Keselamatan Konstruksi, Ketum Forum QHSE: Quality Is Safety, Safety Is Quality
Kecelakaan kerja yang terjadi dapat menghambat proses penyelesaian sebuah pembangunan infrastruktur.
Konstruksi Media – Keselamatan konstruksi menjadi faktor utama keberhasilan satu pengerjaan konstruksi dalam infrastruktur pembangunan. Sebab, satu kecelakaan kerja saja dampaknya sangat fatal terhadap kelangsungan bisnis dan reputasi dari si kontraktor yang mengerjakan proses konstruksinya.
Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Umum Forum Quality, Health, Safety, and Enviromental (QHSE) BUMN Konstruksi, Subkhan dalam sebuah diskusi secara hybrid yang bertajuk “Workshop Produk Pengaturan terkait Tertib Penyelenggaraan Jasa Konstruksi” Jakarta, Senin, (4/7/2022).
Ia mengatakan, keselamatan konstruksi juga tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (SE PUPR) nomor 04 tahun 2022 tentang Tertib Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Kementerian PUPR. Selanjutnya, SE PUPR No.10/2022 tentang Panduan Operasional Tertib Penyelenggaraan Keselamatan Konstruksi di Kementerian PUPR.
Tak hanya itu, lanjutnya, dalam Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR No. 524/2022 tentang Besaran Remunerasi Minimal Tenaga Kerja Konstruksi Pada Jenjang Jabatan Ahli Untuk Layanan Jasa Konsultansi Konstruksi dan Permen PUPR nomor 10/2021 tentang Pedoman SMKK (Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi) juga dijelaskan mengenai keselamatan konstruksi.
Kata Subkhan, SMKK merupakan bagian dari sistem manajemen pelaksanaan pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya keselamatan konstruksi.
Terkait dengan hal tersebut, Subkhan menjelaskan, Forum QHSE BUMN Konstruksi bersama dengan Kementerian PUPR juga terlibat dalam perumusan SE SMKK mengenai pembangunan di Ibu Kta Negara baru (IKN) Nusantara.
“Kami selalu mengkampanyekan seluruh entitas baik di Forum QHSE BUMN Konstruksi maupun lainnya bahwa satu kecelakaan kerja itu dampaknya sangat fatal,” ungkap Subkhan.
Untuk itu, dirinya mengungkapkan sekecil apapun itu, faktor keselamatan kerja dalam berkonstruksi harus dijaga dengan ketat. Sehingga pemimpin dalam sebuah perushaan dalam hal ini Direktur Utama selalu menekankan bahwa aspek SMKK adalah vital bagi keberlanjutan usaha khususnya bidang konstruksi.
“Banyak perusahaan besar di dunia ini yang tiba-tiba bangkrut karena mengabaikan faktor keselamatan, salah satunya yakni Tambang Newmont Minahasa tahun 2004 hanya permasalahan kecil yakni faktor pencemaran lingkungan dan sekarang jadi bangkrut. Apalagi sektor konstruksi, jika tidak di maintenance akan menjadi potensi kebangkrutan,” imbuhnya.
Ketika pimpinan sudah mengatakan hal seperti itu, level komitmen manajemen atau elemen pertama terkait SMKK, kepimpinan menjadi kunci keberhasilan SMKK itu sendiri.
Ia menambahkan, dalam Undang-Undang (UU) nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, disampaikan bahwa SMKK ini juga sudah terintegrasi oleh keselamatan kerja, maupun tentang ketenagakerjaan.
“Harusnya tidak ada lagi keragu-raguan untuk menerapkan ini sebagai satu keberhasilan daya saing konstruksi,” katanya.
“Semakin sering terjadi kecelakaan konstruksi, maka daya saing konstruksi nasional kita akan terganggu, bahkan akan menjadi image (negatif) ketiga kita tender di luar negeri bahwa konstruksi kita seperti itu,” tuturnya.
Jadi, menurut Subkhan akan sangat luar biasa jika Kementerian PUPR dapat menempatkan SMKK sebagai unsur penting dalam pengerjaan proses konstruksi di Indonesia. Bahkan ditegaskan pula sejak proses paling hulu dalam SMKK perancangan, konseptual dan sebagainya.
Dia mengungkapkan ada beberapa hal yang menjadi penyebab kecelakaan kerja atau keselamatan konstruksi, pertama yakni faktor leadership.
Subkhan menjelaskan, sesuai dengan elemen pertama SMKK yakni kepemimpinan dan pemberdayaan (empowerment). Tanpa adanya dukungan dari top management atau ditempatkannya petugas K3 setara dengan Pimpro, maka nanti akan terjadi terus potensi risiko keselamatan konstruksi.
Sehingga hal ini penting untuk diterapkan dari mulai level direktur hingga level officer. Ini diwajibkan sejak tender ditandatangai oleh pemilik perusahaan.
“Jangan sampai perencanaan yang tidak matang, tidak terintegrasi, menjadi penyebab kendala tersendiri,” katanya.
Selanjutnya lack off contruction engineering. Jadi semakin sedikit, kompetensi keteknikan yang dimiliki oleh petugas K3 disektor konstruksi, maka akan terjadi risiko kecelakaan kerja yang besar.
Baca Juga : Subkhan, Direktur Muda dengan Segudang Prestasi
Kemudian pengendalian control internal. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh komite keselamatan konstruksi dan seabagainya juga akan menjadi kendala tersendiri.
Lalu, lack off technology choice. Pemilihan teknologi yang tidak tepat dan digunakannya BIM (Building Information Modeling), lalu tidak digunakannya semua perangkat-perangkat digitalisasi semua akan menjadi kendala yang cukup besar.
Selanjutnya, lack off contruction method . Metode konstruksi yang tidak dibahas secara detail, untuk risiko menengah keatas dibantu dengan komite keselamatan konstruksi dan sebagainya ini juga menjadi kendala tersendiri.
Lack off odination system. Bagaimana nantinya antara K3, lingkungan dan juga kesehatan harus terintegrasi, penanganan covid-19 dan sebagainya.
“lack off competency. Ini juga penting bahwa setiap level harus punya legitimasi terkait dengan kriteria job kompetensinya, mulai dari manager safety, officer, dan sebagainya,” ungkapnya.
Integrasi juga harus dilakukan antara ISO:9001 Sistem Manajemen Mutu, ISO:14001 Sistem Manajemen Lingkungan, dan ISO:45001 Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
“Quality is safety, safety is quality. Sehingga nanti tidak akan ada keragu-raguan lagi bahwa quality mempengaruhi safety dan safety mempengaruhi quality,” tutupnya.
Baca Artikel Selanjutnya :