HeadlineINFONews

ISSC Desak Pemerintah Hentikan Impor Konstruksi Baja dari Vietnam dan China: Tanpa Industri Baja, Indonesia Kehilangan Kedaulatan

Dalam dua tahun terakhir volume impor baja meningkat signifikan

Konstruksi Media — Arus deras impor konstruksi baja dari Vietnam dan China dalam dua tahun terakhir mendapat sorotan tajam dari kalangan industri baja nasional. Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) secara resmi menyatakan sikap menolak praktik impor yang dinilai telah menimbulkan distorsi pasar, merugikan produsen dalam negeri, serta mengancam keberlanjutan industri baja nasional.

Dalam pernyataan resminya, ISSC menegaskan bahwa masuknya produk baja konstruksi impor, terutama asal Vietnam, tidak didorong oleh kekurangan kapasitas produksi nasional, melainkan oleh praktik predatory pricing, ketimpangan regulasi, dan celah pengawasan impor.

“Industri baja adalah tulang punggung kemandirian konstruksi nasional. Negara yang kehilangan industrinya, kehilangan kendali atas masa depannya,” tegas ISSC dalam keterangan tertulisnya.

Banjir Impor, Pabrik Dalam Negeri Tertekan

Menurut ISSC, dalam dua tahun terakhir volume impor baja dari Vietnam meningkat signifikan, mencapai level yang tidak sebanding dengan kebutuhan riil pasar domestik. Produk tersebut dijual dengan harga jauh di bawah biaya produksi wajar, indikasi adanya dumping atau praktik perdagangan tidak fair.

Situasi ini menekan utilisasi pabrik baja nasional hingga berada di bawah kapasitas optimal. Banyak perusahaan fabrikator lokal yang selama ini menopang rantai pasok konstruksi besar kini harus mengurangi operasi bahkan menghentikan sementara produksi.

ISSC menilai, fenomena ini bukan semata soal kompetisi harga, melainkan persoalan ketahanan industri nasional. Ketika kapasitas domestik tidak digunakan secara optimal, Indonesia perlahan kehilangan kemampuan strategis untuk memproduksi bahan konstruksi vital seperti balok baja, pipa struktural, hingga komponen prefabrikasi untuk jembatan dan gedung bertingkat.

ISSC Ajukan Lima Tuntutan Konkret

Melihat situasi yang kian mengkhawatirkan, ISSC mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengambil langkah korektif melalui kebijakan yang tegas dan terukur. Organisasi yang menaungi para ahli dan pelaku industri konstruksi baja ini merumuskan lima tuntutan utama:

  1. Moratorium sementara impor konstruksi baja dari Vietnam pada kategori HS tertentu yang terbukti mendistorsi pasar.
  2. Penerapan tindakan anti-dumping atau safeguard sesuai mandat PP Nomor 34 Tahun 2011 dan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
  3. Pengetatan mekanisme Pertek, PI, SNI, dan LS guna mencegah penyalahgunaan kode HS serta bypass teknis yang kerap dimanfaatkan importir.
  4. Prioritas utilisasi industri dan fabrikator baja nasional untuk memenuhi kebutuhan proyek strategis pemerintah, BUMN, dan swasta besar.
  5. Pencegahan Indonesia menjadi “dumping ground” bagi kelebihan pasokan baja dari luar negeri, khususnya negara-negara dengan kapasitas produksi berlebih seperti Vietnam dan China.

Baca juga: ISSC Gelar Aksi Damai Stop Impor Konstruksi Baja, Serukan Nasionalisme Ekonomi di Hari Sumpah Pemuda

ISSC menilai, langkah-langkah tersebut bukan bentuk proteksionisme sempit, melainkan tindakan pertahanan industri yang sah secara konstitusional dan legal, sejalan dengan mandat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang menegaskan pentingnya kemandirian dan daya saing sektor manufaktur nasional.

Ancaman Kehilangan Kapasitas Strategis Nasional

Lebih jauh, ISSC memperingatkan bahwa apabila situasi ini terus dibiarkan, Indonesia berpotensi kehilangan basis industrinya dan hanya berperan sebagai pasar bagi kelebihan produksi baja dari negara lain. Kondisi semacam ini berisiko membuat rantai pasok nasional tergantung pada impor, yang pada gilirannya mengancam keamanan konstruksi dan kedaulatan ekonomi jangka panjang.

“Tanpa industri baja, Indonesia hanya akan memiliki pasar baja — bukan industri baja. Dan pasar tidak pernah memiliki kedaulatan,” tulis ISSC dalam penutup pernyataan resminya.

ISSC menekankan, kebijakan pengetatan impor bukanlah upaya mengisolasi diri dari pasar global, melainkan strategi mempertahankan keberlanjutan industri nasional di tengah persaingan yang semakin tidak seimbang. Negara-negara maju sekalipun, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, telah lama menerapkan instrumen perdagangan defensif untuk melindungi industri bajanya dari dumping dan kelebihan kapasitas global.

Menjaga Rantai Nilai Konstruksi Nasional

Sebagai organisasi profesional yang beranggotakan para insinyur, akademisi, dan pelaku industri baja, ISSC menilai pentingnya sinergi antara kebijakan perdagangan, industri, dan infrastruktur. Pembangunan nasional yang ambisius—termasuk proyek-proyek strategic infrastructure dan green industry—hanya akan berkelanjutan jika ditopang oleh kemampuan produksi dalam negeri yang kuat.

ISSC juga menyoroti perlunya integrasi kebijakan industri baja dengan kebijakan pengadaan konstruksi nasional, agar setiap proyek pembangunan mengutamakan produk dalam negeri sesuai amanat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

“Ketahanan industri baja bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal kemandirian bangsa. Baja adalah pondasi fisik peradaban modern dari jembatan, gedung, hingga infrastruktur energi,” tegas ISSC.

Mendesak Respons Pemerintah

Seruan ISSC ini datang di tengah kekhawatiran pelaku industri terhadap lemahnya pengawasan impor dan minimnya penegakan aturan teknis di lapangan. Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah tegas, industri baja nasional yang selama ini menjadi tulang punggung konstruksi, transportasi, dan manufaktur akan kehilangan daya saing dan kapasitas produksinya secara permanen.

ISSC menegaskan bahwa pemerintah harus bertindak cepat dan terukur untuk memulihkan keseimbangan pasar. Penegakan aturan, perlindungan terhadap produk nasional, serta peningkatan efisiensi industri baja dalam negeri harus berjalan beriringan.

Dengan langkah korektif yang tepat, Indonesia diharapkan tidak hanya menjadi konsumen dari surplus baja negara lain, tetapi kembali menjadi produsen kuat di kawasan, yang berdaulat atas industrinya sendiri. (***)

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp
Banner Kiri
Banner Kanan