Penuh Tantangan! Bangun Terowongan Bawah Tanah di Indonesia Tak Semudah yang Dibayangkan, Simak Penjelasannya
Pembangunan infrastruktur bawah tanah memerlukan keahlian yang sangat spesifik dan berbeda dengan teknik sipil pada umumnya
Konstruksi Media – Pembangunan terowongan bawah tanah di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, mulai dari aspek teknis hingga keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi khusus. Pemerintah menilai peningkatan keahlian dan sertifikasi tenaga ahli menjadi langkah penting untuk memperkuat kesiapan nasional menghadapi proyek infrastruktur berteknologi tinggi.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Boby Ali Azhari, mengatakan pembangunan infrastruktur bawah tanah memerlukan keahlian yang sangat spesifik dan berbeda dengan teknik sipil pada umumnya.
“Kita membutuhkan insinyur dan tenaga ahli dengan spesialisasi tinggi. Kami telah menyiapkan program beasiswa magister di bidang struktur geologi dan terowongan untuk membangun generasi baru profesional di sektor ini,” ujar Boby dalam keterangan tertulis, Senin (3/11/2025).
Sebagai bagian dari strategi peningkatan kompetensi SDM, Kementerian PU juga memperkuat program sertifikasi tenaga konstruksi nasional. Hingga Oktober 2025, sebanyak 30 profesional telah tersertifikasi sebagai Ahli Madya Perencanaan Terowongan Jalan, dan 24 lainnya sebagai Insinyur Muda Perencanaan Terowongan Jalan.
“Sertifikasi ini menjadi bukti kompetensi sekaligus kesiapan tenaga kerja nasional menghadapi proyek-proyek bawah tanah berskala besar,” tambah Boby.
Selain itu, sertifikasi juga diberlakukan bagi badan usaha jasa konstruksi. Tercatat hingga Oktober 2025, sebanyak 34 perusahaan telah mengantongi Sertifikat Badan Usaha (SBU) untuk klasifikasi Konstruksi Terowongan (KIKI 104).
Sementara itu, Ketua Masyarakat Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah Indonesia (MTKBTI), Weni Maulina, menyoroti variasi kondisi geologi dan geoteknik di berbagai daerah sebagai salah satu tantangan utama dalam pembangunan terowongan di Indonesia.
“Kondisi tanah dan batuan yang sangat beragam membutuhkan pendekatan teknik yang berbeda. Karena itu, peningkatan kemampuan SDM dan transfer teknologi internasional menjadi kunci,” ujarnya.
MTKBTI, kata Weni, terus membuka ruang kolaborasi dengan insinyur dan asosiasi luar negeri untuk mempercepat alih pengetahuan dan pengalaman. Ia optimistis, meski dihadapkan pada tantangan finansial dan teknis, potensi industri konstruksi bawah tanah di Indonesia sangat besar dan akan memberi manfaat jangka panjang bagi pembangunan nasional.
Baca juga: MRT Jakarta Pacu Kontruksi CP202, Terowongan Tembus 27 Meter di Bawah Tanah
Tantangan Global, Harapan Lokal
Dalam kesempatan yang sama, Arnold Dix, Past President The International Tunnelling and Underground Space Association (ITA-AITES) 2022–2025, menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur bawah tanah merupakan tonggak penting bagi masa depan kota-kota besar di Indonesia, meskipun prosesnya tidak mudah.
“Pada tahap awal, masyarakat biasanya sulit melihat manfaat langsung dari proyek bawah tanah. Ketika kota mereka terganggu dan melihat banyak dana dikeluarkan, mereka belum bisa membayangkan masa depan yang akan dibawa sistem itu,” jelas Arnold.
Menurutnya, kritik terhadap lamanya pengerjaan dan dampak sementara di lapangan adalah hal yang wajar. Ia mencontohkan kota-kota seperti London, New York, Beijing, dan Bangkok, yang dulunya menghadapi gangguan besar saat membangun sistem bawah tanah, namun kini menikmati kota yang lebih efisien, aman, dan ramah lingkungan.
“Saya ingin masyarakat Indonesia melihat contoh kota-kota itu. Mereka dulu juga mengalami masa sulit, tapi kini menikmati hasilnya,” ujarnya.
Arnold menekankan bahwa kesabaran, konsistensi, dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan infrastruktur bawah tanah. Sistem ini tidak hanya soal transportasi, tetapi juga menyangkut perlindungan lingkungan, efisiensi ekonomi, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Lebih lanjut, ia menilai peluang Indonesia untuk berinovasi di sektor ini sangat besar. Tantangan banjir dan kemacetan di Jakarta, misalnya, dapat diatasi melalui sistem transportasi dan drainase bawah tanah.
“Bangkok dulu punya masalah yang sama. Kini saat hujan deras, kota tetap berfungsi normal karena sistem bawah tanahnya bekerja baik,” kata Arnold.
Namun demikian, ia mengingatkan pentingnya dukungan regulasi, perencanaan matang, dan kesinambungan kebijakan agar proyek-proyek bawah tanah dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
“Indonesia masih berada di tahap awal, tapi potensinya luar biasa. Dengan sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan akademisi, Indonesia bisa menjadi contoh sukses pengembangan infrastruktur bawah tanah di Asia Tenggara,” tutupnya. (***)




