GedungInfrastrukturKonstruksi BerkelanjutanNewsPropertiSustainability

Pemerintah Dorong Pembangunan Gedung Tinggi Ramah Lingkungan dan Aman Gempa

Kementerian PU tegaskan komitmen Pemerintah dalam wujudkan infrastruktur vertikal berkelanjutan.

Konstruksi Media — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU) terus mendorong pembangunan gedung tinggi yang berkelanjutan, tangguh terhadap gempa, dan efisien secara energi.

Hal ini disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan Kementerian PU, Dr. Ir. Yudha Mediawan, dalam forum Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CTBUH), yang dihadiri pemangku kepentingan dari pemerintah, swasta, hingga akademisi.

“Pembangunan gedung tinggi bukan semata-mata simbol fisik kemajuan, melainkan juga representasi dari efisiensi ruang, konektivitas, serta dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi baru di berbagai wilayah,” ungkap Yudha Mediawan dalam sambutannya mewakili Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti, di Menara Astra Jakarta, Kamis, (10/07/2025).

Menurut Yudha, Indonesia kini menduduki peringkat ke-10 dunia dan ke-2 di Asia Tenggara dalam jumlah bangunan pencakar langit. Sejak berdirinya Wisma 46 pada 1996 hingga Autograph Tower yang kini menjadi gedung tertinggi di Indonesia, pertumbuhan gedung tinggi telah menjadi ikon kota-kota besar. Namun, lanjutnya, pembangunan tak boleh berhenti di aspek estetika semata.

Kementerian PU CTBUH
Staf Ahli Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Dr. Ir. Yudha Mediawan. Dok. Konstruksi Media

“Kita harus memastikan bahwa setiap gedung tinggi, apalagi yang masuk kategori supertinggi, dibangun dengan mempertimbangkan aspek keselamatan, kenyamanan, efisiensi energi, serta ketahanan terhadap bencana, khususnya gempa bumi,” terang Yudha.

Yudha mengungkapkan bahwa Indonesia telah memiliki sejumlah regulasi teknis, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 dan berbagai regulasi turunannya. Pemerintah juga telah mengembangkan Building Green Certification (BGC) dan Bangunan Gedung Hijau (BGH) sebagai prasyarat teknis pembangunan di kawasan dengan intensitas tinggi.

Tak hanya itu, pemanfaatan teknologi digital seperti Building Information Modeling (BIM) juga menjadi prioritas. “BIM bukan sekadar alat desain, tapi juga pengelolaan data sepanjang siklus hidup bangunan, mulai dari tahap perencanaan hingga operasional,” paparnya.

Terkait risiko bencana, Yudha mengingatkan pentingnya penggunaan data seismik nasional dalam desain gedung tinggi. “Dengan potensi seismik tinggi di wilayah seperti Jakarta, kita harus mengintegrasikan peta gempa terbaru sebagai acuan utama,” bebernya.

Sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Paris Agreement, pembangunan gedung tinggi juga diarahkan untuk mendukung target net zero emission pada 2060. “Pembangunan gedung tinggi harus sejalan dengan agenda pertumbuhan hijau. Kita dorong agar setiap bangunan memenuhi standar gedung hijau dan cerdas,” ujarnya menambahkan.

Yudha juga menekankan bahwa pengembangan infrastruktur vertikal harus merata, tidak hanya terkonsentrasi di pusat-pusat metropolitan.

“Kita perlu dorong investasi di kota-kota menengah sebagai bagian dari strategi pertumbuhan wilayah dan kebijakan spasial nasional,” tuturnya.

Menutup sambutannya, Yudha mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi membangun infrastruktur vertikal masa depan Indonesia yang aman, inklusif, dan berkelanjutan.

“Mari jadikan pembangunan gedung tinggi bukan sekadar menara beton, tapi simbol kemajuan yang berpihak kepada manusia dan masa depan bumi kita,” tandasnya.

 

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp