Pelabuhan

Pengamat: Proyek KPBU Pelabuhan Berjalan Lambat Akibatkan Potensi Bisnis Hilang

Konstruksi Media – Pakar Maritim dari Institut Teknologi Sepuluh November Saut Gurning mengritisi realisasi Proyek Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) di sektor pelabuhan.

Pasalnya, hingga kini proyek tersebut masih berjalan relatif lambat lantaran prosesnya dianggap memakan waktu lama dan mengurangi daya tarik investor.

“Faktanya prosesnya berjalan lambat mulai dari awal hingga realisasi transaksinya. Prosesnya memakan waktu dan terkadang melewati potensi bisnis yang mungkin sedari awal dianggap berpotensi secara komersial atau keuangan dan ekonomi,” ujarnya dikutip pada Senin (2/8/2021).

Lebih jauh Saut pun membandingkan dengan proyek KPBU lainnya di sektor bandara atau kereta api dan sarana sebanding lainnya. Cepat-lambatnya realisasi KPBU, kata Saut, sangat dipengaruhi akselerasi dan inisiatif dari peran pemerintah sendiri. Khususnya berbagai entitas pelaksana KPBU, lembaga pendukung, panitia pengadaan termasuk PJPK.

“Hal lain yang menjadikan proses realisasi menjadi lambat karena potensi tingginya resiko dan tidak layaknya proyek infrastruktur kepelabuhanan yang mungkin akhirnya secara finansial dan ekonomi menjadi hambatan utama dalam KPBU,” katanya.

Namun, lanjut Saut, dalam beberapa rencana proyek strategis nasional, utamanya atas inisiatif pemerintah, proyek KPBU yang tidak layak secara finansial tetapi layak secara ekonomi, akhirnya mendapatkan dukungan berupa Viability Gap Fund (VGF).

“Ini merupakan dukungan infrastruktur dasar pelabuhan seperti dermaga utama, alur navigasi dan kolam utama, serta aksesibilitas jalan dari dan ke pelabuhan yang dibangun dengan dana pemerintah,” imbuhnya.

Selain itu, juga dapat berupa jaminan pemerintah, pembayaran atas layanan awal, dan insentif perpajakan yang mungkin saat ini disediakan di sejumlah proyek KPBU kepelabuhanan nasional dengan level yang berbeda-beda.

“Jadi dalam konteksi potensi realisasi KPBU pada sektor jasa kepelabuhanan, 3 proses utama KPBU perencanaan, penyiapan, dan transaksi dalam berbagai kasus riil memakan waktu bertahun-tahun secara umum ya. Saya kira apa yang telah diinisiasi untuk pengembangan infrastruktur Pelabuhan Anggrek, Gorontalo antara Dirjen Perhubungan Laut dan PT. Anggrek Gorontalo International Terminal juga membutuhkan waktu yang relatif lama,” tegasnya.

Saut juga menyinggung kasus empirik di Jambi atau Pelabuhan Patimban yang perencanaan, penyiapan, dan transaksi relatif membutuhkan usaha, koordinasi, validasi, serta kajian. Menurut Saut, proses-proses tersebut membutuhkan waktu yang lama dan mengurangi minat dunia usaha.

“Jadi persoalan waktu yang cukup lama sepertinya mengurangi daya tarik dunia usaha nasional dan mungkin internasional dalam realisasinya,”sambungnya.

“Usaha akselerasi, koordinasi berbagai entitas K/L pemerintah serta respon cepat dalam mengadaptasi berbagai rencana dunia usaha kepelabuhanan nasional perlu menjadi perhatian utama di masa mendatang,” pungkasnya.

Dijetahui, pelaksana KPU antara lain Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) sebagai koordinator KPBU, Kementerian Keuangan melalui DJPPR memberikan Dukungan Pemerintah dan Jaminan Pemerintah, dan Kementerian/Lembaga/Daerah/BUMN/BUMD sebagai atau Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK).

Untuk mempercepat tahapan KPBU juga dibentuk lembaga-lembaga pendukung, seperti Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang dapat berperan sebagai Badan Penyiapan dalam pendampingan dan/atau pembiayaan kepada PJPK, dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sebagai instrumen penjaminan pembangunan infrastruktur.***

Artikel Terkait

Leave a Reply

Back to top button