EnergiINFOInfo ProyekListrikNews

Proyek Geothermal Wae Sano Bikin Waswas Warga Flores, Khawatir Picu Bencana

Proyek geothermal Wae Sano berisiko merusak ruang hidup mereka yang mencakup kampung adat, lahan pertanian, hutan, dan Danau Sano Nggoang.

Konstruksi Media – Kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dan sosial dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau Geothermal Wae Sano mencuat di Flores dan Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Warga menyatakan penolakan sejak proyek ini disosialisasikan pada 2017. Namun, pemerintah tetap melanjutkan pengerjaannya.

“Suara kami tidak ada artinya bagi pemerintah,” ujar Yoseph Erwin, warga Desa Wae Sano, Flores, kepada Mongabay pada Mei lalu.

Yoseph dan warga lain menilai proyek geothermal Wae Sano berisiko merusak ruang hidup mereka yang mencakup kampung adat, lahan pertanian, hutan, dan Danau Sano Nggoang. Penolakan juga datang dari enam keuskupan di NTT, namun tidak diindahkan.

geothermal Wae Sano
Proyek geothermal Wae Sano mendapat penolakan warga

Hal serupa terjadi di Desa Atakore, Lembata. Warga menolak rencana proyek PLTP Atadei karena mengancam kawasan wisata unik “Dapur Alam Karun Watuwawer” yang dikenal dengan uap panas bumi alami. Lokasi ini bahkan meraih juara 3 nasional dalam Anugerah Pesona Indonesia (API) 2023 untuk kategori destinasi wisata unik.

“Kami tak ingin kehidupan sosial dan budaya kami hilang,” kata Andreas Baha Ledjab, warga Atakore.

Proyek Atadei dimulai sejak 2008 lewat Surat Menteri ESDM, dan pengerjaannya diserahkan ke PT PLN pada 2017. Dalam RUPTL 2021–2030, proyek ini ditargetkan menghasilkan listrik 10 MW.

Potensi Panas Bumi dan Ancaman Bencana

Ketua ICRES, Surya Darma, mengingatkan bahwa meskipun geothermal merupakan energi bersih, risikonya tidak bisa diabaikan—terutama di kawasan vulkanik seperti Flores yang berada di jalur subduksi Cincin Api.

Ia menyebut injeksi fluida ke dalam tanah dalam proses geothermal dapat memicu perubahan tekanan dan tegangan batuan yang menyebabkan gempa mikro, bahkan dalam beberapa kasus bisa berkembang menjadi gempa lebih besar, apalagi di wilayah geologis rentan.

“Makanya, sebelum proyek dimulai, perlu ada kajian risiko geologis dan lingkungan yang benar-benar mendalam,” kata Surya.

Kajian itu juga harus disertai pemantauan seismik dan teknologi injeksi yang aman guna meminimalkan risiko gempa.

Kepentingan Siapa yang Diutamakan?

Menurut data One Map Kementerian ESDM, NTT memiliki 28 titik potensi panas bumi dengan total kapasitas 861 MW, termasuk 45 MW di Wae Sano. Namun, warga menilai proyek-proyek tersebut lebih berpihak pada bisnis ketimbang masyarakat lokal.

Baca juga: Pertamina Geothermal Energy Perkuat Peran sebagai Penggerak Transisi Energi Bersih

“Pemerintah seharusnya mendengar suara dari bawah. Tapi yang terjadi justru sebaliknya,” ujar Beyrra Triasdian dari Trend Asia.

Ia menyoroti kasus Mataloko di Ngada, yang proyeknya tetap dilanjutkan meski mengalami kegagalan pengeboran dan ledakan pada 1998. Akibatnya, muncul luapan panas baru yang merusak tanah warga.

Beyrra menegaskan bahwa transisi energi seharusnya adil—bukan hanya berpindah dari fosil ke energi terbarukan, tetapi juga memperhatikan hak warga dan dampak lingkungan.

“Kalau kita tetap pakai pola ekstraktif, maka kerusakan tetap akan terjadi, meski yang dipakai energi hijau,” katanya.

Ia juga mengingatkan bahwa proyek geothermal boros air. Di NTT yang krisis air, pengeboran awal saja bisa membuat sungai-sungai mengering. Belum lagi potensi limbah dan polusi dari proses fracking.

geothermal Wae Sano
Proyek geothermal Wae Sano mendapat penolakan warga

Alternatif Energi: Surya dan Angin

NTT sebenarnya memiliki potensi besar di sektor energi terbarukan lainnya—matahari, angin, dan laut. Pembangkit tenaga surya dan angin, menurut Beyrra, terbukti lebih murah hingga 15% dibandingkan energi fosil dan tidak terlalu padat modal seperti geothermal.

“Energi bersih bukan soal teknologi semata, tapi bagaimana transisi ini bisa adil bagi lingkungan dan masyarakat yang terdampak langsung,” tutupnya. (***)

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp