Pengusaha Properti Minta Kepastian dan Berantas Mafia Tanah
Pengembang properti sangat optimis dan menargetkan akhir tahun ini sektor properti kembali pulih setelah dihantam Pandemi Covid-19
Konstruksi Media – Pengembang atau pengusaha properti di Indonesia meminta adanya kepastian terhadap permasalahan tanah yang dilakukan oleh ‘mafia tanah’. Selain itu, pengusaha properti juga meminta agar para mafia tanah di Indonesia bisa hilang, karena kehadirannya hanya akan menghambat pengembangan properti yang akan berlangsung.
Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida beberapa waktu lalu mengutip CNBC TV, di Jakarta, Rabu, (22/6/2022).
“Kami meminta kepastian terhadap permasalahan tanah dan agar mafia tanah bisa hilang. Para perngusaha berharap kepada Menteri dan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk dapat mengatasi permasalahan yang selama ini terjadi,” ungkap Totok.
Ia menambahkan, pengusaha itu butuhnya satu saja yakni adanya kepastian dalam berinvestasi. Sebab, semua investasi sangat butuh adanya kepastian.
“Bapak Presiden Jokowi selalu menegaskan bahwa perizinan dan lainnya harus terintegrasi dan ada kepastian kepada pengusaha. Jadi, kepastian terhadap status tanah itu sangat amat penting dalam pengembangan satu area (properti),” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan, selama ini permasalahan terhadap tanah yang dihadapi oleh developer atau pengembang properti itu, tidak cukup diselesaikan dalam kurung waktu 5 tahun. Meliankan bisa lebih.
“Jadi begitu ada masalah tanah, developer habis lah dia, karena 5 tahun permasalahan tanah tidak selesai,” keluhnya.
Baca Juga : D’Royale, Properti Berkualitas di Kawasan Segitiga Emas
Menurutnya permasalahan tanah sangat complicated terhadap sektor properti. Ia mengatakan jika tidak ada kepastian terhadap status tanah itu sendiri bagaimana transaksi diatas tanah terhadap properti itu dapat dilakukan.
“Begitu ada gugat menggungat atas tanah tersebut, itu nggak akan selesai selama 5 tahun. Makanya banyak terjadi begitu orang tahu nomor sertifikat kita, orang itu seenaknya menggugat (tanah),” imbuhnya.
Untuk itu, mewakili pengusaha properti, dia meminta adanya kepastian hukum atas kepemilikan tanah yang dimiliki oleh masyarakat. Pihaknya juga menghimbau kepada tim satgas mafia tanah jika dibentuk oleh Menteri ATR/BPN ini agar melibatkan interdep, dan interdep nya itu decision maker (pengambil keputusan). Sehingga sesuatu hak dari rakyat benar-benar terlindungi dan ada kepastian hukum.
Lebih jauh, ia menyambut baik target sekitar 120 juta sertifikat tanah yang sudah dicanangkan oleh Presiden Jokowi untuk masyarakat di Indonesia. Pasalnya hingga saat ini baru terdapat sekitar 80 juta sertifikat tanah yang sudah diterbitkan, artinya masih ada sekitar 40 juta sertifikat tanah yang akna diterbitkanoleh pemerintah.
Atas hal itu, REI katanya sangat mendukung Menteri ATR/BPN untuk segera menerbitkan sertifikat tanah dalam bentuk eletronik (e-sertifikat).
“Membuat e-sertifikat, asalkan software harus benar-benar siap dan itu bisa dilakukan sehingga mempermudah dari perizinan online menjadi e-sertifikat. Seperti halnya Kartu Keluarga yang dapat dicetak sendiri dan sudah berbentuk e-KK,” katanya kembali.
Dia juga memberi contoh kepemilikan properti di luar negeri tidak memegang sertifikat, sebab semuanya sudah online dan tercatat ketika di cek menggunakan internet.
“Di luar negeri katakanlah Amerika Serikat, jika kita punya properti, disana itu tidak ada sertifikat yang kita pegang, tapi kalau di cek di online itu ada dan tertulis milik kita. Jika ini dilakukan akan mempermudah dan menandakan bahwa sistem pertanahan kita sudah mulai terbuka dan telah melaksanakan good governance,” imbuhnya.
Diakhir, Totok optimistis melihat geliat bisnis properti di Tanah Air yang kian berkembang, karena dua tahun lalu (Pandemic Covid-19) membuat bisnis property terkena dampak yang sangat dahsyat.
“Kita optimis dan targetkan akhir tahun ini sudah pulih untuk sektor property. Hanya saja sekarang persoalannya yakni perizinan. Perizinan yang ada OSS (one single submission) belum jalan dan kami (REI) sudah mengajukan berkali-kali untuk perizinan yang lama dan yang baru berjalan secara pararel,” tutupnya.
Baca Artikel Selanjutnya :