
Konstruksi Media – Kolaborasi antarpemangku kepentingan menjadi kunci utama dalam mengoptimalkan fungsi Dispute Avoidance dalam proyek konstruksi sebagaimana semangat yang diusung dalam Kontrak FIDIC. Hal ini disampaikan oleh Prof. Sarwono Hardjomuljadi, Presiden Society of Construction Law Indonesia (SCLI) sekaligus Chairman Institute of Dispute Board for Construction (PADSK), dalam PADSK–SCLI International Conference 2025 yang digelar di Hotel Manhattan, Jakarta, pada 7–8 Agustus 2025.
Konferensi internasional tahun ini mengangkat tema: “Kolaborasi Pemangku Kepentingan untuk Menguatkan Fungsi ‘Avoidance’ DAAB sebagai Semangat Kontrak FIDIC Menuju Keberhasilan Proyek Konstruksi.” Tema ini merupakan tindak lanjut dari konferensi tahun sebelumnya, yang membahas pentingnya sinkronisasi penerapan Kontrak FIDIC dengan regulasi nasional untuk mencegah sengketa.
Menurut Prof. Sarwono, diskusi tahun lalu mengungkap bahwa keberhasilan proyek konstruksi—baik dari sisi teknis maupun administratif—memerlukan tindakan lanjutan untuk mencegah klaim yang tidak terselesaikan, baik dari pihak kontraktor maupun pemberi kerja (employer). “Tujuan utama dari proyek konstruksi yang sukses tidak hanya selesai secara teknis, tetapi juga secara administratif tanpa menyisakan klaim yang tidak terselesaikan,” ujarnya.

Konferensi kali ini menghadirkan beragam pemangku kepentingan, termasuk pemberi kerja, konsultan pengawas, kontraktor, auditor negara (pra dan pasca-audit), regulator konstruksi, pengembang swasta, serta akademisi. Mereka diajak berdiskusi guna menyamakan persepsi mengenai implementasi Dispute Avoidance and Adjudication Board (DAAB) sebagaimana tercantum dalam edisi terbaru FIDIC Rainbow Series – 2nd Edition 2017 (reprint 2022 with amendments).
Prof. Sarwono menekankan bahwa penggunaan FIDIC sebagai standar kontrak internasional yang adil dan berimbang harus disertai dengan kolaborasi semua pihak. Fungsi DAAB dalam edisi terbaru FIDIC tidak lagi hanya sebagai dispute adjudicator, tetapi juga sebagai penghindar sengketa (dispute avoider) yang berperan aktif dalam mencegah eskalasi masalah di lapangan.
Baca juga: Prof. Sarwono: Hukum Konstruksi Bukan Pelengkap, Tapi Penyangga Utama Proyek dan Pelaku
“Perselisihan konstruksi, bila dibiarkan hingga ke tahap sengketa, akan menimbulkan biaya besar baik bagi penggugat maupun tergugat. Padahal, jika bisa dicegah sejak awal, biayanya akan jauh lebih efisien,” jelasnya.
Dalam konteks ini, pergeseran dari Dispute Adjudication Board menjadi Dispute Avoidance and Adjudication Board menandai pentingnya pendekatan preventif. FIDIC telah merespons hal ini dengan memperkuat peran DAAB dalam klausul-klausul kontraknya.

Mengutip mendiang Gordon L. Jaynes, Prof. Sarwono mengajak para profesional hukum dan konstruksi untuk “merangkul filosofi Timur yang menekankan pada pencegahan sengketa.” Semangat ini sejalan dengan prinsip utama DAAB, yaitu menyelesaikan persoalan melalui kesepakatan, bukan eskalasi hukum.
“Jika para pihak dalam kontrak dapat mencapai kesepakatan, maka sengketa selesai. Kesepakatan memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding putusan pengadilan karena mencerminkan nilai manfaat publik, sebagaimana nilai hukum ketiga dari Gustav Radbruch,” pungkasnya.
Konferensi internasional ini diharapkan mampu menjembatani pengalaman global dengan kebutuhan proyek-proyek internasional yang berlangsung di Indonesia. Pengetahuan dan praktik terbaik dari forum ini akan menjadi bekal penting untuk meningkatkan kualitas pengelolaan proyek konstruksi nasional, sekaligus menumbuhkan budaya penyelesaian sengketa yang sehat dan berkeadaban. Tak hanya itu, acara ini juga menghadirkan beberapa narasumber dari dalam negeri dan luar negeri.(***)