GedungNewsPerumahan

Prof Wiryanto: Pemanfaatan Baja Tahan Gempa sebagai Solusi di Negara Rawan Gempa

Penting bagi Indonesia untuk mulai mengembangkan konstruksi bangunan tahan gempa dengan struktur baja

Majalah Konstruksi Media – Sebagai negara yang rawan gempa, Indonesia memerlukan konstruksi bangunan atau baja tahan gempa dengan struktur yang kokoh dan efisien. Salah satu alternatif yang mulai banyak dipertimbangkan adalah penggunaan baja tanah gempa sebagai material utama dalam mitigasi risiko bencana.

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan frekuensi gempa terbanyak di dunia. Sejumlah gempa besar pernah terjadi, seperti gempa Aceh tahun 2004 berkekuatan 9,2 Skala Richter (SR), gempa Sumatra tahun 2005 (8,6 SR), gempa Padang tahun 2009, gempa Palu-Donggala tahun 2018, hingga gempa Maluku pada 2023 yang mencapai 7,9 SR.

Di sepanjang tahun 2024, gempa juga terus melanda berbagai wilayah di Indonesia, seperti Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan Bali. Banyak bangunan rusak dan korban jiwa berjatuhan akibat gempa tersebut.

Menurut Prof. Dr. Ir. Wiryanto Dewobroto, MT, dari Universitas Pelita Harapan, penting bagi Indonesia untuk mulai mengembangkan konstruksi bangunan atau baja tahan gempa. Ia menyebutkan, pengalaman Jepang dan Selandia Baru yang menggunakan baja tahan gempa sebagai material utama membuktikan efektivitasnya dalam menghadapi gempa.

Baja Tahan Gempa
Prof Wiryanto Dewobroto saat meninjau bangunan atau baja tahan gempa

“Di kedua negara tersebut, konstruksi baja dan sistem peredam energi gempa modern terbukti mampu tidak hanya melindungi jiwa, tetapi juga memungkinkan bangunan tetap berfungsi setelah gempa,” jelas Prof. Wiryanto.

Ia menambahkan, bangunan yang menggunakan baja tahan gempa dapat memiliki sistem yang lebih tangguh dan berdaya tahan tinggi (resilient). Dengan begitu, masyarakat tidak perlu menunggu terlalu lama untuk pemulihan pasca-gempa. Hal ini dapat meminimalkan dampak sosial dan ekonomi akibat kerusakan bangunan.

Prof. Wiryanto menjelaskan bahwa baja memiliki rasio kekuatan terhadap berat yang lebih tinggi dibandingkan material lain. Baja juga merupakan material yang paling daktail, yaitu mampu mengalami deformasi besar tanpa kehilangan kekuatannya.

“Daktilitas sangat penting untuk bangunan tahan gempa. Bangunan dengan struktur baja tidak mengalami keruntuhan mendadak, tetapi dimulai dengan deformasi yang besar, sehingga risiko korban jiwa dapat diminimalkan,” ujarnya.

Baja tahan Gempa
Prof Wiryanto Dewobroto bersama rekan-rekan dosen dari Universitas Pelita Harapan

Ia juga menekankan bahwa konstruksi baja lebih ringan dibandingkan beton untuk spesifikasi beban yang sama. Hal ini mengurangi gaya gempa yang terjadi akibat percepatan gerakan tanah, sesuai Hukum Newton II. Dengan gaya gempa yang lebih kecil, risiko keruntuhan bangunan pun berkurang.

Namun, Prof. Wiryanto mengingatkan bahwa tidak semua baja dapat digunakan untuk konstruksi tahan gempa. Penggunaan baja harus mengacu pada standar tertentu, seperti AISC 341-16 atau SNI 7860:2020.

Ia juga menekankan pentingnya perencanaan yang memperhatikan analisis struktur inelastis, karena perilaku keruntuhan bangunan saat gempa cenderung tidak elastis.

“Industri baja di Indonesia harus berperan lebih aktif dalam mendukung pengembangan konstruksi bangunan tahan gempa. Tanpa material baja, pembangunan infrastruktur besar hampir mustahil dilakukan,” tegasnya.

Dengan kondisi geografis Indonesia yang rentan gempa, penggunaan baja sebagai material konstruksi menjadi salah satu solusi utama untuk meminimalkan risiko bencana. Diperlukan kolaborasi antara insinyur, arsitek, dan pemangku kepentingan untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur yang lebih aman dan berkelanjutan.

Artikel ini telah tayang di Majalah Konstruksi Media edisi XIII November-Desember. (***)

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp