Teknologi

Legislator PKS: Politik Inovasi Teknologi Pemerintahan Jokowi Amburadul

Konstruksi Media – Politik inovasi teknologi Pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini dinilai tidak jelas, terlebih dalam aspek kelembagaan dan kebijakan. Hal itu disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI FPKS Mulyanto dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) yang ditetapkan jatuh setiap tanggal 10 Agustus.

Menurut Mulyanto, sedikitnya ada tiga hal yang menjadi indikator ketidakjelasan politik inovasi teknologi ini.

“Pertama soal pembubaran Kementerian Riset dan Teknologi. Kedua soal peleburan LPNK ristek seperti LAPAN, BATAN, BPPT dan LIPI ke dalam BRIN. Dan ketiga terkait aturan secara ex-officio, Ketua Dewan Pengarah BRIN dijabat oleh Anggota Dewan Pengarah BPIP,” ujar Mulyanto dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (10/8/2021).

Ketiga hal tersebut, kata Mulyanto, terkesan dipaksakan dan kurang didukung oleh kajian akademik yang matang. Sikap seperti itu mencerminkan ketidak pedulian Pemerintah terhadap masa depan riset dan inovasi nasional. 

“Sekarang ini tidak jelas. Lembaga mana yang berkewenangan mengkoordinasikan, merumuskan dan menetapkan kebijakan riset dan teknologi nasional. Kemendikbud-Ristek atau BRIN?,” tanyanya.

“Dalam UU No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek juga tidak disebutkan secara definitif Menteri yang bertanggung-jawab terhadap urusan Iptek ini,” lanjutnya.

Mulyanto menjelaskan bahwa Perpres No. 33/2021 tentang BRIN menyebutkan, BRIN memiliki fungsi melaksanakan, mengkoordinasikan, serta merumuskan dan menetapkan kebijakan riset dan teknologi.

Sementara, lanjut Mulyanyo, Kemendikbud-Ristek sesuai dengan Perpres 31 tahun 2021 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kemendikbud Ristek dan Kementerian Investasi/BKPM, khususnya  Pasal 1 hurup b menegaskan bahwa Mendikbud-Ristek memimpin dan mengoordinasikan: penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Iptek yang dilaksanakan oleh Kemenristek, sebagaimana dimaksud dalam Perpres No. 50/2020 tentang Kemenristek.

“Fungsi Kemenristek sebelumnya, sebagai Kementerian kelas C, adalah mengkoordinasikan serta merumuskan dan menetapkan kebijakan iptek. Kalau kita mengikuti logika ini, maka seharusnya Mendikbud-Ristek mengkoordinasikan BRIN,” ungkapnya.

“Inikan seperti ada dua matahari kembar yang fungsinya tumpang-tindih di bagian hulu bidang ristek. Bedanya Kepala BRIN bukan anggota kabinet, seperti Mendikbud-Ristek, sehingga tidak duduk satu meja dengan menteri-menteri lainnya. Bisa dibayangkan bagaimana kerumitan BRIN dalam berkoordinasi dengan kementerian lain,” sambungnya.

Mulyanto memaparkan secara umum fungsi Badan dalam Pemerintahan adalah sebagai agen khusus (special agency) yang fokus menjalankan fungsi ‘pelaksanaan’. Ia menuturkan, badan tersebut tidak memiliki fungsi koordinasi apalagi perumusan dan penetapan kebijakan (policy). Itu sebabnya BRIN bukanlah lembaga politik yang kepalanya menjadi anggota kabinet. 

“Kementerianlah yang punya amanah politik untuk menjalankan fungsi koordinasi dan perumusan serta penetapan kebijakan (policy),” katanya.

“Jadi, agar tidak sekedar basa-basi dan menimbulkan kerumitan baru, sebaiknya Pemerintah menata ulang soal ini secara hati-hati. Atau sekalian saja frasa Ristek dalam Kemendikbud-Ristek dihapus, agar masyarakat menjadi terang akan lemahnya komitmen politik inovasi Pemerintah,” pungkas Mulyanto.***

Artikel Terkait

Leave a Reply

Back to top button