re-organisasi Struktur Organisasi ULP dan Pokja Pengadaan Barang/Jasa (PBJ); Perkuatan SDM (Sumber Daya Manusia); Perbaikan Mekanisme Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS); Pembinaan Penyedia Jasa (Kontraktor dan Konsultan); Pemeriksaan hasil pekerjaan (system delivery) yang melibatkan BPKP; Risk Management di Unor, Balai, dan Satker; Pembentukan Unit Kepatuhan Internal (UKI) pada Unor dan Balai (sebagai Second Line of Defense); Pembentukan Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) dan Penguatan Kapasitas Auditor Inspektorat Jenderal; dan Continous Monitoring atas Perangkat Pencegahan Fraud PBJ dengan IT Based (PUPR 4.0).

Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yudha Mediawan. Dok. Tangkapan Layar.

Dia menjelaskan, salah satu dari kebijakan strategi tersebut adalah Balai Pelaksana Pembelajaan Jasa Konstruksi  (BP2JK) di lingkungan Ditjen Bina Konstruksi agar menerapkan SNI atau ISO 37001:2016 SMAP sebagai bentuk untuk pengendalian intern sekaligus sebagai bentuk penguatan dari lembaga BP2JK sebagai garda terdepan proses pengadaan barang dan jasa.

“BP2JK adalah etalasenya dari Kementerian PUPR. Sebagai garda terdepan dalam proses pengadaan barang dan jasa nantinya dapat menghindari potensi peyimpangan, baik yang muncul dari pihak internal maupun eksternal Kementerian PUPR,” tuturnya.

“Kita ingin proses pengadaaan barang dan jasa di Kementerian PUPR tidak ada intervensi, baik dari level tertinggi hingga level terendah. Kita ingin system pengadaan barang dan jasa ini betul-betul bebas dari intervensi dan KKN, tentunya ini harus kita jaga bersama,” imbuhnya.

Selain itu, ucap Yudha, Kementerian PUPR juga memiliki tanggung jawab yang besar untuk membina SDM, terkait dengan bidang konstruksi yang terampil melalui pelatihan dan sertifikat tenaga kerja konstruksi melalui Balai Jasa Konstruksi Wilayah (BJKW).

“Kita telah terapkan rewards dan punishment untuk SDM. SDM kita yang baik diberikan rewards baik dalam bentuk insentif ataupun promosi. Inilah bentuk komitmen kita menjaga integritas dan akuitabilitas yang diharapkan,” paparnya.

Baca Juga : Ditjen Bina Konstruksi PUPR Gelar Pelatihan Jasa Konstruksi Bersama SIG

Dijelaskan olehnya, ISO 37001:2016 merupakan standar untuk mengelola risiko terjadinya penyuapan pada suatu organisasi melalui penerapan SMAP. Tujuannya ISO tersebut yakni untuk membantu, bukan untuk menyulitkan.

“Dengan adanya ISO tersebut kita dapat sesuai dengan acuan yang telah ditentukan sebagai bagian dari anti korupsi (penyuapan). Penerapan ISO tersebut baik BP2JK atau BJKW dapat mencegah, mendeteksi dan menangani berbagai bentuk intervensi terjadinya tindak Pratik korupsi dalam tugas dan fungsinya (tusinya),” beber Yudha.

“Ini acuan, dan kita tidak mentolerir adanya intervensi baik yang di internal dan eksternal. Saya garisbawahi sekali lagi, Pokja (Kelompok Kerja) ini benar-benar independen bekerjalah sesuai dengan prosedur dan aturan yang ada serta dengan hati nurani,” ungkapnya.

Bahan paparan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan. Dok. Tangkapan Layar

Sementara dalam kesempatan tersebut, Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, mengatakan pendekatan sederhana sudah dilakukan untuk mengantisipasi praktik penyuapan baik di Lingkungan BUMN Karya, Kementerian/Lembaga dan Stakeholder.

“Jika ada praktik suap yang dilakukan oleh pengusaha sederhananya bilang untuk anda berhenti menyuap, kemudia jika ada ASN atau PNS yang kedapatan menerimanya untuk mengatakan agar anda stop (berhenti) terima suap. Ini pendekatan sederhana, tapi dalam perjalanannya tidak demikian, melainkan butuh pendekatan lain untuk mencegah praktik tersebut yakni dengan pendekatan sistem,” ungkap Pahala.

Ia mengungkapkan penyupan itu harus didekati oleh sistem, dan di sistem itu ada pekerjanya, ada mekanisme kerja, dan ada regulasi juga. Jadi, tidak mungkin pembenahan hanya dilakukan dengan satu titik saja.

“Dari KPK berdiri kasus yang paling banyak ditemukan adalah penyuapan. Dan sektor pengadaan barang dan jasa ini bersaing keras dengan sektor perizinan dan ending-nya itu biasanya penyuapan,” katanya.

Menurutnya kategori penyuapan itu tidak hanya suap saja melainkan ada gratifikasi, pemerasan dan kerugian negara. Dari 30 kategori penyuapan yang telah ditetapkan oleh KPK, empat menjadi favorit yakni suap, gratifikasi, pemerasan dan kerugian negara.

“Yang dikatakan suap itu sudah ada kesepakatan diawal, jika terjadi anda akan saya beri sesuatu. Gratifikasi sebenarnya suap, tapi karena tidak bersepakat diawal, KPK masih memberikan kelonggaran selama 30 hari kerja untuk melaporkan, dan jika dalam 30 hari tersebut KPK menetapkan sebagai gratifikasi, si penerima (ASN atau PNS) tersebut akan selamat dari jeratan penyuapan. Karena diawal tidak ada kesepakatan, ASN atau PNS melayani masyarakat sudah sesuai prosedur dan tidak ada janji apa-apa, setelah selesai tiba-tiba ASN atau PNS tersebut menerima hadiah dari masyarakat atau pengusaha tersebut,” katanya.

Lalu untuk kategori pemerasan, lanjut Pahala, memang tidak ada kesepakatan antara keduanya, akan tetapi ada satu yang menggunakan kekuasaannya.

“memang tidak ada kesepakatan, tapi ada unsur memaksa karena kekuasaan dari jabatan (PNS atau ASN). Jika tidak diberi sesuatu, saya tidak akan proses. Nah inilah yang dimaksud dengan pemerasan dalam praktik penyuapan. Kalau untuk kategori kerugian negara itu didalamnya ada mark up, fiktif dan sebagainya sehingga negara rugi karena hal itu,” tuturnya.

Baca Artikel Selanjutnya :

Artikel Terkait

Leave a Reply

Back to top button