News

ITS Sabet Dua Penghargaan Internasional BRAUIC 2024 

Penghargaan yang diraih yakni Best Organization dan Honorable Mention untuk kompetisi Digital Architectural Design.

Konstruksi Media — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi di kancah internasional. Kali ini ITS meraih dua penghargaan dalam Conference and Forum of Belt and Road Architectural University International Consortium (BRAUIC) 2024 di Tianjin, China, (19/10/2024). 

Penghargaan yang diraih yakni Best Organization dan Honorable Mention untuk kompetisi Digital Architectural Design.

Wakil Dekan Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian (FTSPK) ITS Ervina Ahyudanari ME PhD mengatakan bahwa BRAUIC 2024 merupakan konsorsium internasional yang berfokus pada kolaborasi dan inovasi seluruh perguruan tinggi di sepanjang jalur sutra. 

Konsorsium yang diinisiasi oleh Beijing University of Civil Engineering and Architecture (BUCEA) ini telah diikuti oleh 79 institusi dari 11 negara, termasuk ITS.

Tim mahasiswa ITS yang berhasil meraih Honorable Mention untuk kompetisi Digital Architectural Design BRAUIC 2024 di China dengan karya berjudul Bali’s Boyle Bubble. Dok. ITS

Bergabung sejak tahun 2021, Ervina mengungkapkan bahwa kiprah ITS dalam BRAUIC telah mengantarkannya untuk memperoleh penghargaan Best Organization Award 2024. Bersanding dengan 20 perguruan tinggi internasional lainnya, penghargaan tersebut adalah apresiasi bagi institusi yang partisipatif dan kolaboratif pada konsorsium yang diinisiasi sejak 2020 ini. 

“Hal tersebut membuktikan bahwa ITS senantiasa aktif dalam kegiatan internasional,” terangnya. 

Selain itu, penghargaan turut datang dari tim mahasiswa ITS, yakni Honorable Mention dalam kompetisi Digital Architectural Design yang diselenggarakan pada BRAUIC 2024 ini. Salah satu anggota tim, Fatimah Shofi Latifa membeberkan karya timnya yang bertajuk Bali’s Boyle Bubble. Karya tersebut memanfaatkan hukum Boyle dalam ilmu fisika untuk mempertahankan pura di Bali.

Mahasiswi yang akrab disapa Shofi ini menjelaskan, hukum Boyle adalah hukum yang terjadi pada gas di ruangan tertutup. Dalam karya ini, hukum tersebut diterapkan pada struktur bangunan yang berbentuk seperti gelembung untuk menjaga pura dari kenaikan air laut. 

“Struktur ini bersifat kedap air yang membuat pura dan situs budaya di dalamnya tetap utuh seperti di daratan,” ujarnya.

Tak hanya mengaplikasikan ilmu fisika, tim yang dibimbing oleh Dr Eng Didit Novianto ST MEng ini juga mengusung filosofi Bali, yakni Tri Samaya, dalam desain arsitekturnya. Shofi menyatakan bahwa melalui Bali’s Boyle Bubble, perlindungan aset budaya yang lampau (atita) dapat dilakukan dengan teknologi saat ini (wartamana) untuk melindunginya di masa depan (adigata). 

“Dengan gagasan ini, kami bisa berkontribusi dalam pelestarian warisan leluhur Indonesia,” tandasnya optimistis.

Baca Juga :

Artikel Terkait

Back to top button