EQUIPMENTTeknologi

Pemanfaatan FABA untuk Produk Konstruksi dan Infrastruktur

Limbah FABA yang dikelola dan diolah dengan tepat akan menghasilkan produk turunan yang bermanfaat.

Konstruksi Media – Fly Ash and Bottom Ash (FABA) merupakan partikel halus (berupa abu) sisa hasil pembakaran batu bara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan boiler atau tungku pada industri. Abu yang naik dan terbang disebut fly ash sedangkan yang tidak naik disebut bottom ash.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun, FABA dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) kategori 2, padahal pada negara lain seperti Amerika Serikat, Australia, Canada, Uni Eropa, Rusia dan Jepang hanya dikategorikan sebagai limbah tetapi bukan limbah B3.

Saat ini jumlah FABA di Indonesia terus bertambah seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan industri manufaktur serta meningkatnya kebutuhan listrik yang dipasok PLTU.

Pada tahun 2021, debu batu bara ini mencapai 12 juta ton dan pada 2027 diproyeksikan menjadi sebesar 16,2 juta ton. Tentunya, hal ini bakal menimbulkan permasalahan lantaran FABA yang dimanfaatkan kembali jumlahnya sangat sedikit, sehingga sisanya harus disimpan atau ditimbun (landfill).

Belakangan ini, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dikelola oleh PT PLN (Persero) Group secara serentak bergerak untuk memanfaatkan FABA berdasarkan regulasi dan Standar untuk pengecoran jalan desa, pembangunan rumah hingga Jalan Tol Semarang–Demak.

“PLN Group berkomitmen untuk memanfaatkan FABA sebagai produk material bangunan pada bidang kontruksi dan infrastruktur, sehingga upaya reduce, reuse dan recycle FABA terwujud,” kata Executive Vice President K3L PLN  Komang Parmita kepada Konstruksi Media saat ditemui di PLN Kantor Pusat di Jalan Trunojoyo Blok M – I No 135, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/7/2022).

Ia mengatakan, FABA sebagai limbah Non B3 sesuai amanat PP 22/2021 dan Permen LHK 19/2021. Era FABA sebagai LimbahB3 sesuai PP 101/2014 sudah berakhir. Pasalnya, tidak sesuai dengan best practice pengelolaannya secara global dan dalam kajian karakteristik menunjukkan tidak mengandung bahan berbahaya atau beracun.

“Limbah FABA yang dikelola dan diolah dengan tepat akan menghasilkan produk turunan yang bermanfaat. Seperti halnya dapat menghasilkan paving block, batako, readymix, kanstein, dinding panel, refraktori cor,” ucap lulusan Universitas Brawijaya itu.

Pemanfaatan FABA untuk Produk Konstruksi dan Infrastruktur. Foto: Istimewa

Selain itu, kata dia, FABA dapat dimanfaatkan sebagai bahan material untuk penimbunan dalam reklamasi tambang, substitusi kapur untuk menetralkan air asam tambang, memperbaiki kondisi fisik tanah dan media tanam untuk revegetasi lahan bekas tambang.

Baca juga: Hutama Karya Tuntaskan Pembangunan Dua Mega Proyek EPC

Menurut Komang, selain berdampak positif pada lingkungan, penggunaan FABA pada industri semen memberikan keuntungan secara finansial karena dapat dihasilkan sendiri dan didapatkan tanpa biaya.  

“FABA setelah diproses menjadi semen portland komposit akan memberikan nilai tambah yang cukup tinggi dan meningkatkan daya saing industri semen,” ujar Komang.

Tantangan Pengembangan FABA

Executive Vice President K3L PLN Komang Parmita mengatakan, tantangan bagi industri semen dalam pemanfaatan FABA secara teknis adalah kualitas (spesifikasi) dan volume, sedangkan tantangan non teknis adalah lokasi dan perizinan.

Menurut dia, kualitas FABA yang dihasilkan sendiri maupun yang bersumber dari luar pabrik variatif dan fluktuatif, sehingga menyulitkan dalam proses pemanfaatannya karena harus selalu melakukan penyesuaian dalam proses produksi, begitu pula dengan volume FABA yang dibutuhkan tidak selalu sama karena menyesuaikan dengan permintaan pasar.

“Lokasi sumber FABA terkadang berada di lokasi terpencil, sehingga biaya pengelolaan termasuk transportasi menjadi mahal dan tidak ekonomis,” ucapnya.

Komang mengatakan, perizinan terkait FABA juga cukup banyak dan tidak mudah. Penyimpanan, pengelolaan, pamanfaatan dan transportasi memerlukan perizinan tersendiri sehingga untuk mendapatkannya sebagai bahan riset mengalami kendala.

Dengan banyaknya perizinan, kata dia, maka pemanfaatan FABA oleh industri tidak dapat dimaksimalkan, karena tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh industri semen, tetapi oleh industri barang, seperti batako, genteng, paving block, dan lain sebagainya.

“Alangkah baiknya kita tidak mengkategorikan FABA di Indonesia sebagai limbah B3 tetapi sebagai sumber daya yang memiliki nilai tambah cukup tinggi sehingga dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak,” ucap pria kelahiran Singaraja, Bali.

Ia mengatakan, Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan kelonggaran karena pada lampiran XIV FABA termasuk pada Limbah Non B3 Terdaftar dengan pengecualian pada teknologi stocker boiler dan/atau tungku industri.

“Ke depannya semoga FABA bisa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur di Tanah Air, karena memberikan beberapa keuntungan,” ujarnya.

Baca artikel selanjutnya:

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp