
Konstruksi Media — Berita kepada kawan ini adalah pemihakan. Bukan cuma bekal “gizi” mengisi “perut” kognisi perjalanan mudik kembali ke rumah. Yang menebarkan kabar-kabar optimis pembuat senyum rakyat pesisir dan desa nan gemahripah. Presiden Prabowo Subianto menggebrak program tiga juta rumah, disambut publik riang-gembira. Itu misi melampuai program satu juta rumah era Presiden sebelumnya.
Mulai dengan menyapih pengasuhan perumahan rakyat dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), berdiri sendiri menjadi Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Beleids itu kabar baik yang ditunggu. Sebelum sing iki, asosisasi pengembang mengaku kehilangan asuhan “ayah”.
“Durasi lima bulan berjalan sudah, apa derap tegap program tiga juta rumah? Kabar baiknya, program tiga juta rumah kini diperkokoh menjadi Program Strategis Nasional (PSN), duhai kawan. Kementerian PKP yang telah disapih dari asuhan PUPR kudu fokus arah dan tidak goyah asa menggurus “pekerjaan rumah” yang tak sedikit beban masalah,” ujar Joni yang juga Managing Partner Joni &Tanamas Law.
Jangan kendor kawan, masih ada tenaga kuasa negara bernama konstitusi UUD 1945 yang menjamin hak atas rumah. Hak konstitusi bertempat tinggal alias perumahan rakyat (PR) bunyi dalam isi konstitusi dengan pasal tersendiri, pun demikian fasilitas pelayanan umum yang layak a.k.a pekerjaan umum (PU). Ikhwal PU dan PR bukan dua hal tak sepanan. Equality before constitution!
Walau institusi sepadan, awam mengetahui urusan PR masih ketinggalan. Kelembagaan (K)-nya dan Portopolio (P)-nya acap digeser-geser, diubah, digabung, dan karenanya tidak stabil dari lini masa kabinet ke kabinet. Tak seperti bidang-cum-urusan kesehatan dan pendidikan yang K&P –nya sangat stabil. Terlebih K&P untuk Pekerjaan Umum. Wajar jika sang “ayah” Kementerian PKP kini bertumpuk jamak harapan, sekalian daftar lungsuran warisan soal-soal krusial, tidak hanya angka defisit perumahan (backlog) yang dijawab dengan subsidi pemerintah melalui pembiayaan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang dibaur dengan pembiayaan perbankan.
Namun kucuran debitnya kecil. Tak cukup memenuhi kebutuhan statistik backlog dan pertambahan keluarga baru. Itu bagaikan tamsilan mengisi bak air yang tak penuh-penuh. Wajar dikuatirkan jika FLPP tak sanggup menjadi beleids tunggal mengatasi backlog. Kontribusi pengembang-lah yang nyata kerja di garda terdepan membangun perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Tanah: Biaya, Biaya, Biaya!
Dalam geneologi pembangunan perumahan, baik subsidi maupun komersial, bahkan perumahan komunitas pun sosial, faktor tanah adalah paling dominan. Bahwa benar 100%, penyediaan tanah menjadi faktor kunci mendaratkan pembangunan perumahan, hingga kini! Itu dalil yang tak goyah.

Untuk satu soal ini saja, yakni lungsuran beban sistemik atas kesenjangan penyediaan tanah untuk perumahan MBR, sungguh cukup berat, kawan. Bahkan soal paling besar nilai harga tanah dan ongkos biayanya berikut jamak kerumitannya.