Konstruksi Media — PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) (IDX: PGEO) menegaskan komitmennya dalam mempercepat transisi energi sebagai bagian dari kontribusi menuju terwujudnya visi Indonesia Emas 2045. Komitmen tersebut tercermin melalui partisipasi aktif PGE dalam HIPMI–Danantara Business Forum 2025 yang digelar di Jakarta, Senin (20/10).
Forum yang mengusung tema “Berdikari bersama Danantara: Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia Emas 2045” ini menjadi ajang strategis mempertemukan pemimpin lintas sektor untuk membahas arah baru transformasi ekonomi Indonesia.
Acara tersebut dihadiri sejumlah tokoh penting, antara lain CEO Danantara Indonesia Rosan Roeslani, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, dan Ketua Umum BPP HIPMI Akbar Himawan Buchari.
Rosan Roeslani optimistis Indonesia akan menjadi salah satu negara terbesar di dunia pada tahun 2045. “Keyakinan ini bukan tanpa dasar. Berbagai lembaga internasional, termasuk Bank Dunia, menilai Indonesia memiliki potensi besar jika kita mampu berkolaborasi dan bersinergi dengan baik,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya memperkuat kedaulatan energi nasional melalui hilirisasi yang berkeadilan. “Kita harus menekan ketergantungan terhadap impor. Hilirisasi harus adil bagi semua pihak — pemerintah, masyarakat, pelaku usaha, hingga UMKM,” tegasnya.
Panas Bumi, Pilar Transisi Energi Indonesia
Direktur Utama PGE Julfi Hadi menilai bahwa keberhasilan mewujudkan visi Indonesia Emas harus ditopang oleh ketahanan energi yang kuat. Ia menyoroti bahwa dunia kini tak lagi hanya menghadapi perubahan iklim, melainkan telah memasuki fase climate catastrophe yang menuntut langkah percepatan transisi energi.
“Di sinilah panas bumi memegang peranan vital sebagai energi lokal yang andal dan stabil sepanjang waktu. Potensinya yang melimpah di berbagai wilayah Indonesia menjadikan panas bumi aset strategis bagi bangsa,” jelas Julfi.
Baca juga:
Ia menambahkan, tidak semua energi hijau memiliki kemampuan sebagai baseload seperti panas bumi. Karena tidak bergantung pada cuaca atau musim, panas bumi menjadi sumber energi terbarukan paling komersial saat ini. “Panas bumi berpotensi besar menjadi penggerak utama transisi energi dan tulang punggung menuju Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Beyond Electricity: Membangun Ekosistem Panas Bumi Terintegrasi
Julfi menegaskan bahwa pengembangan panas bumi tidak hanya sebatas bisnis kelistrikan, melainkan bagian penting dari ekosistem energi nasional. Saat ini, pemanfaatan panas bumi di Indonesia baru mencapai sekitar 12 persen dari total potensi yang ada.
“Masih ada sekitar 80 persen potensi yang bisa kita optimalkan. PGE telah berpengalaman lebih dari 40 tahun dalam mengembangkan panas bumi, dengan potensi sekitar 3 gigawatt dari berbagai Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang kami kelola,” ungkapnya.

Melalui pengembangan ekosistem panas bumi yang terintegrasi dari hulu ke hilir, PGE berupaya mendorong lahirnya era keemasan panas bumi nasional.
Lebih jauh, PGE juga tengah mengembangkan strategi beyond electricity dengan menjajaki peluang pemanfaatan panas bumi untuk sektor industri lain. “Kami sedang menyiapkan ekosistem green hydrogen yang lengkap. Pertamina menjadi satu-satunya di Indonesia yang memiliki rantai proses terintegrasi — mulai dari sumber panas bumi, elektrolisis, infrastruktur midstream, hingga offtaker,” jelas Julfi.
PGE, Pionir Energi Panas Bumi Indonesia
Sebagai pionir energi panas bumi di Tanah Air, PGE saat ini mengelola kapasitas terpasang sebesar 727 megawatt (MW) dari enam wilayah operasi. Selain itu, PGE juga tengah mengembangkan sejumlah proyek strategis, termasuk PLTP Hululais Unit 1 & 2 (110 MW) dan beberapa proyek co-generation dengan total kapasitas 230 MW.
Dengan berbagai inisiatif tersebut, PGE berkomitmen untuk memperkuat ketahanan energi nasional dan mempercepat langkah Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau, berdaulat, dan berkelanjutan dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. (***)




