INFOInfrastrukturNewsOPINI

Jejak Langkah Menuju Konstruksi Berkelanjutan: Implementasi Lean Construction di Bumi Pertiwi

Oleh: Amril Taufik Gobel (Vice President Procurement EPC dan Investasi, Divisi Supply Chain Management PT Nindya Karya)

Konstruksi Media – Di setiap sudut kota Jakarta yang sesak, di hamparan persawahan yang berubah menjadi kompleks perumahan, dan di pulau-pulau terpencil Nusantara yang mulai terjamah pembangunan, terdengar simfoni yang sama: bunyi martil, deru mesin, dan harapan jutaan rakyat Indonesia akan tempat tinggal yang layak.

Namun, di balik gemuruh pembangunan yang tak pernah henti itu, tersembunyi sebuah ironi yang menyayat hati: pemborosan yang menggunung dan limbah yang mencemarkan bumi pertiwi tercinta.

Konstruksi Indonesia sedang berlari kencang, namun langkah kita harus lebih teratur, bukan hanya cepat. Dalam beberapa bulan terakhir, Ikatan Ahli Manajemen Konstruksi Ramping Indonesia (IAMKRI) menunjukkan bahwa perubahan proses adalah pintu menuju masa depan lebih produktif dan berkelanjutan.

Lewat webinar berkala seperti “Introduction to The Last Planner System” yang diselenggarakan pada Sabtu, 11 Januari 2025, IAMKRI membuka kesadaran tentang prinsip Lean Construction: efisiensi, kolaborasi, serta pengurangan sampah/waste di setiap tahap proyek

Prof. Ir. Muhamad Abduh, M.T., Ph.D., Ketua IAMKRI, menegaskan bahwa program edukasi ini tidak sekadar formalitas—melainkan upaya membangun SDM yang fasih dalam merancang aliran kerja berkelanjutan

Bahkan pelatihan dilakukan secara daring maupun terbatas, dipandu narasumber nasional dan internasional untuk memberikan wawasan luas atas tantangan mendatang seperti krisis iklim dan tekanan biaya

Lebih konkret, pada pertengahan Juli 2025, IAMKRI menggelar ekskursi ke Proyek Twin Tower UNDIP bersama akademisi dan pelaksana konstruksi. Di lokasi itu, teori lean dibumikan: manajemen visual, koordinasi lintas fungsi, dan sinergi BIM dengan Lean Construction terbukti menekan pemborosan material—terutama pada besi dan beton—serta memperkuat adaptasi tim lapangan terhadap ritme kerja ramping

Industri konstruksi Indonesia, yang menyumbang 10,23 persen dari Produk Domestik Bruto nasional dan menjadi tulang punggung ekonomi keempat terbesar negeri ini, kini berdiri di persimpangan jalan yang menentukan. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,7 persen per tahun hingga 2028 menuntut pembangunan infrastruktur yang masif. Di sisi lain, planet bumi yang semakin tua ini menjerit karena beban limbah konstruksi yang mencapai 60 persen dari total pemborosan industri.

Konstruksi Ramping atau Lean Construction hadir bukan sekadar sebagai metode baru, melainkan sebagai filosofi humanis yang menempatkan efisiensi, keberlanjutan, dan kearifan lokal di jantung setiap proyek pembangunan.

Seperti seorang ibu yang cermat mengatur dapur rumah tangganya, konstruksi ramping mengajarkan kita untuk menghargai setiap butir semen, setiap batang besi, dan setiap tetes keringat pekerja dengan sepenuh hati.

Perjalanan konstruksi ramping di Indonesia dimulai sejak pemerintah pusat memperkenalkannya pada 2016, namun seperti benih yang ditanam di tanah yang belum siap, pertumbuhannya masih lambat. Pengetahuan dan penerapan lean construction di Indonesia masih sangat kurang dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, demikian diakui oleh Lean Construction Institute Indonesia.

Namun, di balik keterlambatan ini, tersimpan potensi yang luar biasa. Ketika sebuah proyek pemerintah di Aceh misalnya berhasil mengurangi pemborosan material hingga 35 persen melalui penerapan prinsip ramping, atau ketika kontraktor kecil di Makassar mampu mempercepat waktu penyelesaian proyek hingga 25 persen, kita menyaksikan kelahiran harapan baru. Implementasi lean construction sangat penting dalam industri konstruksi untuk mengurangi limbah dan meningkatkan produktivitas, dan Indonesia memiliki semua modal untuk menjadi pelopor revolusi ini di Asia Tenggara.

Tantangan terbesar yang dihadapi bukanlah soal teknologi atau modal, melainkan perubahan pola pikir yang mengakar dalam. Selama puluhan tahun, industri konstruksi kita terbiasa dengan cara-cara konvensional yang menerima pemborosan sebagai hal yang wajar.

Budaya “yang penting selesai” masih mendominasi lapangan, sementara prinsip “benar dari awal” belum sepenuhnya dianut. Resistensi terhadap perubahan ini wajar, karena setiap revolusi membutuhkan keberanian untuk meninggalkan zona nyaman.

Di sisi lain, tekanan menuju konstruksi rendah emisi kian kuat: sektor bangunan dan konstruksi menyumbang sekitar 37% emisi CO₂ terkait energi dan proses secara global, sehingga efisiensi proses bukan lagi pilihan moral, melainkan keharusan strategis untuk memenuhi target iklim.

Di industri bahan bangunan, khususnya semen, kontribusi emisinya signifikan—sekitar separuh emisi dari proses kimia, 40% dari bahan bakar—yang mempertegas urgensi mengurangi rework dan idle time agar setiap ton material benar-benar “menghasilkan”

Komitmen Indonesia terhadap target net-zero emission pada 2060 juga menjadi dorongan kuat bagi transformasi industri konstruksi. Konstruksi ramping, dengan fokusnya pada pengurangan limbah dan optimalisasi sumber daya, sejalan dengan agenda besar ini. Setiap proyek yang menerapkan prinsip ramping berkontribusi langsung terhadap pengurangan jejak karbon nasional.

Tantangan lain yang tak kalah berat adalah keterbatasan sumber daya manusia yang memahami prinsip-prinsip konstruksi ramping. Dari jutaan pekerja konstruksi di Indonesia, hanya segelintir yang pernah terpapar konsep eliminasi pemborosan, perbaikan berkesinambungan, dan kolaborasi tim yang efektif. Padahal, anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk proyek-proyek infrastruktur telah melebihi 10 persen, yang menunjukkan betapa besarnya potensi dampak positif jika konstruksi ramping diterapkan secara massal.

Infrastruktur teknologi informasi yang belum merata juga menjadi hambatan serius. Konstruksi ramping sangat bergantung pada aliran informasi yang real-time dan akurat antar semua pihak yang terlibat. Namun, masih banyak proyek di daerah terpencil yang mengandalkan komunikasi tradisional, sehingga koordinasi yang efisien sulit tercapai.

Akan tetapi, seperti pepatah lama yang mengatakan bahwa setiap masalah membawa berkah tersembunyi, tantangan-tantangan ini justru membuka jalan bagi solusi-solusi inovatif yang khas Indonesia.

Pertama, Kita perlu membangun ekosistem pendidikan dan pelatihan konstruksi ramping yang menjangkau seluruh Nusantara. Bukan hanya di perguruan tinggi teknik terkemuka, tetapi hingga ke balai-balai latihan kerja di pelosok desa.

Langkah konkret telah diambil melalui sistem pembelajaran yang terstruktur. IAMKRI telah membuktikan bahwa webinar konstruksi ramping dapat diselenggarakan secara rutin setiap bulan dengan tujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta memperkuat kolaborasi antara berbagai pihak dalam sektor konstruksi. Program seperti “Introduction to The Last Planner System” tidak hanya memberikan pengetahuan teoritis, tetapi juga metodologi praktis yang dapat langsung diterapkan di lapangan.

Pemerintah, dengan dukungan industri, dapat mengembangkan program sertifikasi konstruksi ramping yang disesuaikan dengan kondisi lokal. Program ini tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga praktik langsung di lapangan, dengan melibatkan tokoh masyarakat dan pemuka agama untuk memberikan legitimasi sosial dan moral.

Teknologi digital menjadi kunci kedua dalam transformasi ini. Platform aplikasi mobile sederhana yang dapat digunakan oleh mandor proyek untuk memantau progress dan mengidentifikasi pemborosan dapat dikembangkan dengan memanfaatkan kearifan lokal. Misalnya, sistem peringatan dini yang menggunakan bahasa daerah dan simbologi yang familiar bagi pekerja setempat.

Kemitraan strategis antara perusahaan konstruksi besar dengan UMKM lokal juga menjadi solusi yang menjanjikan. Perusahaan multinasional yang sudah menguasai konstruksi ramping dapat mentransfer pengetahuan melalui program pendampingan yang intensif, sementara UMKM lokal berkontribusi dengan pemahaman mendalam tentang kondisi lapangan dan budaya kerja setempat.

Yang tak kalah penting adalah pengembangan standar dan regulasi yang mendukung implementasi konstruksi ramping. Pemerintah dapat memberikan insentif khusus bagi kontraktor yang menerapkan prinsip ramping, baik dalam bentuk kemudahan perizinan, keringanan pajak, atau prioritas dalam tender proyek pemerintah.

Upaya konkret telah dimulai melalui integrasi teknologi canggih dalam konstruksi ramping. Seperti yang disampaikan oleh Wakil Ketua I IAMKRI, Ir. Mardiansyah, ST., MT, pentingnya memfasilitasi pemahaman tentang peran teknologi seperti Building Information Modeling (BIM) dan otomatisasi dalam mendukung konstruksi ramping tidak dapat diabaikan. BIM memungkinkan visualisasi proyek secara tiga dimensi dengan akurasi tinggi, sehingga potensi pemborosan dapat diidentifikasi sejak tahap perencanaan.

Prospek masa depan konstruksi ramping di Indonesia sangat cerah jika dilihat dari tren global dan kebutuhan domestik yang terus meningkat. Output konstruksi Indonesia diproyeksikan mencapai IDR 2.775.195,3 miliar pada 2028, yang berarti peluang penerapan konstruksi ramping sangat terbuka lebar.

Generasi milenial dan Gen Z yang mulai mendominasi tenaga kerja konstruksi memiliki kepekaan tinggi terhadap isu lingkungan dan efisiensi. Mereka lebih terbuka terhadap inovasi dan teknologi, sehingga adopsi konstruksi ramping akan lebih mudah diterima. Fenomena urbanisasi yang terus berlanjut juga menciptakan permintaan akan bangunan berkualitas tinggi dengan waktu pembangunan yang cepat dan dampak lingkungan minimal.

Di tingkat global, Indonesia memiliki potensi menjadi hub konstruksi ramping untuk kawasan Asia Tenggara. Dengan posisi geografis yang strategis, kekayaan sumber daya alam yang melimpah, dan sumber daya manusia yang adaptif, Indonesia dapat menarik investasi asing yang fokus pada pembangunan berkelanjutan.

Solusi di tangan kita. Pemerintah dan pelaku besar dapat mendorong insentif dalam kontrak: mengedepankan keandalan alur kerja (PPC), efisiensi bahan, dan data real-time sebagai basis pembayaran.

IAMKRI bisa memperluas program edukasi mereka dari webinar dan ekskursi ke lab-project: pilot Lean Construction di proyek strategis seperti IKN, rumah susun massal, sekolah rakyat dan bendungan. Disertai publikasi dampak penghematan, ini akan menciptakan tekanan positif bagi pelaku lain untuk adaptasi.

Lebih penting lagi, kita membicarakan destinasi kolektif: bukan hanya gedung berdiri, tetapi dampak terhadap hidup manusia. Ketika tukang tidak lagi menunggu material, material yang tak terpakai hilang, rapat melahirkan tindakan, dan janji ditepati, itu bukan hanya sekedar produktivitas. Itu restitusi martabat kerja, transparansi proses, dan harapan anak-anak yang mewarisi kota lebih layak huni.

Bayangkan sepuluh tahun ke depan, ketika setiap proyek konstruksi di Indonesia menerapkan prinsip ramping. Material lokal seperti bambu dan kayu akan dioptimalkan dengan teknologi modern, menciptakan bangunan yang kuat sekaligus ramah lingkungan.

Pekerja konstruksi akan bangga dengan profesi mereka karena merasa berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Masyarakat akan menikmati bangunan-bangunan berkualitas tinggi dengan biaya yang terjangkau.

Konstruksi ramping bukan sekadar tentang angka-angka efisiensi atau target-target produksi. Ia adalah manifestasi dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia: gotong royong dalam bentuk kolaborasi tim yang solid, hemat dan tidak boros sesuai ajaran leluhur, serta tanggung jawab terhadap generasi mendatang.

Setiap paku yang dipasang dengan tepat, setiap material yang digunakan tanpa terbuang, dan setiap proses yang dijalankan dengan efisien adalah bentuk doa dan harapan kita untuk Indonesia yang lebih baik.

Dalam setiap tetes keringat pekerja konstruksi yang menerapkan prinsip ramping, terkandung cinta kasih untuk tanah air dan komitmen untuk meninggalkan warisan yang bermakna.

Saatnya kita bangkit bersama, tidak hanya membangun gedung-gedung tinggi atau jembatan-jembatan megah, tetapi membangun peradaban konstruksi yang beradab. Konstruksi ramping adalah jalan menuju mimpi besar itu, dan setiap langkah yang kita ambil hari ini akan menentukan wajah Indonesia di masa depan.

Sumber Rujukan:

IAMKRI Gencarkan Edukasi Konstruksi Ramping untuk Infrastruktur Masa Depan

Sambangi Proyek Twin Tower Undip, Dewan Pakar IAMKRI Dorong Penerapan Konstruksi Ramping

https://www.statista.com/outlook/io/construction/indonesia

https://www.unep.org/news-and-stories/press-release/buildings-and-construction-sector-can-reach-net-zero-emissions-2050

https://www.leanconstruction.org/resources/lean-construction-around-the-world/

https://globalabc.org/resources/publications/global-status-report-buildings-and-construction-beyond-foundations

https://www.nature.com/articles/s41467-023-43660-x

https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama

https://www.menlhk.go.id/site/single_post/4764/net-zero-emission-indonesia-berkomitmen-wujudkan-netralitas-karbon-pada-2060-atau-lebih-cepat

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp